Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia meluncurkan laporan baru terkait respon kebijakan Covid-19 di kawasan Asia Timur. Tak hanya Asia Timur, sejumlah negara di kawasan lain juga menjadi pembahasan dalam laporan Bank Dunia berjudul Crisis and Recovery: Learning from COVID-19’s Economic Impact and Policy Responses in East Asia, terkait respon pemerintah masing masing negara dalam menangani Virus Corona dan berbagai macam stimulus yang dikeluarkan.
Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Manuela V. Ferro mengatakan bahwa laporan ini mengungkapkan ada beberapa perbedaan yang cukup besar dalam jenis dan skala dukungan pemerintah saat pandemi, di antara enam negara yang ditinjau Bank Dunia.
Baca Juga
"Pertama, kami melihat bahwa ukuran dukungan fiskal terkait pandemi sangat bervariasi dari lebih dari 30 persen PDB di Mongolia hingga sekitar 5,5 persen PDB di Vietnam. Kami juga melihat komposisi dukungan sangat bervariasi dengan Malaysia dan Filipina yang lebih mengandalkan dukungan kepada perusahaan, sementara Indonesia dan Mongolia lebih mengandalkan bantuan kepada rumah tangga secara langsung," ungkap Manuella dalam pertemuan virtual pada Rabu (12/7/2023).
Advertisement
Selain itu, penargetan kelompok bantuan dalam hal bantuan pandemi juga sangat bervariasi di berbagai negara Asia, termasuk Indonesia yang membantu sekitar dua pertiga rumah tangga, sementara Kamboja mendukung sekitar seperempat rumah tangga.
"Untuk mempersiapkan guncangan di masa depan, sangat berguna untuk memahami tindakan apa yang paling efektif, dan laporan ini akan membantu kita melakukannya dengan menggunakan data asli dan penelitian asli," jelasnya.
Poin-poin lain yang disorot oleh laporan ini adalah bahwa hilangnya pekerjaan di Asia semasa pandemi, tidak mempengaruhi semua jenis pekerja secara merata.
Manuella menyebut, "(Pandemi) mempengaruhi sebagian besar pekerja dengan pendidikan yang kurang memadai, atau mereka yang sudah jatuh miskin sebelum pandemi".
"(Pandemi) juga lebih memengaruhi perusahaan kecil daripada perusahaan besar dan perusahaan kecil lebih sulit mengadopsi teknologi digital yang seharusnya memungkinkan mereka bertahan dalam bisnis selama pandemi," imbuhnya.
Â
Dampak Pandemi
Dalam kesempatan itu, Ekonom Utama, Pemimpin Program Bank Dunia Maria Ana Lugo juga membeberkan poin poin penting dalam laporan Crisis and Recovery: Learning from COVID-19’s Economic Impact and Policy Responses in East Asia.
Poin pertama, adalah tentang bagaimana pandemi memiliki dampak yang mendalam dan tidak seimbang pada ekonomi.
"Perusahaan dengan produktivitas lebih tinggi cenderung tidak memecat pekerja, realokasi tenaga kerja berdampak lebih parah pada pekerja perempuan dan berpenghasilan rendah," demikian paparan Maria.
Namun, Bank Dunia melihat, Pemerintah di negara negara Asia merespon dengan cepat. Tanggapan mereka bervariasi dalam skala, penggunaan instrumen, dan pengeluaranefektivitas.
"(Mereka) menargetkan penangguhan pembayaran lebih efektif daripada likuiditas dan dukungan langsung kepada perusahaan. Langkah pemberian subsidi upah juga membantu menjaga hubungan antara pemberi kerja-karyawan," ungkapnya.
Langkah pengamanan lainnya, termasuk asuransi sosial yang longgar dan program-program untuk menjangkau sektor informal memberikan perlindungan yang dibutuhkan bagi keluarga.
"Data, pemantauan dan evaluasi sangat penting untuk beradaptasi/mengoreksi diri selama dan mempelajari apa yang berhasil dan dalam konteks apa setelah krisis," papar Maria.
