Sukses

Harga Gas Industri Resmi Naik, Kementerian ESDM Bongkar Alasannya

Kenaikan harga gas industri disebabkan oleh kenaikan biaya operasi sumur gas. Kondisi ini menyulitkan pemerintah untuk memotong besaran biaya agar lebih efisien.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menaikan harga gas untuk sebagian konsumen industri yang mendapat insentif maksimal USD 6 per MMBTU.

Kebijakan kenaikan harga gas tersebut ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

Dikutip dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023, kebijakan kenaikan harga gas berlaku 19 Mei 2023. Akan ada penyesuaian perjanjian jual beli harga gas yang mengalami perubahan antara konsumen dan produsen.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan, kenaikan harga gas industri disebabkan oleh kenaikan biaya operasi sumur gas. Kondisi ini menyulitkan pemerintah untuk memotong besaran biaya agar lebih efisien.

"Kalau biaya besar otomatis kita juga enggak bisa potong juga lebih banyak," kata Tutuka di Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Menurut dia, kenaikan harga gas untuk industri dialami oleh industri yang sumber gasnya berasal dari sumur yang semakin tua sehingga biaya operasinya meningkat.

"Masing-masing lapangan (migas) itu kan kondisinya lapangan yang makin tua itu biayanya lebih besar kan," jelas Tutuka.

Tutuka mengungkapkan, pemerintah akan mencari celah menjaga keuntungan produsen gas bumi atau Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) dan menjaga harga agar sesuai dengan kemampuan industri.

"Itu kita belum sisir satu per satu, hati-hati betul supaya bagaimana biaya dikurangi tidak mengurangi penerimaan KKKS sehingga harga masih paling minim dijangkau," pungkasnya.

2 dari 3 halaman

Harga Gas Murah untuk Industri Bakal Dievaluasi

Sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) akan melakukan evaluasi industri yang mendapat insentif harga gas murah sebesar USD 6 per MMBTU. Hal ini untuk memberikan pemerataan bagi industri yang membutuhkan.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ditjen Migas Tutuka Ariadji mengatakan, kebijakan harga gas muran yang tertung dalam Perpres 121 Tahun 2020 bertujuan untuk membantu industri yang perlu dibantu.

Jika ada industri yang sudah membaik dibandingkan sebelumnya, maka perlu dievaluasi dan digantikan dengan sektor industri baru yang masih lemah. 

"Insentif gas murah untuk industri  bersifat sementara,," kata Tutuka, di Jakarta, Kamis (15/4/2023).

Tutuka mengungkapkan, pemerintah akan melakukan evaluasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) tersebut, dengan merevisi keputusan Menteri ESDM 134 Tahun 2021.

Evaluasi nantinya mencakup beberapa hal terkait pelaksanaan kebijakan harga gas USD 6 per MMBTU untuk tujuh golongan industri, seperti kenaikan penyerapan tenaga kerja dan setoran pajak bagi negara.

"Kita supaya ada landasan evaluasi namanya ada kepmen 134 dan itu cukup lengkap, di situ ada produktivitas penghematan dan sebagainya," ucap Tutuka.

3 dari 3 halaman

Penerimaan Negara Hilang

Tutuka menuturkan, harga gas USD6 per MMBTU berdampak pada kehilangan penerimaan negara sebesar Rp 29,39 triliun dari bagi hasil produksi migas.

"Terkait penurunan-penurunan penerimaan bagian negara atas HGBT ini, kewajiban mereka kepada kontraktor yaitu sebesar 46,81 persen atau 16,46 triliun pada tahun 2021 dan 46,94 persen atau 12,93 triliun tahun 2022," ungkap Tutuka.

Menurutnya, penerimaan negara dari bagi hasil migas dikorbankan agar harga gas bisa diturunkan menjadi USD 6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri tersebut.

"Peneriamaan negara itu yang dikurangi, kalau nggak harga gasnya bisa lebih dari USD 6," ucap Tutuka.

Video Terkini