Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Maruf Amin menyebut literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia masih rendah yakni hanya 9,14 persen di tahun 2022. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan literasi keuangan secara keseluruhan yang mencapai 49,68 persen.
Tak hanya itu, inklusi keuangan syariah nasional juga baru mencapai 12,12 persen. Jauh tertinggal dari inklusi keuangan konvensional yang sudah di angka 85,1 persen.
Terkait hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membentuk tim khusus untuk meningkatkan literasi keuangan dan inklusi keuangan syariah. Salah satunya dengan memberikan edukasi dan literasi terkait hal tersebut dalam setiap kesempatan kepada masyarakat.
Advertisement
“Setiap kali kita edukasi literasi tidak hanya ngomongin yang konvensional, tapi ya ngomongin yang syariah juga sehingga sama,” kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa dalam Kick Off Generic Model Ekosistem Keuangan Inklusif di Tanah Datar, Sumatera Barat, Rabu (21/6) malam.
Dia mencontohkan, jika ada program edukasi dan literasi keuangan, maka materi yang diberikan kepada masyarakat mengandung sudah mencakup literasi dan inklusi keuangan konvensional dan syariah. Sehingga dalam satu waktu, mereka mendapatkan pengetahuan yang sama terkait keuangan konvensional dan syariah.
“Jadi tidak ada mestinya orang tahu konvensional (tapi) tidak tahu syariah,” kata Aman.
Hanya saja memang, kata Aman keuangan syariah ini belum merakyat di masyarakat lantaran belum adanya role model yang dijadikan panutan. Seringnya, edukasi dan literasi keuangan syariah digembar-gemborkan namun tidak digunakan secara massal oleh sebuah instansi.
“Kalau edukasi barangkali kritik untuk kita semua mendekomotikan. OJK sebenarnya mengayomi dua-duanya,” ungkap Aman.
“Memang perlu ada yang namanya role model, institusi manajer menggunakan keuangan syariah ternyata belum. Itu yang kita mau dorong,” pungkasnya.
OJK Terbitkan Aturan Soal Pencegahan Pendanaan Senjata Pemusnah Massal
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal. Aturan ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023 (POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK).
POJK ini mencabut POJK Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan sebagaimana telah diubah dengan POJK Nomor 23/POJK.01/2019.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan, Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan (POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK) ini untuk memitigasi risiko tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Selain itu, POJK ini juga untuk memitigasi risiko tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan atau pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal (PPSPM) yang berkembang dan menjadi ancaman serius bagi negara," kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (16/6/2023).
POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK telah selaras dengan prinsip internasional antara lain Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta perkembangan inovasi dan teknologi yang harus diikuti penjagaan aspek keamanan dan kerahasiaan.
POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK merupakan bukti komitmen OJK dalam mendukung tujuan Negara Republik Indonesia menjadi anggota penuh FATF, di mana sektor jasa keuangan memiliki ukuran dan materialitas signifikan.
Advertisement
OJK Tuntaskan 101 Perkara Tindak Pidana Sektor Jasa Keuangan, Apa Saja?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyelesaikan 101 perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan yang telah dinyatakan lengkap (P-21), sampai Juni 2023.
Perkara yang diselesaikan tersebut terdiri dari 79 Perkara Tindak Pidana Perbankan, 17 Perkara Tindak Pidana IKNB, dan 5 Perkara Tindak Pidana Pasar Modal.
Lembaga ini memang memiliki kewenangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai OJK.
Demikian disampaikan Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJKTongam L. Tobing dalam acara sosialisasi pencegahan tindak pidana sektor jasakeuangan di Medan, Kamis (15/6/2023).
Sosialisasi pencegahan tindak pidana di sektor jasa keuangan kepada pelaku usaha jasa keuangan dan asosiasi jasa keuangan dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pemahaman terhadap upaya pencegahan tindak pidana di sektor jasa keuangan oleh OJK.
Tongam menjelaskan, untuk semakin memperkuat kewenangan penyidikan dan guna membangun sistem peradilan pidana yang kredibel, saat ini OJK memiliki 10 Penyidik Polri dan 5 PPNS yang ditugaskan di OJK serta 5 penugasan Jaksa sebagai analis perkara.
Sebelumnya sosialisasi tindak pidana di sektor jasa keuangan digelar bersama Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Sumatera Utara pada 14 Juni 2023 dan bersama Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Sumatera Barat pada 20 Maret 2023.
Tongam menambahkan, pelaksanaan tugas Penyidikan OJK telah memperoleh penghargaan sebagai Penyidik Terbaik dari Bareskrim Polri pada 24 November 2022 lalu atas prestasi penegakan hukum di sektor jasa keuangan selama 2022.
OJK menjadi lembaga terbaik dalam penyelesaian kasus untuk kategori Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian/Lembaga.
Melalui langkah-langkah penguatan dan penegakan hukum tersebut, OJK optimis stabilitas sistem keuangan dapat terjaga khususnya dalam mengantisipasi peningkatan risiko eksternal dan semakin mendorong pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.