Liputan6.com, Jakarta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat ada sejumlah masalah dalam penyertaan modal negara (PMN) ke perusahaan pelat merah. Sedikitnya, ada tiga poin masalah yang jadi catatan dalam pengelolaan PMN pada periode 2020 hingga semester I 2022.
Sejumlah masalah ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022 yang dirilis BPK. Diketahui, Kementerian BUMN selama tahun 2020-2022 antara lain menangani tambahan PMN secara tunai kepada 15 BUMN sebesar Rp131,32 trilliun dan Rp20,68 triliun dari Dana Cadangan Investasi 2022.
"Pada semester II tahun 2022, BPK telah menyelesaikan LHP atas pengelolaan PMN di BUMN pada Kementerian BUMN dan instansi terkait di Jakarta. Pemeriksaan ini meliputi pengelolaan PMN di BUMN tahun 2020-semester I tahun 2022, termasuk atas dana PMN tahun-tahun sebelumnya yang belum terserap 100 persen.
Advertisement
Temuan pertama BPK, adanya proyek yang digarap 13 BUMN yang didanai PMN tahun 2015-2016 belum selesai hingga semester I 2022. Secara kumulatif, PMN yang disetor mencapai Rp 10,49 triliun. Nilai tersebut terdiri dari total nilai aset yang belum produktif karena belum selesai dikerjakan sebesar Rp10,07 triliun dan belanja operasional yang belum dimanfaatkan sebesar Rp424,11 miliar.
"Akibatnya, aset sebesar Rp10,07 triliun belum dapat digunakan dan tujuan masing-masing kegiatan operasional sebesar Rp424,11 miliar tidak tercapai, serta terdapat potensi pendapatan yang tidak diterima karena aset belum dapat beroperasi," tulis laporan BPK, dikutip Rabu (21/6/2023).
Reviu Penggunaan PMN
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri BUMN agar menginstruksikan Wakil Menteri BUMN untuk mereviu kembali penggunaan dana PMN. Diantaranya, pertama, apabila sisa pekerjaan masih akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal, agar memerintahkan BUMN terkait melakukan upaya percepatan penyelesaian pekerjaan.
Kedua, apabila diputuskan berbeda dengan tujuan awal pemberian PMN, agar berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait langkah-langkah untuk menindaklanjuti perubahan penggunaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Â
Pencairan Tambahan PMN Hutama Karya
Temuan BPK kedua yakni mengenai pencairan tambahan PMN kepada PT Hutama Karya (Persero) atas penugasan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). BPK mencatat, proses pencairan dana PMN itu termasuk lambat.
BPK mencatat, seharusnya bagi BUMN yang mendapat penugasan jangka panjang dan untuk hajat hidup orang banyak, proyek pekerjaan harus segera dikerjakan tanpa menunggu PMN cair.
Untuk pendanaan pekerjaan tersebut, selama tahun 2019-2021 PT HK melakukan bridging pinjaman jangka pendek yang akan dipenuhi setelah PMN cair sebesar Rp4,25 triliun dengan bunga pinjaman sebesar Rp101,00 miliar.
"Permasalahan tersebut mengakibatkan PT HK menanggung tambahan beban keuangan perusahaan dari tahun 2019-2021 berupa bunga pinjaman jangka pendek sebesar Rp101,00 miliar dalam rangka memenuhi pendanaan pengusahaan JTTS," tulis BPK.
Sebagai upaya solusi, BPK merekomendasikan kepada Menteri BUMN agar menginstruksikan Wakil Menteri BUMN untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kemenkumham, serta Sekretariat Negara, untuk bersama-sama membuat jadwal dan rencana pelaksanaan dan percepatan proses pencairan dana PMN, sehingga proses pencairan dana PMN dapat dilaksanakan setelah UU APBN disahkan.
Â
Advertisement
Tak Dapat Dukungan PMN
Temuan BPK ketiga adalah tak adanya prioritas pemberian PMN kepada HK untuk proyek JTTS dan kepada PLN sebagai pelaksana rencana usaha oenyediaan tenaga liatrik (RUPTL). Keduanya tidak didukung dengan prioritas alokasi PMN, yaitu tidak terdapat pencairan PMN di tahun 2017 dan 2018.
Dampaknya, Hutama Karya harus menambah jumlah pinjaman sebesar Rp 13,16 triliun dengan beban bunga sebesar Rp 2,86 triliun dan PT PLN harus menambah jumlah pinjaman sebesar Rp10 triliun dengan beban bunga sebesar Rp529,00 miliar. Akibatnya, PT HK dan PT PLN menanggung tambahan beban keuangan perusahaan tahun 2017-2021 masing-masing sebesar Rp2,86 triliun dan Rp529,00 miliar.
"Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri BUMN agar menyusun langkah-langkah mitigasi risiko atas kekurangan pendanaan di BUMN pada penugasan jangka panjang dan berkoordinasi dengan pihak terkait, di antaranya Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempertimbangkan penyediaan fasilitas pendanaan dari perbankan yang tidak memberatkan BUMN yang mendapatkan penugasan dari Pemerintah," tulis laporan itu merinci.
Informasi, secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengelolaan PMN di BUMN mengungkapkan 10 temuan yang memuat 12 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 10 kelemahan SPI dan 2 permasalahan 3E sebesar Rp10,49 triliun.
Â