Sukses

Ada Penghapusan Tenaga Honorer, Bawaslu Bersama Kementerian PAN-RB Bahas 3 Skema Penyelesaian

Bawaslu bersama Kementerian PAN-RB membahas tiga pilihan skema untuk menyelesaikan ribuan tenaga honorer Bawaslu yang berpeluang diberhentikan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menuturkan, Bawaslu akan kehilangan sekitar 7.000 ribu tenaga honorer yang tersebar di seluruh Indonesia. Seiring hal tersebut, Bawaslu bersama Kementerian PAN-RB membahas tiga pilihan skema untuk menyelesaikan hal itu menyusul ada kebijakan penghapusan tenaga honorer paling lambat 28 November 2023.

Rahmat menjelaskan, tiga skema itu ada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) khusus. Misalnya PPPK dengan kriteria khusus. Kedua, disalurkan ke PNS atau PPPK.

"Yang ketiga, diperpanjang masa honorer sampai dua tahun ke depan, sampai selesai Pemilu 2024,” tutur dia dikutip dari Antara, Rabu (21/6/2023).

Namun, kedua belah pihak belum menemukan kesepakatan terkait dengan skema yang dipilih untuk menyelesaikan persoalan tenaga honorer tersebut. Tiga skema itu dibahas oleh Bawaslu bersama Kementerian PAN-RB pada sebuah pertemuan. Akan tetapi, Bagja tidak menyebutkan secara rinci waktu pertemuan itu.

Rahmat menuturkan, pihaknya berharap Kementerian PAN-RB dapat memilih satu di antara tiga skema itu selama menguntungkan tenaga honorer Bawaslu.

Sebelumnya Rahmat menuturkan, Bawaslu akan kehilangan sekitar 7.000 tenaga honerer yang tersebar di seluruh Indonesia setelah hadiri pelantikan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota di Banten, Jambi, dan Sumatra Barat di Kantor KPU RI pada Jumat, 16 Juni 2023.

Bagja menuturkan, saat 7.000 tenaga honorer itu diberhentikan, di setiap Bawaslu kabupaten/kota hanya akan tersisa 8-10 PNS. Dengan jumlah pegawai yang tergolong sedikit itu, Bawaslu berpeluang kesulitan mengawasi pada masa kampanye Pemilu 2024.

 

2 dari 6 halaman

Selain Bawaslu, KPU Terancam Kehilangan Ribuan Tenaga Honorer

Hal yang sama juga terjadi pada KPU RI. Anggota KPU RI, Parsadaan Harahap menuturkan, pihaknya berpotensi kehilangan sebanyak 7.551 pegawai non-aparatur sipil negara (ASN) atau tenaga honorer menyusul kebijakan penghapusan tenaga honorer.

Ribuan pegawai honorer itu tersebar di Kantor KPU RI atau Sekretariat Jenderal KPU RI, dan sejumlah kantpr KPU provinsi serta kantor KPU kabupaten/kota.

Parsa pun menuturkan, penghapusan tenaga honorer itu akan terjadi saat tahapan pelaksanaan Pemilu 2024 yang memasuki fase krusial, seperti dimulainya masa kampanye dan persiapan logistik pencoblosan yang pada dasarnya membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM).

Dengan demikian, KPU terus berkoordinasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

3 dari 6 halaman

Menpan RB Putar Otak, Jokowi Tak Ingin Penyelesaikan Masalah Tenaga Honorer dengan PHK Massal

Sebelumnya, dikutip dari Kanal Bisnis Liputan6.com, penataan tenaga honorer atau atau non-ASN di jajaran pemerintahan akan dilakukan dengan sejumlah prinsip. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menegaskan, penyelesaian masalah tenaga honorer ini diupayakan menghindari PHK massal, tetapi tetap dalam koridor UU ASN.

Anas mengemukan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi arahan agar dicarikan jalan tengah dalam penanganan tenaga honorer.

Kementerian PANRB lalu mendengarkan masukan dari para pemangku kepentingan yang telah intens diajak komunikasi, koordinasi, dan konsultasi, mulai dari DPR, DPD, APPSI, Apeksi, Apkasi, perwakilan tenaga non-ASN, akademisi, dan berbagai pihak lainnya. Sehingga didesainlah empat prinsip dalam penanganan tenaga non-ASN.

