Liputan6.com, Jakarta Pakar ekonomi dan bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Mudrajad Kuncoro menilai, keberadaan gerai pelayanan bahan bakar minyak (BBM) Pertashop sangat dibutuhkan masyarakat sehingga Pertamina seharusnya memperluas ke berbagai wilayah terpencil.
"Ini program bagus. Makanya harus diperluas dan menjangkau daerah-daerah yang membutuhkan, misalnya pesisir atau daerah pegunungan yang susah dapat pasokan energi," kata dia melansir Antara, Kamis (13/7/2023).
Mudrajad menilai program kemitraan Pertashop merupakan bukti bahwa negara dan Pertamina hadir untuk memberikan energi, dimana target penjualannya adalah Pertamax yang tidak bersubsidi ke berbagai pelosok, termasuk daerah-daerah terpencil, tertinggal, dan terluar.
Advertisement
Keberadaan gerai BBM tersebut, juga dinilai memudahkan masyarakat untuk mengakses energi karena masyarakat pelosok tidak perlu jauh-jauh lagi ke kota untuk membeli BBM sehingga bisa menghemat biaya transportasi
Apalagi, lanjutnya, saat ini Pertamina baru mengembangkan 6.152 Pertashop dari target semula 10 ribu gerai, sementara kebutuhannya lebih dari itu dengan jumlah desa di Indonesia sudah berkembang dan mencapai 33 ribu kawasan.
Oleh karena itu Mudrajad berharap, pemerintah melakukan afirmasi terhadap para pelaku usaha Pertashop, sebab umumnya mereka adalah pengusaha kecil-menengah, sehingga seringkali kesulitan memperoleh modal dan lahan untuk membuka gerai BBM tersebut.
“Pemerintah perlu membuat berbagai macam kemudahan agar pengusaha kecil memiliki kesempatan merasakan bisnis Pertashop tersebut," katanya.
Dari segi permodalan, lanjutnya, perbankan juga harus disertakan agar para calon pengusaha gerai BBM tersebut bisa mengakses dengan baik.
Â
Bisnis Pertashop Rugi Gara-Gara Kalah Saing dari Pertamini, Salah di Mana?
Pengusaha Pertamina Shop (Pertashop) mengeluhkan kerugian bisnis yang diderita akibat penurunan omzet. Libur bisnis mereka kalah saing dengan adanya pengecer ilegal Pertamini yang kian menjamur.
Menurut data Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI), dari sekitar 448 unit Pertashop sebanyak 201 diantaranya dilaporkan mengalami kerugian dengan tingkat bervariasi. Beberapa bahkan harus menutup usaha, dan sebagian dilaporkan harus disita asetnya gara-gara tidak dapat membayar pinjaman.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai, dari perspektif ekonomi dan daya beli masyarakat, konsep bisnis untuk Pertashop kiranya perlu ditata ulang.
Pasalnya, kebijakan untuk Pertashop yang hanya diperbolehkan menjual BBM RON tinggi, pada dasarnya tidak sesuai dengan segmen pasar yang menjadi target.
"Pemerintah perlu menata kembali konsep bisnis Pertashop agar tidak merugikan para pihak, terutama pelaku bisnis," ujar Komaidi dalam keterangan tertulis, Selasa (11/7/2023).
Komaidi berpendapat, Pertashop didesain dan ditujukan untuk memperluas akses BBM kepada wilayah-wilayah yang belum terjangkau SPBU. Karena itu, Pertashop umumnya lebih banyak tersebar di wilayah pedesaan dan pinggiran kota.
"Ketika Pertashop hanya diperbolehkan menjual BBM RON tinggi, sementara di SPBU tersedia BBM RON yang lebih rendah, maka masyarakat yang menjadi target pasar berpotensi membeli BBM di SPBU dengan lebih banyak pilihan. Termasuk dapat memilih untuk membeli BBM RON lebih rendah dengan harga yang lebih murah," sebutnya.
Di sisi lain, kehadiran penjual BBM eceran semisal Pertabotol dan Pertamini menjadi penyebab utama banyaknya Pertashop merugi, ditambah lokasi kios ilegal itu pun berdekatan dengan penjual resmi.
Â
Advertisement
Pertamini
Sebab, Pertabotol dan Pertamini dapat menjual BBM RON lebih rendah seperti Pertalite (RON 90) yang tidak dapat dilakukan oleh Pertashop.
"Margin usaha niaga BBM seperti Pertashop pada umumnya telah ditetapkan dalam nilai tertentu untuk setiap liternya. Karena itu keberlangsungan bisnis niaga BBM termasuk bisnis Pertashop akan ditentukan oleh besaran volume penjualan yang dapat dilakukan," kata Komaidi.
Menurut dia, kebijakan yang hanya membolehkan Pertashop menjual BBM RON tinggi, sementara kegiatan usaha Pertabotol dan Pertamini tidak ditertibkan, akan berdampak terhadap target minimal penjualan Pertashop tidak tercapai. Akibatnya, biaya operasional tidak dapat tertutup dan kemudian merugi.
"Jangan sampai tujuan memperluas akses BBM yang pada dasarnya sangat bagus karena dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi nasional justru menjadi kontraproduktif dan beban bagi pelaku bisnis yang telah berinvestasi di bisnis Pertashop," pungkasnya.