Liputan6.com, Jakarta Ekonom di Ifo Institute memprediksi perekonomian Jerman akan berkontraksi lebih dari yang diperkirakan sebelumnya tahun ini, karena inflasi akan berdampak pada konsumsi swasta.Â
"Ekonomi Jerman bekerja sangat lambat untuk keluar dari resesi," kata kepala prakiraan ekonomi Ifo Timo Wollmershaeuser, dikutip dari US News, Kamis (22/6/2023).
Baca Juga
Produk domestik bruto Jerman diperkirakan turun 0,4Â persen tahun ini, lebih dari perkiraan 0,1 persen oleh Ifo Institute pada bulan Maret.
Advertisement
"Saat kami membandingkan Jerman dengan mitra dagang utama kami, negara-negara ini setidaknya diharapkan mencatat pertumbuhan," ungkap Wollmershaeuser.
Ifo memperkirakan PDB zona euro akan meningkat hanya sebesar 0,6 persen tahun ini dan AS sebesar 0,9 persen.
Lembaga ekonomi itu juga memangkas perkiraan pertumbuhan PDB Jerman pada 2024 menjadi 1,5 persen, turun dari 1,7 persen yang diperkirakan sebelumnya.
Inflasi Jerman diperkirakan akan turun perlahan dari 6,9 persen pada 2022 menjadi 5,8 persen tahun ini, turun menjadi 2,1 persen pada 2024.Â
Mengenai inflasi inti Jerman, Institut Ifo memperkirakan akan meningkat menjadi 6 persen tahun ini dari 4,9 persen pada tahun 2024 mendatang.
Karena inflasi, konsumsi swasta di Jerman akan turun 1,7 persen tahun ini, menurut prakiraan Ifo. Selain itu, konsumsi swasta diperkirakan tidak akan naik lagi sampai tahun 2024, ketika akan membukukan kenaikan 2,2 persen.
Adapun angka pengangguran di Jerman yang diperkirakan akan sedikit meningkat pada tahun 2023, namun tingkat pengangguran tetap tidak berubah dari tahun sebelumnya sebesar 5,3 persen tahun ini menjadi 5,5% pada tahun 2024.
Pinjaman baru pemerintah juga diperkirakan akan turun dari 106 miliar euro (USD 115 miliar) pada 2022 menjadi 69 miliar tahun ini dan 27 miliar tahun depan, menurut perkiraan Ifo.
Jerman Masuk Jurang Resesi, Ekonomi Kontraksi 0,3% di Kuartal I 2023
Perekonomian Jerman sedikit menyusut pada kuartal pertama 2023 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Penyusutan ini mendorong Jerman memasuki resesi teknis.
Data dari Kantor Statistik Federal, Destatis menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman turun 0,3 persen di kuartal pertama 2023.
"Setelah pertumbuhan PDB memasuki wilayah negatif pada akhir tahun 2022, ekonomi Jerman kini mencatat dua kuartal negatif berturut-turut," kata Presiden Destatis, Ruth Brand, dikutip dari Deutsche Welle Kamis (25/5/2023)..
Angka PDB negara ekonomi terbesar Eropa pada Januari hingga Maret 2023 mengikuti penurunan 0,5 persen pada kuartal keempat tahun 2022.
Seperti diketahui, resesi umumnya didefinisikan sebagai kontraksi ekonomi selama dua kuartal berturut-turut.
"Butuh beberapa revisi statistik, tetapi pada akhirnya, ekonomi Jerman benar-benar melakukan musim dingin ini seperti yang kami khawatirkan sejak musim panas lalu," ungkap ekonom ING, Carsten Brzeski dalam sebuah catatan kepada klien.
Brzeski menyebut, cuaca musim dingin, rebound dalam aktivitas industri, dibantu oleh pembukaan kembali China dan pelonggara rantai pasokan tidak cukup kuat untuk mengeluarkan ekonomi Jerman dari zona bahaya resesi.
Ditambah lagi, tingginya inflasi di Jerman terus berdampak pada ekonomi negara itu selama kuartal tersebut.
Hal ini tercermin dari konsumsi rumah tangga yang turun 1,2 persen quarter-on-quarter setelah penyesuaian harga dan musiman.
Rumah tangga di Jerman membelanjakan lebih sedikit untuk makanan, minuman, pakaian, sepatu, dan furnitur dibandingkan kuartal sebelumnya. Mereka juga membeli lebih sedikit mobil baru, kemungkinan karena subsidi pemerintah dihentikan pada akhir tahun 2022.
Advertisement
Pengeluaran Pemerintah Merosot
Selain itu, Pengeluaran pemerintah Jerman juga merosot dalam tiga bulan pertama tahun ini.
Namun, ada secercah cahaya ketika investasi, yang naik dalam tiga bulan pertama tahun ini setelah paruh kedua tahun 2022 yang lemah, dibantu oleh pemulihan sementara di sektor konstruksi.
"Penurunan PDB sebesar 0,3 persen jauh lebih sesuai dengan ekspektasi pada awal tahun karena Jerman telah terpukul oleh inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga," kata Andrew Kenningham, kepala ekonom Eropa di Capital Economics.