Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan, nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) hingga 21 Juni 2023 tercatat mengalami pelemahan. Di sisi lain, kurs mata uang negara maju justru menguat terhadap dolar AS.
"Perbedaan kondisi ekonomi di negara maju dan berkembang mendorong nilai tukar dolar AS cenderung melemah terhadap negara maju, tetapi menguat terhadap mata uang negara berkembang," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam sesi konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI Juni 2023, Kamis (22/6/2023).
Baca Juga
Sehingga, Perry menilai, perkembangan ini memerlukan penguatan respons kebijakan untuk mitigasi risiko rambatan global terhadap ketahanan eksternal di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Advertisement
Menurut catatan bank sentral, ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan nilai tukar rupiah Juni 2023 sampai 21 Juni secara rata-rata sedikit melemah, sekitar 0,56 persen dibandingkan rata-rata kurs Mei 2023.
"Namun demikian, rupiah secara point to point baik dibandingkan dengan akhir Mei 2023 maupun akhir 2022 menguat masing-masing sebesar 0,3 persen dan 0,417 persen," terang Perry.
Kendati keok dari dolar AS, ia menyebut nilai tukar rupiah dibandingkan level akhir 2022 masih lebih baik daripada apresiasi rupee India dan peso Filipina, masing-masing sebesar 0,85 persen dan 0,15 persen. Sedangkan Thai Baht mencatat depresiasi 0,70 persen.
"Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan apresiasi nilai tukar rupiah akan terus berlanjut ditopang surplus transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing seiring prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik," tuturnya.
Rupiah Kembali Berjaya karena Pidato Bos Fed Tak Sesuai Harapan
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya bergerak menguat pada perdagangan Kamis ini setelah sebelumnya terus menerus mengalami tekanan. Penguatan rupiah hari ini karena pernyataan dari Gubernur Bank Sentral AS (the Fed) tidak sesuai ekspektasi pelaku pasar.
Pada Kamis (22/6/2023), Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Kamis pagi menguat 47 poin atau 0,31 menjadi 14.905 per dolar AS dari sebelumnya 14.952 per dolar AS.
Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan, penguatan rupiah terhadap dolar AS pada pembukaan perdagangan hari ini disebabkan penurunan index dolar AS.
"Penurunan tersebut) dipicu testimoni Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve (Fed) Jerome Powell mengenai pertumbuhan dan inflasi yang tak sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar," ujar dia dikutip dari Antara.
Salah satu isu yang menjadi perhatian pelaku pasar adalah gambaran ekonomi AS yang masih kuat dan inflasi yang berjalan terlalu tinggi. "Padahal, ekonomi AS mulai terdampak kebijakan suku bunga tinggi oleh The Fed," ucapnya.
Meninjau dari faktor domestik, penguatan rupiah dipengaruhi Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan menahan suku bunga acuan sesuai dengan ekspektasi pasar. BI diperkirakan akan menahan suku bunga acuan tetap di level 5,75 persen.
Faktor lainnya adalah tren penurunan yield obligasi pemerintah Indonesia yang diperkirakan masih akan berlanjut
"Rata-rata penurunan yield obligasi pemerintah di kisaran 2-4 bps," ungkap Rully.
Advertisement
Pernyataan Powell
Sebelumnya, Powell akan menghadapi Anggota Parlemen AS dalam dua hari kesaksian, sejak Rabu (21/6) pada pukul 14.00 GMT hingga hari ini, dan akan ditanyai mengenai kepastian kenaikan suku bunga acuan pada bulan Juli dan puncak suku bunga yang diproyeksikan mencapai 5,5 persen-5,7 persen.
Pasar memiliki keraguan dan saat ini menyiratkan sekitar 78 persen kemungkinan kenaikan menjadi 5,25 persen hingga 5,5 persen pada bulan depan, dengan kemungkinan itu adalah akhir dari keseluruhan siklus pengetatan.
Lukman menyebutkan penguatan rupiah diiringi dengan penurunan pada imbal hasil obligasi tenor 10 tahun Indonesia yang mencerminkan permintaan investor pada surat berharga negara.
Â