Sukses

Harga Minyak Dunia Melempem, Gara-gara Kekhawatiran Suku Bunga Naik Lagi

Harga minyak dunia berjangka Brent turun 78 sen, atau 1% ke posisi USD 77,69 per barel

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak turun 1% di tengah meningkatnya kemungkinan kenaikan suku bunga AS, tetapi pemotongan pasokan minyak mentah dari eksportir minyak utama Arab Saudi dan Rusia membatasi kerugian.

Harga minyak dunia berjangka Brent turun 78 sen, atau 1% ke posisi USD 77,69 per barel setelah menyentuh level tertingginya dalam lebih dari dua bulan sebelumnya di sesi.

Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate AS turun 87 sen, atau 1,2%, menjadi USD 72,99. “Pedagang sangat gugup dengan suku bunga yang lebih tinggi, yang dapat mematikan permintaan dengan sangat cepat,” kata Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior perdagangan di BOK Financial, melansir CNBC, Selasa (11/7/2023).

Dia mengatakan bahwa beberapa investor juga terlibat dalam aksi ambil untung setelah kenaikan minggu lalu.

Kedua tolok ukur harga minyak naik lebih dari 4,5% minggu lalu setelah Arab Saudi dan Rusia mengumumkan pengurangan produksi baru sehingga total pengurangan oleh grup OPEC+ menjadi sekitar 5 juta barel per hari (bpd), atau sekitar 5% dari permintaan minyak global.

Presiden Federal Reserve San Francisco Mary Daly pada hari Senin meyakini 2 kenaikan suku bunga lagi tahun ini kemungkinan akan diperlukan untuk menurunkan inflasi yang masih terlalu tinggi.

Demikian pula Presiden Fed Cleveland Loretta Mester juga mengisyaratkan kenaikan suku bunga lebih banyak. Suku bunga yang lebih tinggi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.

 

2 dari 2 halaman

Data Ekonomi

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan kenaikan pekerjaan bulanan terkecil dalam 2-1/2 tahun bersama dengan pertumbuhan upah yang kuat.

Data memperkuat kemungkinan bahwa Fed akan menaikkan suku bunga pada pertemuan akhir bulan ini.

Sementara itu, harga produksi di pabrik China turun pada laju tercepat dalam lebih dari tujuh tahun pada bulan Juni, menurut data pemerintah. Ini menunjukkan melambatnya pemulihan di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Namun, permintaan minyak dari China dan negara berkembang, dikombinasikan dengan pengurangan pasokan OPEC+, kemungkinan akan membuat pasar tetap ketat pada paruh kedua tahun ini meskipun ekonomi global sedang lesu, kata kepala Badan Energi Internasional (IEA).

Pasar juga fokus pada rilis data Indeks Harga Konsumen AS, laporan inflasi utama, dan sejumlah laporan ekonomi dari China akhir pekan ini untuk memastikan permintaan.

Live dan Produksi VOD