Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan melemah pada semester II-2023. Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan asumsi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yakni Rp 14.800 per USD.
"Rupiah agak melemah dibandingkan asumsi," kata Sri Mulyani dalam raker bersama Badan Anggaran DPR RI, Pembahasan Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN TA 2023, di DPR, Jakarta, Senin (10/7/2023).
Baca Juga
Berdasarkan catatan Sri Mulyani, hingga semester I-2023 rata-rata rupiah berada di level Rp 15.071/USD. Kemudian, nilai tukar rupiah pada semester II-2023 diperkirakan bisa melemah ke level Rp 14.950-15.400/USD.
Advertisement
"Keseluruhan tahun nilai tukar rupiah ada di kisaran Rp 15.000/USD hingga Rp 15.250/USD," tambahnya.
Menkeu menjelaskan, pelemahan nilai tukar dipengaruhi oleh situasi global yang penuh dengan ketidakpastian. Alhasil nilai tukar rupiah pun mengalami tekanan.
Rupiah Masih Menguat
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti, menyatakan nilai tukar rupiah masih menguat 3,84 persen secara tahunan periode 2022 hingga Juni 2023.
Bahkan, nilai tukar rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang lain seperti rupee India, peso Filipina dan baht Thailand. Kendati demikian, Bank Indonesia optimis bahwa nilai tukar rupiah masih ada peluang untuk terus menguat.
"Ke depan BI melihat ruang apresiasi nilai tukar rupiah masih ada, di tengah surplus transaksi berjalan dan kami perkirakan masuknya aliran modal asing seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang masih menarik," pungkas Destry.
Nilai Tukar Rupiah Melemah di Juni 2023, Padahal Kurs Dolar AS Keok di Negara Maju
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) melaporkan, nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) hingga 21 Juni 2023 tercatat mengalami pelemahan. Di sisi lain, kurs mata uang negara maju justru menguat terhadap dolar AS.
"Perbedaan kondisi ekonomi di negara maju dan berkembang mendorong nilai tukar dolar AS cenderung melemah terhadap negara maju, tetapi menguat terhadap mata uang negara berkembang," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam sesi konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI Juni 2023, Kamis (22/6/2023).
Sehingga, Perry menilai, perkembangan ini memerlukan penguatan respons kebijakan untuk mitigasi risiko rambatan global terhadap ketahanan eksternal di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Menurut catatan bank sentral, ketidakpastian pasar keuangan global menyebabkan nilai tukar rupiah Juni 2023 sampai 21 Juni secara rata-rata sedikit melemah, sekitar 0,56 persen dibandingkan rata-rata kurs Mei 2023.
"Namun demikian, rupiah secara point to point baik dibandingkan dengan akhir Mei 2023 maupun akhir 2022 menguat masing-masing sebesar 0,3 persen dan 0,417 persen," terang Perry.
Kendati keok dari dolar AS, ia menyebut nilai tukar rupiah dibandingkan level akhir 2022 masih lebih baik daripada apresiasi rupee India dan peso Filipina, masing-masing sebesar 0,85 persen dan 0,15 persen. Sedangkan Thai Baht mencatat depresiasi 0,70 persen.
"Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan apresiasi nilai tukar rupiah akan terus berlanjut ditopang surplus transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing seiring prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik," tuturnya.Â
Advertisement
Kurs Rupiah Diramal BI Jeblok ke Posisi Rp 15.200 per Dolar AS di 2023, Ini Penyebabnya
Bank Indonesia memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan semakin melemah pada 2023 mendatang. Terdapat sejumlah faktor yang membebani kurs rupiah di tahun depan.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memprediksi, nilai tukar atau kurs rupiah tahun ini berada di kisaran Rp 14.500-14.900 per dolar AS, dan terdepresiasi hingga Rp 14.800-15.200 per dolar AS pada 2023.
Alasannya, The Fed selaku bank sentral Amerika Serikat telah menaikan suku bunga acuannya (The Fed Fund Rate) sebanyak empat kali selama 2022 ini, atau sebesar 225 basis poin menjadi 2,25-2,50 persen.
Kebijakan tersebut turut berdampak terhadap kenaikan imbal hasil US Treasury, sehingga berpotensi menyebabkan maraknya modal asing yang keluar (capital outflow) dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.
"Faktor negatifnya tentu saja kenaikan suku bunga tinggi, baik The Fed Fund Rate maupun US Treasury, sehingga capital outflow risikonya masih tinggi. Sehingga keseluruhan 2022 kami perkirakan nilai tukar Rp 14.500-14.900, Di 2023 nilai tukar berada di Rp 14.800-15.200," jabar Perry dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (31/8/2022).
Selain itu, ia menambahkan, situasi ekonomi dunia yang masih diselimuti ketidakpastian juga akan mempersulit pihak bank sentral, termasuk nilai tukar rupiah ke depan.
Perry lantas mencontohkan, ketidakpastian ini terjadi akibat pandemi Covid-19 yang masih terjadi, gangguan rantai pasok global, konflik geopolitik Ukraina-Rusia, hingga ketidakpuasan sosial di negara-negara maju.
"Perkembangan-perkembangan ini sangat dinamis. Berbagai ketidakpastian itu mempersulit kita untuk memperkirakan ke depan," ujar Perry.
Â