Liputan6.com, Jakarta Pendapatan bea cukai ternyata tak seperti harapan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan jika penerimaan kepabeanan dan cukai turun 18,8 persen pada semester I-2023, menjadi Rp 135,4 triliun dari Rp 166,8 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Menurut Menkeu, salah satu faktor yang menyebabkan penerimaan bea dan cukai menurun adalah adanya penurunan produksi hasil tembakau.
“Cukai mengalami penurunan produksi cukup signifikan di 2023 ini. Hingga pertengahan tahun, produksi cukai 139,4 miliar batang. Ini menurun tajam dibandingkan tahun lalu 147 miliar batang dan 2021 sebesar 151 juta miliar batang,” kata Sri Mulyani melansir Antara.
Advertisement
Padahal, sambung Menkeu, sebelumnya penerimaan cukai tumbuh tinggi selama dua tahun berturut-turut, yakni tumbuh 21,2 persen pada 2021 dan 32,1 persen pada 2022.
Pada semester I-2021, penerimaan cukai tercatat sebesar Rp91,3 triliun. Kemudian naik menjadi Rp120,6 triliun pada semester I-2022. Sementara penerimaan cukai pada semester I-2023 tercatat sebesar Rp105,9 triliun, turun 12,2 persen.
Faktor berikutnya yang menyebabkan penurunan bea dan cukai adalah realisasi bea keluar yang terkontraksi hingga 77 persen.
Realisasi bea keluar pada semester I-2022 tercatat sebesar Rp23,1 triliun, kemudian turun drastis ke Rp5,3 triliun pada semester I-2023.
Bendahara Negara menjelaskan penurunan bea keluar disebabkan oleh harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang lebih rendah serta turunnya volume ekspor tembaga dan bauksit akibat hilirisasi sumber daya alam (SDA).
“Bahkan, ada beberapa yang sempat mengalami larangan ekspor. Ini yang menyebabkan bea keluar kemudian mengalami penurunan dari sisi penerimaan,” jelas Sri Mulyani.
Kendati cukai dan bea keluar menurun, bea masuk mencatatkan peningkatan pada semester I-2023 sebesar 4,6 persen.
Pada semester I-2022, bea masuk tercatat Rp23,1 triliun, kemudian naik menjadi Rp24,2 triliun pada semester I tahun ini. "Peningkatan bea masuk ditopang oleh fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS serta kenaikan tarif efektif bea masuk," jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani Pede Penerimaan Pajak Tembus Rp 1.818 Triliun di Akhir 2023
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimis outlook penerimaan pajak tahun ini akan melebih target yang sudah ditentukan sebesar Rp 1.818,2 triliun atau mencapai 105,8 persen.
"Kami memperkirakan bahwa dengan tren tadi pelemahan global dan normalisasi dari penerimaan negara maka sampai akhir tahun 2023, penerimaan akan mencapai Rp 1.818,2 triliun. Kita akan melampaui target dari tahun ini mencapai 105,8 persen," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) Banggar DPR RI, Jakarta, Senin (10/7).
Meskipun melampaui target, lanjutnya, pertumbuhan penerimaan pajak diperkirakan di 5,9 persen. Ini jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 34,3 persen.
"Jadi ini di satu sisi kombinasi antara kewaspadaan bahwa trennya mulai berbalik, namun kita masih mempertahankan penerimaan, sehingga kita bisa mencapai di atas target sebesar 105,8 persen," kata dia.
Sementara itu, untuk Pabean dan Cukai yang mencapai kontraksi 18,8 persen di semester I, dia memperkirakan semester II 2023 akan mengalami hal yang relatif lebih baik dibandingkan semester I.
"Kami memperkirakan semester 2 akan mengalami hal yang relatif lebih baik. Terutama kita lihat untuk beberapa penerimaan sumber daya alam," imbuhnya.
Namun tarif bea keluar dari produk mineral dengan adanya proses hilirisasi juga memberikan kontribusi terhadap penerimaan bea, sehingga pada akhir tahun kepabeanan dan cukai diperkirakan akan terkumpul RP 300,1 triliun. Artinya 99 persen dari target tahun ini.
"Ini masih cukup baik karena bea dan cukai selama pandemi tiga tahun berturut-turut tidak pernah mengalami kontraksi penerimaan. Jadi ini berkontraksi karena adanya normalisasi harga dari komoditas," tambahnya.
Advertisement
Pendapatan Pajak Capai Rp 970 Triliun di Juni 2023, Badan Anggaran Apresiasi Sri Mulyani
Sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengapresiasi kinerja pemerintah pada sektor perpajakan. Meskipun di tengah gempuran isu miring terkait perpajakan, pemerintah masih bisa mempertahankan kinerja penerimaan perpajakan.
Hal itu disampaikan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah dalam raker bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Wajiyo, Pembahasan Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN TA 2023, di DPR, Jakarta, Senin (10/7/2023).
Berdasarkan catatan yang diterima Banggar, realisasi penerimaan pajak pada akhir Juni 2023 mencapai Rp 970,2 triliun atau 56,5 persen dari target. Penerimaan pajak tumbuh 9,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Kemudian penerimaan pajak ditopang oleh PPh Badan yang tumbuh 26,2 persen (yoy) dan PPN Dalam Negeri yang tumbuh 19,5 persen (yoy).
Kendati demikian, Pemerintah harus melakukan mitigasi atas kinerja penerimaan cukai yang tumbuh negatif 18,8 persen. Realisasi penerimaan bea cukai mencapai Rp 135,4 triliun.
"Padahal pada tahun tahun sebelumnya, kinerja penerimaan cukai senantiasa melebihi target, dan menopang pendapatan negara," kata Said.
Lebih lanjut, Banggar juga mengapresiasi Pemerintah atas meningkatnya PNBP pada semester 1 2023 sebesar Rp 302,1 triliun atau meningkat 5,5 persen (yoy). Menurut Said, tingginya PNBP ini patut disyukuri, karena kinerja komoditas non migas tumbuh spektakuler sebesar 94,7 persen (yoy)
Adapun realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Juni 2023 mencapai Rp 1.255,7 triliun atau telah mencapai 41 persen dari target belanja dalam APBN 2023 sebesar Rp 3.061,2 triliun.
"Kita harapkan pemerintah bisa melakukan percepatan spending, agar memberikan efek ungkit lebih awal bagi perekonomian nasional, namun harus disertai dengan prinsip tata Kelola penggunaan keuangan negara dengan baik," ujarnya.