Liputan6.com, Jakarta - Dugaan kebocoran data kembali terjadi. Hacker yang dikenal dengan nama Bjorka diduga membobol dan menjual 34 juta data paspor orang Indonesia di dark web.
Dikutip dari Kanal Tekno Liputan6.com, data paspor yang dibocorkan oleh Bjorka antara lain nama, nomor paspor, tanggal berlaku paspor, jenis kelamin, dan tanggal berapa paspor itu diterbitkan.
Baca Juga
Adapun 34 juta data itu dijual di dark web dengan harga sebesar USD 10.000 atau sekitar Rp 150 juta. Pengamat keamanan siber, Teguh Aprianto yang pertama kali membagikan informasi tersebut melalui akun Twitter-nya @secgron pada Rabu, 5 Juli 2023.
Advertisement
Dalam unggahan tangkapan layar dari situs dark web itu, hacker dengan nama akun Bjorka menawarkan seluruh 34 juta data paspor orang Indonesia tersebut seharga Rp 150 juta.
“34 juta data paspor Indonesia bocor dan dijual di dark web. Harga cuma $10k. Data termasuk nomor paspor, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, nomor telepon, email, foto wajah dan tanda tangan,” tulis Teguh.
Saat diminta tanggapan mengenai hal itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi RI, Kemenkumham Silmy Karim menuturkan, dugaan kebocoran data itu sedang diselidiki.
"Sedang diselidiki kebenaran bocornya,” ujar Dirjen Imigrasi Silmy Karim saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat.
Silmy menuturkan, data center imigrasi saat ini memakai Pusat Data Nasional (PDN) Kementerian Kominfo. Pihaknya pun bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Kominfo sedang selidiki hal tersebut. “Iya dengan BSSN dan Kominfo,” tutur dia.
Marak Kasus TPPO, Dirjen Imigrasi Analogikan Kepemilikan Paspor Seperti SIM
Sebelumnya, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Silmy Karim menganalogikan, paspor sebagai dokumen perjalanan mirip dengan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Hal ini disampaikan Silmy menanggapi pernyataan anggota DPR RI tentang keterlibatan petugas imigrasi dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Saya ada analogi yang pas, ketika seseorang mengalami kecelakaan di jalan karena mengemudi mobil, dia memiliki SIM, ketika tabrakan yang disalahkan bukan yang menerbitkan SIM. Begitu juga dengan paspor, ketika disalahgunakan," ungkapnya
Terlebih saat ini usia paspor 10 tahun, lanjutnya, waktu pertama kali mungkin prosedural. Lalu, ketika berangkat, untuk tahun ke lima atau sepuluh tahun kemudian tidak prosedural, lalu yang ditangkap malah petugas imigrasi, langkah itu juga dinilai tidak pas.
Silmy meminta dukungan anggota DPR RI agar permasalahan ini didudukkan dengan porsi yang pas, sehingga petugas imigrasi yang berada di pelayanan paspor dan pemeriksaan keimigrasian dapat bekerja dengan lebih percaya diri.
Dia pun tidak ingin anggotanya penuh kekhawatiran dalam menerbitkan paspor bagi WNI yang mengakibatkan kontraproduktif dengan semangat pelayanan prima kepada masyarakat.
Silmy tidak menafikan adanya data bahwa 90 persen korban TPPO di luar negeri adalah wanita pekerja migran Indonesia. Untuk itu dia menginstruksikan jajarannya lebih tegas lagi dalam memberikan paspor kepada calon pekerja migran Indonesia.
“Bahkan di daerah kami juga memerintahkan untuk melarang, khusus wanita, karena yang paling banyak dieksploitasi di luar negeri itu wanita. Kita larang yang usia 17-45 tahun, bila profilingnya tidak jelas, maka langsung kita tolak permohonan paspornya, bahkan kita mau kunci sampai 5 tahun tidak boleh membuat paspor,” kata Silmy.
Advertisement
Gagalkan 10.128 Calon Pekerja Migran
Dalam forum tersebut juga, Dirjen Imigrasi juga memaparkan bahwa petugas imigrasi telah berhasil menggagalkan 10.138 calon pekerja migran Indonesia nonprosedural yang akan berangkat ke luar negeri sepanjang Tahun 2023.
"Penolakan keberangkatan tersebut dilakukan di berbagai Tempat Pemeriksaan Imigrasi, seperti di bandar udara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas," ujarnya.
Selain itu Dirjen Imigrasi juga akan segera membentuk Satgas TPPO untuk menindaklanjuti saran Komisi III DPR RI. Satgas TPPO, akan fokus dalam pencegahan WNI, khususnya para calon pekerja migran Indonesia dari jerat kejahatan perdagangan orang.
"Satgas tersebut akan kami bentuk sesegera mungkin untuk menindaklanjuti saran dan masukan dari Para Anggota Komisi III DPR RI," pungkasnya.