Sukses

Jadi Penguasa Ekspor CPO, Kok Minyak Goreng Pernah Langka di Indonesia?

Produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia relatif tinggi, sehingga masih menjadi penguasa ekspor minyak sawit mentah di dunia.

Liputan6.com, Jakarta Rencana pembentukan Sub Holding Palm Co PTPN diyakini akan membantu meningkatkan kemampuan pemerintah mengelola ketahanan pangan, terutama memenuhi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri, serta memperkuat program hilirisasi dari sektor perkebunan.

Direktur Riset CORE Indonesia, Dr Piter Abdullah mengatakan Indonesia memang sudah seharusnya memiliki BUMN besar yang khusus mengelola minyak sawit, sehingga pemerintah bisa lebih leluasa dalam mengeluarkan kebijakan saat terjadi gejolak harga.

Piter mengakui produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia relatif tinggi, sehingga masih menjadi penguasa ekspor minyak sawit mentah di dunia.

Namun, jelasnya, meski produksi tinggi, ancaman terjadinya kelangkaan minyak goreng dan produk turunannya di Indonesia bisa saja terjadi, seperti yang pernah terjadi sebelumnya dampak dari kenaikan harga CPO di luar negeri.

“Walaupun produksi CPO Indonesia tinggi, pengalaman lalu Indonesia pernah mengalami kelangkaan minyak goreng. Ini terjadi karena harga CPO mahal di luar negeri, sehingga lebih menguntungkan untuk di ekspor ke luar negeri. Akibatnya, CPO di dalam negeri langka,” ujarnya dikutip Jumat (23/6/2023).

Namun, dia mengatakan Pemerintah sulit memaksa perusahaan swasta agar mengutamakan kebutuhan pasar dalam negeri, sedangkan selama ini, BUMN perkebunan tidak menguasai mayoritas produksi.

Tidak hanya dari sisi perusahaan swasta, jelasnya, petani juga lebih memilih menjual tandan buah segar-nya ke perusahana swasta untuk diolah menjadi CPO dan di ekspor karena lebih menguntungkan.

“BUMN tidak menguasai mayoritas. Ini yang kiranya menjadi pemicu pemikiran bahwa Indonesia tidak bisa menyerahkan ini ke swasta. Jadi saya sependapat, dengan pendirian Palm Co untuk mengimbangi peran swasta di dalam supply chain CPO,” tambahnya.

 

2 dari 4 halaman

Penjualan Sawit Petani

Lebih jauh, dia mengatakan selama ini jalur penjualan sawit petani mayoritas ke perusahaan swasta.

Hal ini karena perusahaan swasta memiliki rantai pasok dan pengolakan sawit jadi CPO dan produk turunannya untuk kemudian diekspor. Dengan adanya BUMN khusus sawit, yaitu Palm Co, dia menilai akan bisa membantu meningkatkan kesejahteran petani karena ada jaminan harga. Kemudian, posisi tawar petani juga meningkat karena ada beberapa alternatif pembeli sawit.

“Bahkan lebih jauh lagi dalam upaya melalukan hilirasisai di sektor sawit. Saya kira ini juga alasan didirikan Palm Co. Kemudian, ada penyeimbang dari sisi supply chain sawit dan ini bisa menguntungkan petani,” paparnya.

Dia menilai pembentukan Palm Co adalah bentuk keseriusan Pemerintah membangun dan mengembangkan industri sawit di Tanah Air. Palm Co dapat menjadikan BUMN menjadi pemimpin dalam upaya hilirisasi perkebunan dari komoditas sawit.

“Jadi pembentukan Palm Co ini positif. Mari kita support Kementerian BUMN agar rencana yang baik ini bisa dieksekusi dengan baik dan profesional,” jelas Piter Abdullah

3 dari 4 halaman

Mendag: Ekspor CPO Lewat Bursa Berjangka Meluncur Juni 2023

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas mengatakan, Kementerian Perdagangan akan tetap berkomitmen meningkatkan kinerja ekspor minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO juga mendorong pembentukan harga acuan CPO yang transparan, akuntabel, dan tepat waktu, selain untuk perusahaan besar, menengah serta petani kelapa sawit.

Hal dilakukan Kementerian Perdagangan dengan menginisiasi kebijakan ekspor CPO melalui Bursa Berjangka.

Lalu, Mendag Zulkifli Hasan juga menyampaikan dalam acara Konsultasi Publik Rancangan “Kebijakan Ekspor CPO Melalui Bursa Berjangka di Indonesia” pada Senin, (5/6/2023) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta. Acara ini dihadiri pemangku kepentingan sektor kelapa sawit dan perwakilan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).

Selanjutnya, hadir medampingi Mendag Zulhas Sekretaris Jenderal Suhanto, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso, serta Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kasan. 

Sementara itu, hadirnya tim inti pejabat eselon II sekretaris Bappebti Olvy Andrianita, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) Tirta Karma Senjaya, Kepala Biro Pengawasan PBK, Sistem Resi Gudang (SRG), dan Pasar Lelang Komoditas (PLK) Widiastuti, Direktur Ekspor Produk Pertanian Dan Kehutanan Ditjen Daglu Farid Amir, serta Kepala Pusat Kebijakan Ekspor Impor dan Pengamanan Perdagangan Iskandar Panjaitan.

“Ekspor CPO melalui bursa berjangka yang ditargetkan diluncurkan pada Juni 2023 ini diharapkan dapat menjadi pembentuk harga patokan CPO. Keberadaan ekspor CPO melalui bursa berjangka akan mempermudah pengusaha, meningkatkan efisiensi dan transparansi, serta pada akhirnya meningkatkan perdagangan Indonesia,” kata Mendag Zulkifli Hasan.

4 dari 4 halaman

Kondisi Ekonomi Global

Kondisi perekonomian global yang sedang melemah. Untuk itu perlunya inovasi-inovasi seperti pengalihan perdagangan dari pasar tradisional ke nontradisional seperti Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika. Hal ini diperlukan karena mulai banyak aturan-aturan yang mempersulit ekspor seperti adanya kebijakan sertifikasi di Eropa dan Amerika.

“Selain pengalihan pasar dari tradisional ke nontradisional perlu juga memperkuat kebijakan ekspor Indonesia. Salah satunya melalui kebijakan ekspor CPO karena CPO merupakan salah satu penyumbang surplus neraca perdagangan,” sambungnya.

Menurut Mendag Zulhas, sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia, sudah selayaknya Indonesia memiliki harga acuan untuk CPO sendiri. Tetapi, dalam kondisi yang ada sekarang menunjukkan bahwa Indonesia belum berperan dalam memberikan harga acuan yang diakui di pasar dunia. Harga acuan untuk komoditas CPO saat ini masih mengacu ke Pasar Fisik Rotterdam dan Pasar Berjangka di Kuala Lumpur (MDEX) sebagai basis penetapan harga CPO dunia.

“Berkaitan dengan kebijakan tersebut diperlukan berbagai masukan agar ekspor CPO melalui bursa tidak merugikan pelaku usaha CPO. Proses bisnis yang ada sekarang tidak banyak berubah kecuali mewajibkan ekspor CPO melalui bursa berjangka. Kebijakan kewajiban pemenuhan DMO (Domestic Market Obligation) masih berlaku, sehingga eksportir tetap wajib memiliki HE terlebih dahulu. Diharapkan pelaku usaha dapat mendukung keberadaan pengaturan ekspor CPO melalui bursa berjangka ini,” tandas Mendag Zulkifli Hasan.