Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dan DPR RI kini terus mengintensifkan pembahasan penyelesaian tenaga non-ASN atau honorer yang jumlahnya telah membengkak hingga mencapai 2,3 juta orang se-Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 5/2014 dan PP Nomor 49/2018, tidak boleh lagi ada tenaga non-ASN per 28 November 2023.
Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Alex Denni menceritakan, awalnya perkiraan jumlah tenaga non-ASN itu sekitar 400.000. Ternyata begitu didata ada 2,3 juta dengan mayoritas ada di pemerintah daerah.
Baca Juga
"Perintah Presiden jelas, ini cari jalan tengah, jangan ada PHK massal. Maka sekarang kita sedang bahas bareng DPR, mengkaji opsinya di RUU ASN, kemudian nanti tentu ada aturan turunannya di PP," ujar Alex dalam keterangan tertulis, Jumat (7/7/2023).
Advertisement
Alex mengatakan, pedoman pertama yang harus dipahami semua pihak adalah tidak boleh ada pemberhentian. “Coba bayangkan 2,3 juta tenaga non-ASN tidak boleh lagi bekerja November 2023. Maka 2,3 Juta non-ASN ini kita amankan dulu agar bisa terus bekerja,” tegasnya.
Sehingga, lanjut Alex, beragam opsi dirumuskan. “Skema-skemanya sedang dibahas. Yang sudah final adalah kesepakatan tidak boleh ada PHK. Bagaimana skemanya, itu sedang dibahas,” imbuh dia.
Dia menambahkan, pedoman kedua adalah skema yang dijalankan harus memastikan pendapatan non-ASN tidak boleh berkurang dari yang diterima saat ini. “Itu harus jadi pedoman, tidak boleh ada pengurangan pendapatan,” ungkapnya.
Lalu pedoman ketiga, memperhitungkan kapasitas fiskal yang dimiliki pemerintah. Alex ingin dalam proses ini pemerintah terus berhitung soal kemampuan anggaran.
'Kan setiap tahun ini kita coba terus rekrutmen agar yang tenaga non-ASN ini menjadi ASN secara bertahap sesuai kemampuan anggaran. Skema yang nanti diambil pun kita sesuaikan anggaran pemerintah," kata Alex.
Dia berharap tidak ada lagi instansi pemerintah yang merekrut tenaga non PNS sesuai dengan amanat peraturan-perundangan yang ada. "Sembari kita amankan yang 2,3 juta non-ASN yang terverifikasi dalam database BKN saat ini agar tidak ada PHK," pungkasnya.
3 Skema Penyelesaian
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menuturkan, Bawaslu akan kehilangan sekitar 7.000 ribu tenaga honorer yang tersebar di seluruh Indonesia.
Seiring hal tersebut, Bawaslu bersama Kementerian PAN-RB membahas tiga pilihan skema untuk menyelesaikan hal itu menyusul ada kebijakan penghapusan tenaga honorer paling lambat 28 November 2023.
Rahmat menjelaskan, tiga skema itu ada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) khusus. Misalnya PPPK dengan kriteria khusus. Kedua, disalurkan ke PNS atau PPPK.
"Yang ketiga, diperpanjang masa honorer sampai dua tahun ke depan, sampai selesai Pemilu 2024,” tutur dia dikutip dari Antara, Rabu (21/6/2023).
Namun, kedua belah pihak belum menemukan kesepakatan terkait dengan skema yang dipilih untuk menyelesaikan persoalan tenaga honorer tersebut. Tiga skema itu dibahas oleh Bawaslu bersama Kementerian PAN-RB pada sebuah pertemuan. Akan tetapi, Bagja tidak menyebutkan secara rinci waktu pertemuan itu.
Rahmat menuturkan, pihaknya berharap Kementerian PAN-RB dapat memilih satu di antara tiga skema itu selama menguntungkan tenaga honorer Bawaslu.
Sebelumnya Rahmat menuturkan, Bawaslu akan kehilangan sekitar 7.000 tenaga honerer yang tersebar di seluruh Indonesia setelah hadiri pelantikan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota di Banten, Jambi, dan Sumatra Barat di Kantor KPU RI pada Jumat, 16 Juni 2023.
Bagja menuturkan, saat 7.000 tenaga honorer itu diberhentikan, di setiap Bawaslu kabupaten/kota hanya akan tersisa 8-10 PNS. Dengan jumlah pegawai yang tergolong sedikit itu, Bawaslu berpeluang kesulitan mengawasi pada masa kampanye Pemilu 2024.
Advertisement
Selain Bawaslu, KPU Terancam Kehilangan Ribuan Tenaga Honorer
Hal yang sama juga terjadi pada KPU RI. Anggota KPU RI, Parsadaan Harahap menuturkan, pihaknya berpotensi kehilangan sebanyak 7.551 pegawai non-aparatur sipil negara (ASN) atau tenaga honorer menyusul kebijakan penghapusan tenaga honorer.
Ribuan pegawai honorer itu tersebar di Kantor KPU RI atau Sekretariat Jenderal KPU RI, dan sejumlah kantpr KPU provinsi serta kantor KPU kabupaten/kota.
Parsa pun menuturkan, penghapusan tenaga honorer itu akan terjadi saat tahapan pelaksanaan Pemilu 2024 yang memasuki fase krusial, seperti dimulainya masa kampanye dan persiapan logistik pencoblosan yang pada dasarnya membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM).
Dengan demikian, KPU terus berkoordinasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyelesaikan persoalan tersebut.