Liputan6.com, Jakarta Bupati Tanah Datar, Eka Putra menyebut telah menganggarkan dana Rp600 miliar untuk subsidi kredit di Bank Nagari. Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023 ini digunakan untuk membayar subsidi bunga di Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
"Anggaran untuk subsidi kita siapkan sekitar Rp6 miliar, " kata Eka di Nagari Sumpur, Tanah Datar, Sumatera Barat, Kamis (22/6).
Baca Juga
Eka menjelaskan subsidi bunga kredit diberikan lewat pinjaman ke Bank Nagari. Dari 6 persen bunga, dipangkas 4,5 persen. Sehingga masyarakat hanya tinggal membayar bunga pinjaman 1,5 persen.
Advertisement
"Pinjamnya di Bank Nagari, bunganya dibayarkan APBD selama 2 tahun," kata Eka.
Cara ini kata Eka sebagai starategi pemerintah dalam melawan rentenir yang kerap menjebak masyarakat. Sehingga mereka bisa meninggalkan pinjaman dari rentenir yang bunganya lebih dari 10 persen per bulan atau bahkan per hari.
"Ini adalah cara kami dalam rangka berantas rentenir, jadi biaya yang dibayarkan bunganya saja," kata dia.
Untuk mendapatkan program ini masyarakat hanya perlu mengajukan ke Bank Nagari dengan maksimal pinjaman Rp10 juta. Dalam program ini kreditur hanya membayarkan pokok dan bunga 1,5 persen.
"Jadi yang bunga 4,5 persen dibayar Pemda, dan 1,5 persen dibayar masyarakat. Sebenarnya bisa kita gratiskan bunganya tapi nanti masyarakat enggak belajar," kata Direktur Kredit dan Syariah Bank Nagari, Gusti Candra dalam kesempatan yang sama.
Gusti menambahkan tidak ada syarat khusus bagi masyarakat yang ingin mengakses program ini. Mereka hanya perlu datang ke Bank Nagari dengan membawa identitas untuk bisa mendapatkan pinjaman murah.
"Tidak ada syarat khusus, tinggal datang ke Bank Nagari. Yang penting punya usaha. Kalau ada surat keterangan itu juga boleh dilampirkan dan pinjaman ini tanpa agunan," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Ternyata Ini yang Bikin Banyak Orang Indonesia Terjebak Pinjol Ilegal
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan masih adanya gap yang tinggi antara literasi keuangan dengan inklusi keuangan di Tanah Air.
Dalam survei tersebut tingkat literasi keuangan baru mencapai 49,68 persen sedangkan inklusi keuangan sudah mencapai 85,01 persen.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa mengatakan masih ada gap yang cukup besar antara literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Meski begitu hal ini sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah besar.
"Ada gap masih cukup besar, meskipun kalau kita bahas, enggak salah-salah amat," kata Aman dalam Kick Off Generic Model Ekosistem Keuangan Inklusif di Tanah Datar, Sumatera Barat, Rabu (21/6) malam.
Menurutnya saat ini banyak orang yang sudah menggunakan produk-produk di sektor jasa keuangan. Namun mereka belum memahami dengan baik fungsi, kekurangan dan kelebihan dari produk yang dipakai.
"Banyak orang sudah lakukan interaksi atau gunakan sektor jasa keuangan tapi belum belajar, dan itu tidak apa-apa. Kita suruh orang nabung-nabung atau orang dapat bansos tapi tabung dulu itu namanya sudah inklusi," tuturnya.
Meski begitu hal antara literasi dan inklusi keuangan menjadi tantangan tersendiri. Ketidaktahuan terkait produk jasa keuangan beresiko pada penggunaan produk jasa keuangan.
"Jadi artinya dia belum mampu menghitung, ini kalau saya pakai produk ini risikonya apa, benefitnya apa," kata dia.
Advertisement
Produk Jasa Keuangan
Akibatnya masyarakat malah terjebak menggunakan produk jasa keuangan.Tak hanya itu, bahkan ada yang malah menggunakan produk jasa keuangan ilegal sepeti pinjalan online ilegal atau pinjol ilegal.
"Itu masih mending, tapi yang paling parah apabila ternyata dia menggunakan produk-produk jasa keuangan yang ilegal," kata dia.
"Sehingga nanti dia pada saat harus memenuhi kewajibannya, dikejar-kejar dengan cara-cara yang tidak etis, menggunakan data-data pribadi dengan cara-cara kasar yang semacam itu," sambungnya.
Untuk itu pemerintah termasuk OJK akan terus meningkatkan literasi keuangan di masyarakat. Agar produk-produk jasa keuangan bisa digunakan secara bijak dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Intinya semakin orang terliterasi maka dia semakin bijak di dalam memilih produk-produk keuangan yang mereka butuhkan," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com