Sukses

Kemendag: Ekspor Produk Turunan CPO Tak Lewat Bursa Berjangka Komoditi

Ekspor melalui bursa berjangka komoditi hanya akan mengatur CPO dengan HS 15111000 dan tidak termasuk produk turunannya.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Ditjen Daglu Kementerian Perdagangan Farid Amir menerangkan, ekspor melalui bursa berjangka komoditi hanya akan mengatur CPO dengan HS 15111000 dan tidak termasuk produk turunannya.

Hal ini dipilih karena CPO tersebut volumenya tidak terlalu besar, sehingga saat implementasi tidak menimbulkan goncangan yang terlalu besar pula.

“Selain itu, pihak-pihak yang berhak melakukan ekspor adalah Ekportir Terdaftar (ET) dan memiliki Hak Ekspor (HE) yang diperoleh dari pemenuhan atas kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan/atau dari pihak yang mengalihkan HE atas pemenuhan DMO,” jelas Farid dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (29/6/2023).

Farid juga menjelaskan, alur bisnis proses dari kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka tidak ada perubahan yang signifikan. Pada kebijakan ini ada penambahan satu proses sebelum eksportir malakukan ekspor CPO, yaitu harus ditransaksikan di bursa berjangka untuk kemudian diterbitkan bukti pembelian CPO oleh bursa. Bukti pembelian ini adalah dokumen yang akan digunakan dalam pemrosesan Persetujuan Ekspor (PE).

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita menjelaskan Rancangan Peraturan Bappebti dan Rancangan Peraturan dan Tata Tertib Bursa.

Menurutnya, Rancangan Peraturan Bappebti tentang Petunjuk Teknis Perdagangan Pasar Fisik untuk Ekspor CPO yang mengatur, antara lain tata kelola bursa CPO dan lembaga kliring CPO, persyaratan perizinan bursa CPO dan lembaga kliring CPO, tata cara perdagangan di bursa CPO, mekanisme pengawasan oleh Bappebti dan bursa CPO, mekanisme penyelesaian perselisihan dan force majeur.

Sementara, Peraturan Tata Tertib (PTT) ekspor CPO melalui bursa berjangka berisi ketentuan lebih teknis yang mencakup persyaratan dan tata cara penerimaan peserta penjual/peserta pembeli, hak dan kewajiban peserta penjual/peserta pembeli, biaya jaminan transaksi, mekanisme pengawasan, mekanisme penyerahan fisik CPO dan force majeur.

“Dalam prosesnya, ketiga kebijakan/ketentuan teknis tersebut harus komprehensif dan sinergis sehingga perlu mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan. Kebijakan ekspor CPO juga harus selaras dengan kebijakan pemenuhan kebutuhan CPO dalam negeri, sehingga tidak memberatkan pelaku usaha,” terang Olvy.

 

 

 

2 dari 3 halaman

Kata Pelaku Usaha

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan Juan Permata Adoe menyampaikan, kebijakan-kebijakan yang dibuat harus dapat diterima oleh pelaku usaha.

“Selain itu, diharapkan penghasilan devisa dari CPO ini dapat stabil. Sehingga, kebijakan ekspor CPO melalui bursa ini berdampak positif bagi industri,” pungkas Juan. 

Plh Kepala Bappebti Isy Karim menjelaskan, ekspor CPO melalui bursa berjangka diharapkan dapat menciptakan bank data CPO yang akurat serta sejalan dengan amanah Undang-undang Nomor 32/1997 sebagaimana diamandemen menjadi Undang-undang Nomor 10/2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) yang menegaskan bahwa salah satu tujuan PBK adalah sebagai sarana penciptaan harga (price discovery) dan pembentukan harga acuan (price reference) yang transparan.

Hal tersebut sebagaimana ditegaskan pula oleh Menteri Perdagangan dalam arahan beliau pada Rapat Kerja Bappebti dan Kementerian Perdagangan Tahun 2023.

Nantinya, bursa CPO yang ditunjuk pemerintah harus terpercaya, baik di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, juga harus mampu memberikan layanan yang optimal kepada pelaku usaha. Biaya transaksi CPO di bursa juga harus kompetitif atau minimal sama dengan biaya transaksi CPO yang dilakukan selama ini oleh pelaku usaha Indonesia di bursa Malaysia.

Diharapkan, kebijakan yang akan dijalankan dapat diimplementasikan dengan mempertimbangkan kontrak jangka panjang (long term contract) dan mudah dalam pelaksanaannya. Selanjutnya, diperlukan pelatihan dan sosialisasi terkait tata cara serta mekanisme ekspor melalui bursa berjangka kepada pelaku usaha.

3 dari 3 halaman

Luhut Ancam Balik Eropa, Bakal Setop Ekspor CPO

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan tak gentar Undang-undang Eropa yang bernama 'EU Deforestation Regulation', atau disingkat EUDR. Bahkan Menko Luhut balik mengancam Eropa.

Untuk diketahui, EUDR mewajibkan perusahaan yang memperdagangkan minyak kelapa sawit, ternak, kayu, kopi, kakao, karet dan kedelai, perlu verifikasi kalau barang yang dijual di Uni Eropa tidak menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan.

Menko Luhut mengatakan, Indonesia akan mengalihkan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dari Eropa ke Afrika secara bertahap. Dia mencatat, ekspor CPO Indonesia terhadap Eropa mencapai 3,3 juta ton.

Langkah tegas tersebut diperlukan untuk mengakhiri polemik ekspor CPO asal Indonesia ke Eropa. Dia mengaku, telah mengutarakan rencana penghentian tersebut ke Parlemen Eropa.

"Saya juga bilang kepada Parlemen Europe Union tiga hari yang lalu, kita lagi mikir-mikir kok ekspor kita ke kalian (Eropa) 3,3 juta mungkin kita mau divert (alihkan) secara bertahap ke Afrika. Supaya kalian jangan ribut sama kami," ujar Menko Luhut di Kantornya, Jumat (23/6).

Menko Luhut menegaskan, pemerintah terus mencari solusi untuk mengatasi sejumlah permasalahan di kebun sawit Indonesia. Salah satunya luasan lahan yang berada di wilayah hutan.

"Kita benahin semua kok, jadi saya juga bilang kepada Parlemen Europe Union," pungkasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com