Sukses

Serius, 74 Kabupaten/Kota Masuk Daerah Rentan Rawan Pangan

Permasalahan kerawanan pangan merupakan isu yang kompleks, dinamis dan lintas sektor yang disebabkan beberapa hal.

Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 74 kabupaten/kota  di Indonesia masih berada dalam kategori daerah rentan rawan pangan. Sementara sisanya, sebanyak 440 kabupaten/kota dinilai mempunyai tingkat ketahanan pangan yang baik.

Ini terkuak dari hasil analisis Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) tahun 2022. 

Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional/ National Food Agency (NFA)  Sarwo Edhy mengakui jika permasalahan kerawanan pangan merupakan isu yang kompleks, dinamis dan lintas sektor yang disebabkan beberapa hal.

Ini antara lain beberapa produksi pangan lebih rendah dari kebutuhan nasional, tingginya prevalensi balita stunting, terbatasnya akses air bersih, dan masih tingginya persentase penduduk hidup miskin di daerah tersebut.

“Untuk itu, penanganannya diperlukan langkah-langkah nyata kita bersama, harus berani take action, take decision dan take the risk untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan nasional. Kolaborasi dan sinergi kegiatan merupakan kunci dalam penanganan wilayah rentan rawan pangan,” ujar dia, Rabu (21/6/2023).

Dikatakan jika badan pangan mempunyai peran strategis untuk melakukan koordinasi, penetapan, pelaksanaan dan pengendalian kebijakan di bidang pangan termasuk upaya penanganan kerawanan pangan dan gizi.

Upaya penanganan tersebut harus melibatkan para pemangku kepentingan baik di pusat maupun daerah “Semua stakeholder diharapkan dapat berkolaborasi dalam menurunkan daerah rentan rawan pangan minimal satu persen atau 7 kabupaten atau kota per tahun,” ujar dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Langkah Nyata

Mengatasi hal tersebut, sejumlah langkah konkrit telah dilakukan NFA di antaranya adalah penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan, Gerakan Kewaspadaan Pangan dan Gizi melalui pemanfaatan sistem peringatan dini kerawanan pangan dan gizi (SKPG), upaya penyelamatan pangan (food rescue).

Kemudian mempercepat penyaluran bantuan pangan untuk keluarga stunting, upaya penganekaragaman konsumsi pangan (B2SA), mendorong pasokan dan stabilisasi harga pangan di seluruh Indonesia, termasuk fasilitasi distribusi pangan dari daerah surplus ke daerah defisit dan juga pemanfaatan cadangan pangan pemerintah. 

“Sejumlah upaya dalam pengendalian kerawanan pangan ini perlu terus didorong melalui berbagai program strategis dan prioritas yang sejalan antarpemerintah pusat dan ditindaklanjuti di tingkat daerah secara menyeluruh dan berkelanjutan,” tegasnya

 

3 dari 3 halaman

Anggaran dekonsentrasi

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dalam keterangan terpisah menekankan agar sinergi pengendalian kerawanan pangan ini memiliki dampak konkrit di lapangan dengan menurunnya tingkat kerawanan pangan dan gizi masyarakat. 

“Tentunya kita terus mendorong program dan kegiatan yang langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh daerah dan masyarakat dan harus mampu meningkatkan ketersediaan pangan, kemudahan akses pangan, penganekaragaman konsumsi, keamanan dan mutu pangan, sehingga dapat mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan produktif,” ujar Arief. 

Dalam kesempatan ini, secara simbolis NFA menyerahkan anggaran dekonsentrasi kepada Pemerintah Provinsi melalui OPD Pangan Provinsi, dengan total anggaran Rp 142 miliar untuk 38 Provinsi. Adapun sebanyak Rp 45 miliar dialokasikan untuk kegiatan pengendalian kerawanan pangan.   

Rakornas dihadiri oleh Kementerian/Lembaga terkait dengan pangan dan pengentasan kemiskinan ekstrim, Kepala Dinas Pangan dan Kepala Bappeda Provinsi dan Kabupaten/Kota daerah rentan rawan pangan se-Indonesia. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini