Sukses

Kuasai 51 Persen Saham Vale, Indonesia Siap Jadi Pemain Besar Kendaraan Listrik

Saat ini proses divestasi saham Vale masih tahap negosiasi, sesuai dengan Undang-Undang Minerba sebagai syarat perpanjang masa operasi pasca 2025 pelepasan saham ke pihak nasional harus 51 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menambah porsi saham di PT Vale Indonesia Tbk menjadi 51 persen. Saat ini proses divestasi saham Vale ini masih dalam tahap negosiasi. Proses divestasi saham Vale ini menjadi perlu karena menjadi syarat perpanjangan kegiatan operasi pertambangan di Indonesia.

Menguasai 51 persen saham PT Vale Indonesia Tbk ini bakal menjadi salah satu kunci Indonesia sebagai pemain kendaraan listrik.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, dalam Undang-Undang Minerba mengamanatkan kepemilikan saham perusahaan tambang asing sebesar 51 persen oleh pihak nasional.

Itu jadi syarat untuk perpanjang masa operasi dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah 2025. Sementara saat ini saham yang dimiliki pemerintah melaui MIND ID baru 20 persen.

"Vale yang dalam tahap negosiasi, yang paling tinggi kan 43 persen Vale, kemudian 15 persen Sumitomo, kemudian 20 persen MIND ID, kemudian sisanya publik," kata Arifin di Jakarta, dikutip Sabtu (17/6/2023).

Menurut dia, dengan menjadi pemilik saham mayoritas oleh pihak nasional, maka akan menjadi jalan Indonesia menjadi pemain kendaraan listrik.

"Secara prinsip, itu enggak mau, karena itu mandat 51 persen. Jalannya buat jadi pemain kendaraan listrik dunia panjang," ungkap dia.

Arifin mengungkapkan, saat ini proses divestasi saham Vale masih tahap negosiasi, sesuai dengan Undang-Undang Minerba sebagai syarat perpanjang masa operasi pasca 2025 pelepasan saham ke pihak nasional harus 51 persen. Sementara saat ini Vale sudah mau melepas 11 persen sahamnya.

"Vale sekarang dalam tahap negoisasi mau 11 persen, nah paling tinggi itu sekarang 43 persen Vale (Vale Canada), kemudian 15 persen Sumitomo. Kemudian 20 persen MIND ID dan 20 persen lagi publik. Jadi secara prinsip itu tidak boleh nggak mau, karena itu mandat 51 persen," tuturnya.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Bisa Caplok Saham Vale Tanpa Keluarkan Duit, Caranya?

PT Vale Indonesia harus melepas sahamnya menjadi 51 persen ke pihak nasional jika ingin memperpanjang operasinya setelah 2025, hal ini sesuai dengan Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba).

Pengamat Hukum Pertambangan Ahmad Redi mengatakan, pemerintah bisa memiliki saham Vale tanpa mengeluarkan dana, jika pemerintah tidak memperpanjang masa operasi pasca kontraknya habis pada 2025.

"Kepemilikan 31% saham ini bisa tanpa mengeluarkan dana apabila ketika 2025, Pemerintah tidak memperpanjang operasi PT Vale," kata Ahmad, di Jakarta, Jumat (16/6/2023).

Saat ini pihak pemerintah melalui MIND ID telah memiliki 20 persen saham Vale, untuk menjadi 51 persen mak saham perusahaan tambang yang harus dilepas sebesar 31 persen.

Jika Vale tidak mau melepas saham tersebut maka Izin Usaha Pertambahan Khusus (IUPK) pads 2025 tidak diberikan pemerintah. Lalu aset tersebut bisa dialihkan ke pihak nasional.

"Operasi produksinya dapat tidak diperpanjang dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada 2025 ketika KKnya berakhir," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Masih Terus Negosiasi

Dikesempatan terpisah, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, saat ini proses disvestasi saham Vale masih tahap negosiasi, sesuai dengan Undang-Undang Minerba sebagai syarat perpanjang masa operasi pasca 2025 pelepasan saham ke pihak nasional harus 51 persen. Sementara saat ini Vale sudah mau melepas 11 persen sahamnya.

"Vale sekarang dalam tahap negoisasi mau 11%, nah paling tinggi itu sekarang 43% Vale (Vale Canada), kemudian 15% Sumitomo, kemudian 20% MIND ID dan 20% lagi publik. Jadi secara prinsip itu tidak boleh nggak mau, karena itu mandat 51%," paparnya.

Arifin mengungkapkan, Vale Indonesia belum mengajukan penawaran harga sahamnya dan memiliki batas hingga Desember 2024, jika tidak dilakukan maka hingga Desember 2025 tidak bisa melanjutkan operasi. "Dia itu punya deadlinenya Desember 2025 jadi 1 tahun dari 2025, Desember 2024 otomatis stop, terlambat pengajuannya," tutupnya.