Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menanggapi terkait ucapan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia soal utang Indonesia ke Dana Moneter Internasional (IMF).
Menurut Bendahara negara ini, utang Indonesia dengan IMF sejak lama sudah lunas. Namun, isu tersebut kini muncul kembali usai IMF meminta Pemerintah Indonesia untuk menghapus secara bertahap Kebijakan larangan ekspor nikel.
Baca Juga
"Lama banget itu (utang Indonesia ke IMF), sudah kan. Kan IMF program tahun berapa itu, 1997-1998 atau 2000 awal? Dan waktu itu sudah dilunasi semua. Jadi tidak ada (utang). Memang sudah lama sekali, kok kenapa sekarang tiba-tiba muncul?" kata Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Advertisement
Soal Hilirisasi Nikel
Adapun mengenai permintaan IMF kepada RI untuk menghapus kebijakan larangan ekspor nikel, Sri Mulyani menilai IMF layak memiliki pandangan mengenai hal tersebut. Kendati demikian, Indonesia memiliki kebijakan yang tegas soal hilirisasi.
Sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), hilirisasi tambang yang dilakukan saat ini bertujuan untuk memperkuat struktur industri di dalam negeri dan tentunya guna meningkatkan nilai tambah sehingga neraca perdagangan Indonesia semakin kuat.
Ani menegaskan hilirisasi adalah program bagus dan tidak ada masalah.
"IMF boleh punya pandangan, Indonesia punya kebijakan untuk memperkuat struktur industri kita meningkatkan nilai tambah dan dengan keputusan itu neraca perdagangan kita makin kuat harusnya makin bagus," ujar Sri Mulyani.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia memastikan bahwa Indonesia akan terus menjalankan kebijakan larangan ekspor nikel.
Bahlil menegaskan, apa yang dilakukan Pemerintah Indonesia terkait hilirisasi komoditas nikel merupakan hal yang benar. Dia menegaskan, Pemerintah Indonesia jangan sampai terpengaruh dengan pernyataan dari IMF tersebut.
IMF Minta Indonesia Cabut Larangan Ekspor Nikel, Pengusaha Buka Suara
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai keputusan pemerintah Indonesia yang dengan tegas menolak imbauan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mempertimbangkan larangan ekspor nikel dan hilirisasi sudah tepat.
Ketua Bidang Maritim, Kelautan, dan Perikanan Badan Pengurus Pusat Hipmi, Fathul Nugroho mengatakan kebijakan hilirisasi yang dijalankan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan keputusan yang baik dan menguntungkan Indonesia.
Menurutnya, pemerintah harus berani dan siap menghadapi sejumlah pihak asing yang kontra dengan kebijakan tersebut.
"Kebijakan hilirisasi sudah berjalan dengan baik. Terutama di sektor mineral, beleid tersebut berhasil meningkatkan investasi dan nilai tambah ekspor hasil pengolahan mineral," ujar Fathul dikutip dari Antara, Sabtu (1/7/2023).
IMF memberikan catatan tentang rencana hilirisasi nikel di Indonesia dalam dokumen "IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia".
Dalam dokumen tersebut, IMF menyampaikan kebijakan Indonesia seharusnya berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Kebijakan juga harus mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
IMF lantas mengimbau Indonesia mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap terhadap pembatasan ekspor nikel serta tidak memperluas pembatasan ekspor ke komoditas lainnya.
Advertisement
Pemerintah Harus Tegas
Fathul mengatakan kebijakan hilirisasi yang digalakkan pemerintahan Jokowi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, tak heran jika ada pihak asing, termasuk IMF yang terkesan kurang suka dengan langkah yang diambil Indonesia.
Fathul berpesan agar pemerintah tetap pada pendiriannya, dan tak gentar dengan manuver yang dilakukan pihak asing.
"Pemerintah harus berani dan siap menghadapi pihak luar negeri yang kontra kebijakan tersebut, termasuk IMF, dan mendukung Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menjelaskan ke IMF," ujar Fathul.
Fathul menyampaikan lembaga sekelas IMF diminta untuk bersikap obyektif, seperti analisa dan menghitung biaya serta keuntungan dari sudut pandang pertumbuhan ekonomi Indonesia, bukan hanya mementingkan negara lain.