Sukses

IMF Minta Indonesia Cabut Larangan Ekspor Nikel, Kabulkan Jangan?

Pemerintah Indonesia disarankan mengabulkan permintaan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) untuk menghapus kebijakan larangan ekspor nikel.

Liputan6.com, Jakarta Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan agar Pemerintah Indonesia mengabulkan permintaan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) untuk menghapus kebijakan larangan ekspor nikel.

"Menurut saya batalkan saja, terlepas dari IMF yang bicara sebenarnya batalkan saja pelarangan ekspor nikel ini," kata Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (28/6/2023). 

Bhima paham betul bahwa maksud Pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor nikel untuk hilirisasi. Namun, permasalahannya hilirisasi yang dilakukan masih bersifat setengah jadi. Jika prosesnya masih begitu, maka akan mengakibatkan kebijakan pelarangan ekspor nikel tidak efektif.

"Terkait dengan pelarang ekspor yang dari awal itu kan untuk hilirisasi, masalahnya kita hanya setengah jadi hilirisasi sekarang seperti feronikel. Jadi, cuman kalau tanggung setengah hilirisasi sementara insentif yang diberikan begitu besar tentu akan mengakibatkan tidak efektif pelarangan ekspor nikel," jelasnya.

Selain itu, Bhima juga menyoriti terkait Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai dugaan ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China sejak Januari 2020-Juni 2022.

"Ini kan masalah saya pikir kalau mau menarik hilirisasi yang utuh bukan dengan jalan proteksiesme pelarangan ekspor bijih nikel, tapi didorong untuk investasi hilirasinya," ujarnya.

Disisi lain, sebelumnya Indonesia kalah melawan Uni Eropa dalam gugatan larangan ekspor bijih nikel (nikel ore) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Menurutnya, hal itu hanya membuang anggaran saja. Sebab, biaya yang dibutuhkan untuk sidang di WTO tidaklah murah.

"Kalau misalnya dilakukan pelarangan ekspor begini ya khawatir juga, nanti jadi gugatannya fix menang Uni Eropa untuk kasus nikel, dan itu ada biaya litigasi untuk sidang di WTO yang tidak murah juga," ujarnya.

 

2 dari 3 halaman

Pelarangan Ekspor Bijih Nikel

Permasalahan lainnya, yakni saat kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel berlaku pada 1 Januari 2020 yang lalu, banyak pertambangan nikel yang menjual bijih nikel ke pabrik smelter dengan harga murah. 

Sementara, smelter yang melakukan hilirisasi  hasilnya langsung diekspor ke Tiongkok, artinya ada nilai tambah yang besar yang dinikmati  Tiongkok dibandingkan ke dalam negeri.

"Ada lagi masalah lainnya, jadi pada waktu pelarangan ekspor nikel, banyak pertambangan nikel menjual ke pabrik smelter tapi harganya lebih murah dibandingkan harga internasional, atas kasus itu rugi kita," ujarnya.

Dengan demikian, Bhima menilai Indonesia seolah mengalami hilirisasi yang baik namun nyatanya masih banyak berbagai aspek hilirisasi nikel yang perlu dievaluasi.

"Seolah kita mengalami hiliriasi tapi sebenarnya masih banyak yang harus dievaluasi dan mereka menganggap Indonesia mengalakukan proteksiesme, kalau dibalas negara lain repot juga nanti merugikan," pungkasnya. 

3 dari 3 halaman

Terungkap, Begini Cara Ekspor Ilegal 5 Juta Ton Nikel Indonesia ke China

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan penyelundupan ore nikel sebanyak lima ton dari Indonesia ke China. Lalu bagaimana penyelundupan tersebut terjadi di tengah larangan ekspor ore nikel ke luar negeri sejak 2020.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menuturkan, penyelundupan ore nikel terjadi di Pelabuhan China sejak 2021. Penyelundupan ore nikel tersebut diduga terjadi dengan memakai dokumen pelaporan kode barang yang diekspor yakni HS Code 2604 atau HS0 2604.

"Terjadi ilegal (ekspor) nikel ore yang ada beberapa custom atau port di China, dan memang setelah kita cek memang betul ada. Dan ini menggunakan HS Code 2604. Artinya HS Code 2604 ini untuk nikel olahan atau nikel pig iron atau sejenisnya. Apakah ini ada kebobolan di mana terjadi ekspor untuk bijih nikel seharusnya dalam dokumen pelaporan dokumen digunakan HS Code 2604 jadi bukan bijih nikel, ini tentu yang harus diwaspadai bagaimana bea cukai kita loloskan beberapa dokumen,” ujar Meidy dalam program acara Mining Zone di salah satu media online, dikutip Selasa (27/6/2023).

Ia menambahkan, ekspor illegal bijih nikel ke China tersebut menyebabkan kerugian. Pihaknya mencatat kerugian nilai ekspor ilegal bijih nikel diprediksi mencapai USD 48 juta pada 2021. Sedangkan pada 2022, kerugian ekspor ilegal bijih nikel diperkirakan USD 54,6 juta. "Ini kerugian cukup besar,” ujar dia.

Meidy mengingatkan untuk mewaspadai pabrik yang punya akses ke Pelabuhan internasional untuk ekspor olahan nikel.  Ia menuturkan, dokumen dengan memakai kode HS Code 2604 tersebut keluarkan barang pabrik, jadi bukan tambang.

"Kita bukan menuduh, belum dapat detail, siapa eksportir yang nakal ini, kita hanya dapat data dari China saja nilai, kuantatif per bulan, di ekspor, di custom China, cuma yang harus dicek daerah mana, port mana yang dikirim bijih nikel ini yang menggunakan HS Code 2604 ini yang paling penting,” kata dia.