"Prinsip pertama adalah menghindari PHK massal," tegas Menteri Anas dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/4/2023).

Prinsip kedua, yakni tidak ada tambahan beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah. "Kemampuan ekonomi di setiap pemda tentu berbeda-beda. Untuk itu, penataan ini diharapkan tidak membebani anggaran pemerintah," imbuhnya.

Ketiga, menghindari penurunan pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini. Anas menilai kontribusi tenaga honorer dalam pemerintahan sangat signifikan. Pemerintah berusaha agar pendapatan tenaga non-ASN tidak menurun akibat adanya penataan ini.

"Ini adalah komitmen pemerintah, DPR, DPD, asosiasi pemda, dan berbagai stakeholder lain untuk para tenaga non-ASN," kata Anas.

 

 

4 dari 6 halaman

Jadi Perhatian Pemerintah

Adapun prinsip keempat adalah sesuai regulasi yang berlaku. "Tentu nanti kita susun formulanya seperti apa agar sesuai koridor regulasi," sebutnya.

Penyelesaian tenaga non-ASN, kata Anas, menjadi perhatian pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan. Pada prinsipnya akan dicarikan alternatif penyelesaian dan saat ini masih dalam proses pembahasan dan kajian yang mendalam terhadap berbagai alternatif.

"Presiden Jokowi telah menginstruksikan untuk mencari jalan tengah. Sudah kita susun prinsip-prinsipnya berdasarkan masukan pemangku kepentingan. Nah untuk formulanya kini sedang dibahas bersama seluruh pemangku kepentingan, sebelum nanti ditetapkan pemerintah," tuturnya.

5 dari 6 halaman

Pemerintah Bakal Hapus Tenaga Honorer November 2023, Gimana Nasibnya?

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas tengah memikirkan bagaimana nasib tenaga honorer di kalangan pemerintahan, yang statusnya bakal dihapus per November 2023.

Anas mengatakan, sebenarnya per 2018, sisa tenaga honorer hanya sekitar 444.687 orang, yang disebut sebagai Tenaga Honorer Kategori II (THK 2). Jumlah itulah yang seharusnya dituntaskan penataannya.

Pasalnya, sejak 2018, semua instansi pemerintah dilarang lagi mengangkat tenaga Non-ASN termasuk honorer, dan diberi waktu paling lama 5 tahun untuk menyelesaikan penataanya sampai dengan November 2023.

Namun, karena berbagai dinamika dan kebutuhan pelayanan, pengangkatan tenaga non-ASN masih dilakukan.

"Pada sisi lain, memang tidak bisa dipungkiri bahwa tenaga honorer sangat membantu dalam penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk sektor pendidikan dan kesehatan," ujar Anas dalam keterangan tertulis, Kamis (23/2/2023).

Dia menjelaskan, berdasarkan pendataan dan validasi data terbaru, jumlah tenaga non-ASN plus honorer THK 2 yang tersisa totalnya mencapai 2,3 juta orang. Namun, belum diketahui secara jelas berapa rincian masing-masing di antaranya.

Dari jumlah tersebut, hanya 1,8 juta yang diiringi surat pertanggungjawaban mutlak (SPTJM). Sedangkan sisanya belum mendapat validitas dari pejabat pembina kepegawaiannya, termasuk kepala daerah.

"Saat ini, Kementerian PANRB secara maraton telah bertemu dengan Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia), Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia), dan APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia) untuk mencari opsi terbaik bagi penataan tenaga non-ASN," ungkapnya.

"Jadi pemerintah pusat tidak mau seenaknya sendiri, tapi kami mendengar suara daerah sebagai salah satu pengguna terbanyak tenaga non-ASN," sebut dia.

 

6 dari 6 halaman

Banyak Masukan

Selain itu, lanjut Anas, Kementerian PANRB berkonsultasi dan mendapat banyak masukan dari komisi terkait di DPR dan DPD.

"Kami juga telah dan terus konsultasi dengan teman-teman di DPR maupun DPD, karena beliau-beliau juga punya concern terhadap masalah ini," kata Anas.

Anas memaparkan, terdapat sejumlah opsi yang saat ini masih diperdalam. "Semua opsi tersebut sudah kami bedah analisisnya, mulai dari analisis strategis, keuangan, hingga operasional," ucap mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tersebut.

Video Terkini