Sukses

Morgan Stanley: Inflasi di Asia Sudah Memuncak, Tak Separah AS dan Eropa

Ekonom Morgan Stanley melihat bahwa masalah inflasi Asia belum terlalu intens, dan telah mencapai puncaknya.

Liputan6.com, Jakarta Ekonom di bank asal Amerika Serikat, Morgan Stanley meramal pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia akan melampaui Amerika Serikat dan Eropa pada akhir tahun. Hal itu dikarenakan kawasan ini sebagian besar terhindar dari guncangan suku bunga.

"Pada kuartal keempat tahun ini, kami pikir pertumbuhan Asia akan mengungguli AS dan Eropa sekitar 450 basis poin," kata Kepala Ekonom Asia bank investasi Chetan Ahya dalam sebuah webinar, dikutip dari CNBC International, Jumat (16/6/2023). 

Selain itu, pemulihan luas di China juga dapat terjadi pada paruh kedua tahun ini, sementara tiga negara ekonomi besar lainnya di Asia yakni India, Indonesia, dan Jepang juga menunjukkan permintaan domestik yang kuat.

"Kami benar-benar mengharapkan pertumbuhan di kedua ekonomi ini dibatasi oleh fakta bahwa mereka memiliki masalah inflasi yang signifikan ini," ujar Ahya mengacu pada AS dan Eropa.

Menurutnya, bank-bank sentral di pasar-pasar itu harus mengambil kebijakan suku bunga ke dalam wilayah terbatas untuk mengendalikan inflasi.

"Asia belum mengalami guncangan suku bunga seperti yang dialami AS dan Eropa, sambungnya, seraya menambahkan bahwa inflasi Asia telah berjalan stabil dibandingkan dengan dua wilayah lainnya.

Seperti diketahui, inflasi AS masih bertahan jauh di atas target tahunan The Fed sebesar 2 persen. Inflasi negara itu tercatat 4 persen di bulan Mei yang menjadi tingkat terendah dalam dua tahun, setelah memuncak pada 9,1 persen di bulan Juni tahun lalu.

Federal Reserve menahan suku bunga pekan ini, karena upaya meredam inflasi telah menunjukkan kemajuan.

"Masalah inflasi Asia belum terlalu intens. Dan kami pikir inflasi kawasan itu telah mencapai puncaknya," jelas Ahya.

2 dari 4 halaman

Inflasi Eropa

Demikian pula di Eropa, di mana inflasi di zona euro turun menjadi 6,1 persen pada Mei, menandai level terendah sejak Februari 2022.

ECB sendiri telah menaikkan suku bunga acuannya dari -0,5 persen setahun lalu menjadi 3,25 persen pada Mei, tertinggi sejak November 2008.

"Pada saat kita berada di bulan September [atau] Oktober, 80 persen negara di kawasan Asia akan melihat inflasi kembali ke zona nyaman bank sentral," sebut Ahya.

Bank sentral di Asia yang mengerem suku bunga antara lain Korea Selatan, Australia, India, india, dan Singapura.

3 dari 4 halaman

China Menunjukkan Kemajuan

Pendorong lain pertumbuhan Asia adalah proyeksi pemulihan di China pada paruh kedua tahun ini.

"Kami memperkirakan pemulihan China akan meluas pada paruh kedua tahun ini," ungkap Ahya. Morgan Stanley memperkirakan pertumbuhan negara tersebut menjadi 5,7 persen pada 2023 dibandingkan dengan 3 persen tahun lalu.

"Kami pikir pemulihan konsumsi di China cukup banyak di jalurnya," katanya. Hal itu juga diyakini akan membawa limpahan positif ke negara lain di kawasan Asia.

Data inflasi konsumen China per bulan Mei naik tipis 0,2 persen dibandingkan tahun lalu, sementara indeks harga produsen turun 4,6 persen, mencatat penurunan year-on-year tertajam dalam tujuh tahun.

4 dari 4 halaman

Rasio Utang Publik Indonesia Terendah di Pasar Negara Berkembang

Selain itu, tingkat pertumbuhan wilayah termasuk India, Indonesia dan Jepang memiliki siklus pemulihan permintaan domestik mereka sendiri.

"India juga telah menerapkan reformasi struktural selama lima tahun terakhir… yang mendorong investasi swasta lebih tinggi,” kata Ahya.

Dia memperkirakan bahwa pertumbuhan India akan mencapai 6,5 persen pada tahun 2023, menggantikan perkiraan Dana Moneter Internasional sebesar 5,9 persen pada tahun 2023.

Implementasi kebijakan makro ortodoks di Indonesia juga telah mengurangi inflasi negara Asia Tenggara secara struktural, kata ekonom tersebut, menghubungkannya dengan komitmen pemerintah untuk menjaga defisit fiskal di bawah 3 persen.

Hal itu menyebabkan rasio utang publik terhadap PDB Indonesia menjadi salah satu yang terendah di ruang pasar negara berkembang di bawah 40 persen, katanya.

Morgan Stanley juga berpandangan bahwa Jepang berada di "titik yang tepat" untuk meninggalkan deflasi namun tidak memiliki masalah inflasi separah AS dan Eropa.

"Itu menciptakan lingkungan tempat mesin ekonomi bekerja," jelasnya.