Liputan6.com, Jakarta Institute For Development of Economics and Finance (Indef) meminta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lebih cermat dalam memetakan sektor usaha yang bisa mendatangkan keuntungan bagi perusahaan pelat merah.
Ini setelah realisasi kontribusi BUMN melalui pajak, dividen, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP (unaudited) tak kunjung memenuhi target yang ditetapkan.
Baca Juga
Peneliti Center Industry, Trade and Investment dari Indef, Ariyo DP Irhamna mengusulkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor perhotelan untuk dibubarkan. Dia menilai perusahaan BUMN di sektor perhotelan saat ini kalah bersaing dari sektor swasta.
Advertisement
"Artinya BUMN ini dari sisi banyak aspek gitu ya ini tidak perlu ada lagi ya, karena dari sisi swasta ini sudah efisien," katanya dalam acara Diskusi Publik Indef di Jakarta, Selasa (13/6).
Dia mencontohkan, banyak kementerian/lembaga (K/L) yang lebih memilih untuk menyelenggarakan kegiatan di hotel internasional milik swasta. Sementara itu, hotel milik BUMN acap kali tidak menjadi pilihan dari K/L sendiri.
"Coba kita cek, dari pemerintahan sendiri ketika membuat kegiatan di Bali, Jakarta atau destinasi wisata lain lebih prefer (memilih) menggunakan hotel-hotel yang berskala internasional dibandingkan hotel hotel milik-milik BUMN, jadi (hotel BUMN) justru menjadi beban bagi keuangan negara," ungkapnya.
Alhasil kontribusi BUMN melalui pajak, dividen, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP (unaudited) dalam beberapa tahun terakhir tidak mampu memenuhi target. Dia mencatat, kontribusi BUMN terhadap negara di tahun 2021 hanya mencapai 363 triliun dari target 413 triliun. "Jadi, kita perlu memikirkan ulang untuk isu ini. Karena dari sisi bisnis itu mau didorong seperti apapun itu tidak kompetitif," pungkasnya.
Pengusaha Dukung Erick Thohir Sapu Bersih Bisnis Hotel BUMN
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mendukung langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang ingin menyapu bersih bisnis hotel milik BUMN. Menurutnya, bisnis hotel di Indonesia sejauh ini sudah cukup sehat tanpa kehadiran hotel-hotel milik perusahaan pelat merah.
"Tidak masalah adanya ide itu. Di perhotelan kompetisinya sudah sempurna banget sih. Jadi tidak masalah mau dikonsolidasikan," ujar Hariyadi saat ditemui di kantor DJP Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/12).
Dia mengatakan, hotel milik BUMN tidak begitu diperhatikan oleh induknya. Seperti halnya, hotel Patra Jasa milik PT Pertamina (Persero). Sehingga langkah konsolidasi beberapa hotel milik BUMN ini, dinilai sudah tepat.
"Patra Jasa itu kan anak perusahaan Pertamina. Dia (Pertamina) corenya bukan di situ. Jadi kadang-kadang kurang begitu dapat perhatian dari induknya," tuturnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Sederet Ikhtiar Hotel BUMN Bertahan dari Pandemi, hingga Buka Jasa Bersihkan Rumah
Sebelumnya, Direktur PT Hotel Indonesia Natour (Persero) atau HIN, Christine Hutabarat mengakui bukan perkara mudah untuk mempertahankan bisnis hotel di tengah pandemi Covid-19. Dia pun membeberkan sejumlah upaya keras yang telah dilakukan pihaknya agar kelangsungan bisnisnya tetap terjaga.
Pertama, seluruh manajemen Hotel Indonesia Natour terus berusaha keras sepanjang waktu memastikan aspek kebersihan dan keamanan tetap terjaga. Hal ini penting untuk memastikan keamanan pegawai maupun pengunjung dari ancaman paparan virus corona jenis baru tersebut.
"Untuk (mempertahankan) hotel ini kita terus melakukan review, khususnya terkait CHSE (sertifikasi Clean, Health, Safety, dan Environment)," terangnya dalam acara Dialog Produktif bertajuk Optimisme Pariwisata di Tengah Pandemi, Rabu (23/6).
Selain itu, manajemen juga terus berinovasi dan beradaptasi untuk memaksimalkan potensi usaha yang dimiliki. Diantaranya dengan memanfaatkan layanan digitalisasi dna menambah daftar menu untuk sektor bisnis food and beverage demi menambah penerimaan selain dari penginapan.
"Jadi, kita kembangkan menu baru untuk juga bisa jual secara online. Karena memang tidak ada market, karena pembatasan-pembatasan sosial ini," paparnya.
Selanjutnya, manajemen hotel juga terpaksa membuka jasa layanan pembersih rumah sebagai sumber pendapatan usaha baru. Menyusul, tersedianya SDM bagian tata graha atau housekeeping dengan kemampuan yang mumpuni.
"Jadi, banyak hal yang sebenarnya yang coba kita lakukan demi bertahan di tengah pandemi ini," tukasnya.
Pengusaha Hotel Apresiasi Pemerintah yang Pilih Pengetatan PPKM Mikro Dibanding Lockdown
Para pengusaha perhotelan mengapresiasi keputusan pemerintah untuk menjalankan kebijakan pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis Mikro ketimbang lockdown atau karantina wilayah. Kebijakan ini untuk menekan peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia pasca libur lebaran Idul Fitri 2021.
"Kita apresiasi keputusan pemerintah melalui PPKM Mikro. Kalau sudah lockdown akan berbahaya bagi dunia usaha umumnya," jelas Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, dalam acara Dialog Produktif bertajuk Optimisme Pariwisata di Tengah Pandemi, Rabu (23/6/2021).
Meski begitu, dia meminta pemerintah untuk terus mengevaluasi penerapan PPKM Mikro di lapangan. Sebab, implementasi kebijakan pembatasan sosial tersebut dinilai masih tidak cukup efektif untuk menekan tingkat penularan virus Covid-19 lantaran masih ditemukannya berbagai pelanggaran.
"Jadi, untuk pengawasan PPKM Mikro ini seperti bagaimana yang kami sampaikan itu perlu memberikan masukan terhadap pemerintah untuk koreksi. Seperti adanya sanksi yang lebih tegas untuk pelanggar," tekannya.
Advertisement