Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menyebut perlu lebih banyak stasiun penggantian baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) daripada stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Indonesia. Artinya, perlu lebih banyak penukaran baterai motor listrik ketimbang mobil listrik.
Hal ini mengaca pada kemampuan jarak tempuh dari motor listrik yang jauh lebih singkat meski dalam keadaan baterai penuh. Pria yang karib disapa Darmo ini mencatat, jarak tempuh motor hanya sejauh 50 km, sementara untuk mobil listrik bisa mencapai 350 km dengan keadaan baterai penuh.
Baca Juga
Ditambah lagi, menurutnya, banyaknya pengemudi ojek online yang lebih sering menggunakan motor. Dalam sehari, bisa mencapai 120 km, yang artinya memerlukan lebih dari satu kali penggantian baterai.
Advertisement
"Tetapi kalau motor listrik, sekali charge hanya 50 km sedangkan ojek kita rata-rata 120 km per hari. Artinya sehari charge baterainya untuk ojek listrik itu bisa 2 sampai 3 kali, nah untuk itulah maka kalau kita punya 2,1 juta pengguna motor listrik maka kita butuh sekitar 70 ribu SPBKLU, jumlahnya besar sekali," ungkap Darmawan Prasodjo dalam Peluncuran Battery Assets Management Services Indonesia Battery Corporation (IBC), di Kemenko Marves, Jakarta, ditulis Selasa (13/6/2023).
Darmo mengungkap, saat ini ada beragam merek yang motor listrik di Indonesia. Namun, kendalanya adalah SPBKLU yang masih terbatas dari masing-masing merek tersebut. Menurutnya, hal itu yang membuat para pengguna motor listrik khawatir kehabisan baterai ketika perjalanan.
"Nah maka pengemudi ojek merasa khawatir, misalnya (merek) Volta ya harus cari swap baterai Volta, mau Viar cari swap baterai Viar, mau United swap baterai United. Maka mereka khawatir kalau di tengah jalan 50 km padahal jarak tempuh 120 km kalo baterai drop gimana? Dan di sini masih belum ada standardisasi dari baterai dan belum ada standardisasi dari aplikasi," tuturnya.
Berbeda halnya dengan penggunaan mobil listrik. Menurut pengalamannya, cukup dengan pengisian daya di rumah atau home charging, mobil listrik bisa digunakan untuk sehari-hari.
"Saya sudah mengemudikan mobil listrik 3 tahun sampai sekarang karena saya tidak pernah keluar kota pakai mobil listrik, jadi saya belum pernah pake SPKLU, hanya (pengisian daya) di rumah sudah cukup. Tapi kalau motor listrik 50 km langsung habis jadi kita butuh SPBKLU dengan jumlah yang besar sekali," urainya.
Â
Standardisasi
Mengaca pada pengalaman dan data yang dikantonginya itu, maka dinilai perlu ada standardisasi dari baterai motor listrik. Sehingga, apapun merek motor listrik yang digunakan, bisa memakai baterai listrik yang sama.
Hal ini diwujudkan dalam program kerja sama antara PLN, Indonesia Battery Corporation (IBC) dan sejumlah produsen motor listrik di Indonesia.
"Guna mendorong ekosistem EV, kami tidak hanya menyiapkan pasokan listrik yang andal dan mencukupi. PLN terus berkolaborasi bersama berbagai pihak. Mulai dari pabrikan, distributor, penyedia jasa transportasi, sektor perbankan, dan tentunya dengan IBC," kata dia.
Informasi, hingga saat ini PLN telah menyediakan sebanyak 1.000 SPBKLU, 6.700 SPLU, dan 616 SPBKLU. Dia membidik kedepannya akan ada penambahan SPKLU menjadi 750 unit, SPBKLU menjadi 3.000 unit, dan SPLU menjadi 15.000 unit di seluruh wilayah strategis di tanah air.
Â
Advertisement
IBC Akan Produksi 21 Ribu Baterai Tahun Ini
Diberitakan sebelumnya, Kementerian BUMN turut menggenjot penguatan ekosistem kendaraan listrik, termasuk motor listrik di Indonesia. Salah satunya dijalankan melalui kerja sama yang digagas Indonesia Battery Corporation (IBC).
Sekretaris Kementerian BUMN Rabin Hattari mengungkapkan kerja sama antara IBC dengan produsen motor listrik ini akan diwujudkan dengan standardisasi jenis baterai motor listrik. Sehingga nantinya semua merek motor listrik bisa menggunakan baterai yang diproduksi IBC dengan suplai listrik dari PLN.
Program ini diwujudkan dalam nama Battery Assets Management Services (BAMS). Upaya ini diharapkan mampu memudahkan para pengguna motor listrik di Indonesia.
"Melalui program BAMS, IBC diproyeksi dapat memproduksi 21 ribu baterai pack pada 2023, yang aman 15 ribu untuk motor listrik dan 6.000 lainnya akan tersebar di swaping station di seluruh Indonesia," ujarnya dalam Peluncuran Battery Assets Management Services Indonesia Battery Corporation (IBC), di Kemenko Marves, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Menurutnya, BAMS tak sebatas menyediakan infrastruktur terintegrasi, tapi juga akan dilengkapi dengan teknologi mutakhir. Salah satunya adalah teknologi yang mampu memantau tingkat kesehatan baterai motor listrik yang digunakan.
"Dengan menggunakan teknologi canggih, IBC akan pantau kesehatan baterai dan melakukan pemeliharaan preventif. Ini akan mengurangi biaya perawatan jangka panjang dan memberikan ke andalan bagi pengguna kendaraan listrik," urainya.
"Dalam menghadapi perubahan iklim dan tantangan energi masa depan, Kementerian BUMN mengajak semua pihak, baik pemerintah swasta, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mewujudkan visi ini," tambah Rabin.
Â
Jalan Keluar
Pada kesempatan ini, Rabin menilai upaya tadi bisa jadi jalan keluar dari tantangan yang dihadapi saat ini. Sebut saja, adanya penggunaan energi berbasis fosil yang terus menerus serta ancaman pemanasan global.
"Pemananasan global dan ketergantungan terhadap energi fosil mendesak pemerintah mencari energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kendaraan listrik menjadi langkah besar bagi mobilitas yang lebih bersih dan berkelanjutan," ucapnya.
Dengan demikian, program BAMS dibidik bisa menjadi solusi untuk mengatasi hambatan-hamnatan yang ada. Termasuk dari sisi keterbatasan infrastruktur pengisian dan penggantian baterai (battery swap).
"Untuk mengatasi itu, IBC telah melakukan lompatan besar dalam penyediaan solusi atas keberagaman tipe baterai masing-masing produk kendaraan listrik dengan mengembangkan platform ekosistem baterai dan infrastruktur BAMS yang dapat digunakan pada berbagai merek motor listrik, termasuk motor konversi," bebernya.
Advertisement