Liputan6.com, Jakarta Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa fasilitas kesehatan dan pengobatan bagi tenaga kerja atau pegawai yang memiliki penyakit bawaan termasuk pada objek Pajak Penghasilan (PPh) dalam pajak natura.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.
Aturan ini nantinya mulai berlaku pada 1 Juli 2023.
Advertisement
"Fasilitas kesehatan sebenarnya dalam PMK kita, kembali lagi, kalau dilihat di lampiran itu sepanjang terkait dengan pekerjaan," kata Yoga dalam konferensi pers di Kantor Pusat DJP di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
"Kalau kesehatan, seperti kecelakaan, atau ketika lingkungan kerja berdebu segala macam, dan orang itu jadi sakit berarti silakan (dikecualikan dari pengenaan PPh), kecelakaan kerja segala macam," sambungnya.
"Tapi kalau penyakit bawaan tentunya tidak dalam konteks dikecualikan dari objek PPh," tegas Yoga.
Dalam paparannya, Yoga merinci jenis fasilitas kesehatan pegawai yang tidak dikenakan PPh, yaitu fasilitas kesehatan dan pengobatan yang diterima atau diperoleh seluruh pegawai; dan diberikan dalam rangka penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan penyelamatan jiwa; atau pengobatan lanjutan sebagai akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Berlaku 1 Juli 2023, Berapa Pendapatan Negara dari Pajak Natura?
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo mengatakan bahwa pihaknya belum bisa memastikan jumlah yang akan diterima negara melalui pemberlakuan pajak natura.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.
Aturan ini nantinya mulai berlaku pada 1 Juli 2023.
Suryo menjelaskan, bahwa jenis dan batasan dalam kebijakan pajak natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh telah mempertimbangkan kepantasan.
Advertisement
Makin Sejahtera
Hal ini bertujuan mendorong perusahaan atau pemberi kerja meningkatkan kesejahteraan pegawai dan dapat membebankan biaya fasilitas tersebut.
“Jadi bahwa sekarang tadinya itu bukan merupakan pengeluaran yang dapat dibiayakan oleh korporasi, sekarang menjadi pengeluaran yang dapat dibiayakan oleh korporasi,” ujar Suryo dalam Media Briefing, Kamis (6/7/2023).
Suryo melanjutkan, bahwa pajak korporasi yang termasuk dalam PPh badan saat ini sebesar 22 persen, dan DJP akan melakukan kalkulasi terlebih dahulu untuk mengetahui potensi nilai pajak yang akan didapatkan negara.
“Saya sih belum melakukan kalkulasi secara keseluruhan, kita nunggu SPT yang akan disampaikan di tahun 2024 besok untuk tahun pajak 2023," terangnya.