Advertisement
Dampak Pandemi Covid-19 Masih Terasa, Bansos Jangan Dulu Dihapus
Sebelumnya, Ekonom dan Peneliti Indef Nailul Huda menilai bantuan sosial Pemulihan Ekonomi Nasional (Bansos PEN) masih perlu dilanjutkan meskipun dalam waktu dekat Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan mengumumkan status pandemi covid-19 di Indonesia menjadi endemi.
Alasan perlu dilanjutkan karena dampak pandemi masih ada, yakni pengangguran dan kemiskinan belum berkurang secara signifikan. Oleh karena itu, bansos yang dikeluarkan saat pandemi seperti Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima, Warung dan Nelayan (BTPKLWN), Bantuan Langsung Tunai terkait kenaikan BBM, dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) layak dilanjutkan.
"Pandemi memang sudah hampir berakhir, tapi pemulihan ekonomi saya rasa belum selesai. Masih banyak saya rasa dampak pandemi yang masih ada, seperti pengangguran dan kemiskinan yang saya lihat belum kembali ke pola normal sebelum pandemi," kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Jumat (16/6/2023).
Disisi lain, ia juga menilai perlu dilakukan evaluasi per bantuan, sehingga ke depannya Pemerintah bisa memutuskan bantuan sosial mana saja yang berdampak lebih besar.
"Saya rasa harus evaluasi per bantuan, mulai dari bansos hingga bantuan upah. Mana yang perlu dihilangkan, dikurangi, atau mungkin ditambah. Sehingga tidak menghilangkan safety net masyarakat," ujarnya.
Dalam kesempatan berbeda, Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Alia Karenina, menegaskan bahwa bantuan sosial yang ditujukan kepada masyarakat yang terdampak akibat pandemi Covid-19, akan dihentikan.
"Bansos PEN tersebut tidak akan dilanjutkan mengingat pandemi sudah berakhir dan perekonomian sudah mulai kembali pulih," kata Alia kepada Liputan6.com.
Namun, kata Alia dukungan lainnya untuk masyarakat miskin terutama miskin ekstrem akan terus dikoordinasikan melalui program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.Â
Hore, Bansos Tetap Mengucur Meski Indonesia Masuk Status Endemi
Presiden Joko Wododo (Jokowi) mengungkapkan bahwa Indonesia akan beralih status dari Pandemi Covid-19 menjadi endemi. Pengumuman perubahan tersebut akan dilakukan dalam satu hingga dua pekan ke depan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, meskipun sudah berubah status menjadi endemi, sejumlah program bantuan sosial (bansos) akan terus berlanjut.Â
"Belum ada rencana (bansos dihapus)," ungkapnya kepada awak media di sela-sela kunjungan kerja di Cirebon, Jawa Barat, Jumat (16/6/2023).
Jenis bansos yang akan berlanjut antara lain Program Keluarga Harapan (PKH). PKH menyasar keluarga miskin, khususnya ibu hamil dan anak-anak untuk memanfaatkan layanan kesehatan dan pendidikan.
"Kalo program dari bantuan PKH, itu masih jalan terus," ungkap Menko Airlangga.
Selain bansos PKH, program penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga dipastikan berlanjut. Tercatat, total anggaran KUR pada 2023 mencapai Rp 450 triliun di 2023.
Untuk kredit KUR super mikro dengan pinjaman di bawah Rp10 juta, bunganya dipatok 3 persen. Sedangkan untuk KUR dengan pinjaman Rp10 juta sampai Rp500 juta suku bunganya 6 persen.
"Target KUR keseluruhan Rp 450 triliun, kalau KUR mikro ya tergantung di mananya kita berikan. Pokoknya di bawah Rp10 juta berapa pun bisa diserap," tegasnya.
Menteri Airlangga mengatakan, perpanjangan sejumlah program bansos tersebut bagian dari upaya pemerintah untuk mengatasi persoalan kemiskinan. Jokowi menargetkan angka kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen di 2024 mendatang.
"Kita punya target kemiskinan ekstrim mendekati 0 di tahun 2024. Jadi kita sedang mendorong ke arah sana," ujar Menko Airlangga Hartarto.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com Â
Advertisement