Liputan6.com, Jakarta Minyak dan gas diprediksi akan terus menjadi sumber energi utama selama beberapa dekade mendatang, meski sejumlah negara telah memulai langkah transisi.Â
Hal itu diungkapkan oleh para pelaku industri utama dalam konferensi Energy Asia yang diadakan di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur pekan ini.
"Kami pikir realisasi terbesar yang harus keluar dari konferensi ini ... adalah kebutuhan minyak dan gas untuk beberapa dekade mendatang," kata John Hess, CEO perusahaan minyak AS Hess Corporation, dikutip dari CNBC International, Jumat (30/6/2023).
Advertisement
"Transisi energi akan memakan waktu lebih lama, akan menghabiskan lebih banyak uang dan membutuhkan teknologi baru yang bahkan tidak ada saat ini,"Â lanjutnya.
Hess juga menyebutkan bahwa, dalam hal energi bersih, dunia perlu menginvestasikan setidaknya USD 4 triliun atau setara Rp 60,1 kuadriliun per tahun, dan dana tersebut belum tentu cukup.
Sementara menurut Badan Energi Internasional, investasi global dalam energi bersih akan meningkat menjadi USD 1,7 triliun pada tahun 2023.
Hess mengatakan minyak dan gas adalah kunci daya saing ekonomi dunia, serta transisi energi yang terjangkau dan aman.
Pasar minyak dunia akan lebih konstruktif pada paruh kedua tahun ini, dengan produksi naik menjadi 1,2 juta barel per hari pada tahun 2027, menurut prediksi Hess. Dia mencatat bahwa tantangan terbesar yang dimiliki dunia adalah kurangnya investasi dalam industri ini.
"Dunia sedang menghadapi defisit struktural dalam pasokan energi, minyak dan gas, energi bersih," bebernya.
"Proyeksi permintaan minyak untuk (India) sedemikian rupa sehingga kami terpaksa membangun kilang baru," kata A.S. Sahney, Direktur Eksekutif Indian Oil Corporation.
Â
ExxonMobil Sinyalkan Hal Senada
Demikian pula, pada pidato pembukaan konferensi, Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al Ghais memproyeksikan permintaan minyak global akan meningkat menjadi 110 juta barel per hari pada tahun 2045.
Pertumbuhan tersebut terjadi karena urbanisasi yang cepat selama beberapa tahun ke depan, ungkap Haitham Al Ghais.
Dalam sebuah pesan email, produsen minyak terbesar di AS ExxonMobil juga mengeluarkan hal senada.
Perusahaan memperkirakan minyak masih menjadi sumber energi utama terbesar setidaknya selama dua dekade lagi mengingat vitalnya dalam transportasi komersial dan industri kimia.
"Cairan diproyeksikan untuk tetap menjadi sumber energi utama dunia pada tahun 2050, bahkan ketika pertumbuhan permintaan melambat setelah tahun 2025," kata Erin McGrath, penasihat senior urusan publik dan pemerintahan ExxonMobil.
"Secara keseluruhan, permintaan cairan diperkirakan akan meningkat sekitar 15 juta barel per hari pada tahun 2050. Hampir semua pertumbuhan akan datang dari pasar negara berkembang di Asia, Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin," bebernya.
Advertisement
Bagaimana di Asia?
Kawasan Asia diprediksi akan terus memacu permintaan minyak dan gas, karena pertumbuhan kawasan ini akan melampaui AS dan Eropa pada akhir tahun.
"Ini adalah kawasan di mana pertumbuhan permintaan energi akan terjadi, dan lebih banyak lagi yang akan datang," kata Wakil Ketua S&P Global Dan Yergin pada konferensi energi tersebut.
Dia mengatakan populasi Asia Tenggara saja 50 persen lebih besar dari Uni Eropa.
Pertumbuhan pasar LNG tahun lalu didorong oleh China, India, Korea, Jepang, dan Vietnam, kata ketua perusahaan energi perminyakan Prancis, TotalEnergies.
"Permintaannya ada di Asia. Tuntutannya ada di sini, Anda memiliki 5 miliar orang yang memindahkan populasi, (meminta)Â cara hidup yang lebih baik. Dan di sinilah kita harus melihat ke masa depan," kata Patrick Pouyanne, CEO TotalEnergies.
India Bakal jadi Pasar Terbesar
Demikian pula untuk minyak, salah satu perusahaan minyak terbesar di India telah meningkatkan kapasitas penyulingan.
"Kami mungkin salah satu dari sedikit perusahaan, salah satu dari sedikit negara yang akan meningkatkan kapasitas penyulingan dalam tiga hingga empat tahun ke depan sebesar 20 persen," kata A.S. Sahney dari Indian Oil Corporation pada diskusi panel terpisah.
"Itu menunjukkan keyakinan kami pada kelanjutan bahan bakar," ujarnya, menambahkan bahwa transisi energi akan tetap ada.
"Tetapi pada saat yang sama, proyeksi permintaan untuk negara sedemikian rupa sehingga kami terpaksa membangun kilang baru," tambah Sahney,
Menurut IEA, India diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan energi terbesar di antara negara mana pun—permintaan diperkirakan akan meningkat lebih dari 3 persen saat India menjadi negara terpadat di dunia pada tahun 2025.
Raksasa minyak milik negara Arab Saudi Aramco juga mengandalkan harapan bahwa China dan India akan mendorong pertumbuhan permintaan minyak lebih dari 2 juta barel per hari, setidaknya untuk sisa tahun ini.
Advertisement