Sukses

Sri Mulyani Ajak Cucu Belajar Sejarah, Jalan-Jalan ke Gedung Daendels dan Freemasons

Sri Mulyani bercerita, Jakarta dulu bernama Batavia yang juga menjadi Pusat Pemerintahan Hindia Belanda. Kala itu, Batavia pernah dijuluki ‘Kuburan dari Timur’ karena penyakit kolera dan malaria yang menyebar dan mematikan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengajak 4 cucunya berkeliling gedung AA Maramis, di Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat. Sri Mulyani didampingi suaminya Tonny Sumartono.

Sri Mulyani dan suaminya terlihat mengenakan setelan olah raga. Memakai kaos polo dengan celana panjang dan dilengkapi topi. Begitu juga dengan 2 cucu laki-lakinya yang memakai kaos bergambar yang sama sedangkan 2 cucu perempuannya memakai pakaian main. 

Menkeu mengajak para cucunya berkeliling Gedung AA Maramis. Sambil berkeliling dia juga menceritakan tentang sejarah gedung yang baru selesai direnovasi tersebut. 

“Musim Libur sekolah-saya ajak cucu melihat Gedung Daendels (Gedung Maramis Kemenkeu) sambil bercerita sejarahnya,” kata Sri Mulyani lewat akun Instagramnya @smindrawati, dikutip Sabtu (8/7/2023). 

Dia bercerita Jakarta dulu bernama Batavia yang juga menjadi Pusat Pemerintahan Hindia Belanda. Kala itu, Batavia pernah dijuluki ‘Kuburan dari Timur’ karena penyakit kolera dan malaria yang menyebar dan mematikan. 

Fenomena tersebut mendorong Gubernur Hindia Belanda, H.W. Daendels memindahkan pusat pemerintahan dari Oud Batavia di muara Sungai Ciliwung (sekarang kawasan Kota Tua) ke Niew Batavia di Weltevreden (sekarang Lapangan Banteng dan sekitarnya).

Pada 7 Maret 1809, Gubernur Jenderal H.W. Daendels membangun istana tempat tinggal dan sekaligus pusat pemerintahan. Istana tersebut diberi nama De Witte Huis (Gedung Putih) atau Grote Huis (Rumah Besar). 

 

2 dari 3 halaman

Gedung Daendels

Sementara itu, gedung Daendels yang sekarang bernama Gedung AA Maramis merupakan bangunan tertua kedua di Jakarta setelah Istana Negara. 

Namun pada tahun 1811 Daendels berhenti menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Sehingga pembangunan baru dilanjutkan oleh Letnan Kolonel J.C Schultze, seorang perwira yang berpengalaman membangun gedung Societet Harmonie di Batavia.

Weltevreden  atau yang sekarang dikenal sebagai Lapangan Banteng dibangun menggunakan pola konsentrik (memusat). Di Pusat Kawasan Weltevreden, terletak Istana Besar (Het Groote Huis) atau Het Witte Huis (Gedung Putih) - Istana Gubernur Jenderal yang sekarang menjadi  Kementerian Keuangan dengan Lapangan Parade - Parade Plaats (Lapangan Banteng).

Kawasan pemerintahan ini pun didukung dengan sejumlah gedung-gedung pemerintahan. Antara lain Gedung Pengadilan Tertinggi di Hindia Belanda atau Hooggerechtshof  yang sekarang menjadi Gedung Jusuf Anwar, Kemenkeu). 

Lalu ada gedung Citadel Prince Frederik yang sekarang Masjid Istiqlal. gedung  Great Palace of Weltevreden yang kini menjadi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). 

 

3 dari 3 halaman

Gedung Freemasons

Kemudian gedung Freemasons yang sekarang menjadi  Gedung Kimia Farma. Ada juga kawasan Militaire Sociëteit Concordia (The Concordia Military Society) yang ini menjadi  Gereja Katedral, dan Gedung Stadsschouwburg  sekarang menjadi Gedung Kesenian Jakarta. 

“Reflect back of our history - shared with future generations. Merefleksikan sejarah dan dibagikan untuk generasi ke depan,” kata dia. 

“JASMERAH- Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah..!” pungkasnya.