Sukses

Dunia Diancam Resesi, Perdagangan Lintas Negara Makin Menantang

Kementerian Perdagangan mencatat upaya-upaya untuk menjaga dan meningkatkan kinerja perdagangan di Indonesia bakal semakin kompleks

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan mencatat upaya-upaya untuk menjaga dan meningkatkan kinerja perdagangan di Indonesia bakal semakin kompleks. Bisa dibilang, ada kesulitan akibat berbagai tantangan perdagangan yang ada.

Sekretaris Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Hari Widodo menerangkan kompleksnya kondisi itu dipengaruhi tak pastinya ekonomi global. Sehingga, berdampak ke ekosistem perdagangan di Indonesia.

"Dalam kondisi global dan nasional yang dipenuhi berbagai tantangan, tugas menjaga dan meningkatkan kinerja perdagangan menjadi semakin kompleks," kata dia dalam Diseminasi Hasil Analisis BKPerdag Tahun 2023, di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2023).

Atas kondisi itu, ada sejumlah dampak berupa tantangan yang dihadapi sektor perdagangan di Indonesia, maupun antar negara. Sebut saja, adanya ancaman resesi dan stagflasi, kemudian tantangan inflasi dan potensi krisis suplai makanan dan energi.

"Meningkatnya penggunaan trade restriction dan trade remedies di berbagai negata untuk menghadapi ancaman krisis, kemusian meningkatnya itu multi dimensi, penurunan harga komoditas dunia dan terkait isu decarbonisation dan green trade," paparnya.

Menyikap hal itu. Pada 2023 dan 2024 kedepan Kemendag memiliki arah kebijakan dan sejumlah program prioritas. Beberpaa diantaranya memastukan stabilitas harga dna ketersesiaan barang pokok dan penting.

"Untuk perdagangan dalam negeri Kemendag selalu untuk lakukan strategi memperkuat ekosistem perdagangan. Strateginya penguatan logistik nasional, kemudian pemanfaatan teknologi digital serta menjaga iklim persaingan usaha yang sehat dan perlindungan konsumen yang memadai," sambung Hari.

 

2 dari 4 halaman

Bidik Ekspor Afrika-Asia Selatan

Kementerian Perdagangan mencatat pergerakan ekonomi global masih mengalami ketidakpastian pada 2023 ini. Untuk itu diperlukak siasat lain untuk tetap menjaga kinerja perekonomian Indonesia.

Salah satu yang dibidik oleh Kemendag adalah pasar ekspor non tradisional Indonesia. Artinya, ada wilayah-wilayah baru yang bakal dioptimalkan sebagai tujuan ekspor.

Sekretaris Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Hari Widodo menyampaikan, setidaknya ada 3 wilayah yang jadi target. Yakni, Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan. Pilihan ini menurutnya bakal diperkuat melihat adanya pelemahan pertumbuhan ekonomi di negara-negara barat.

"Kemendag akan terus menggencarkan penetrasi ekspor ke pasar non tradisional seperti Asia Selatan, Afrika dan wilayah Timur Tengah," ujar dia dalam Diseminasi Hasil Analisis BKPerdag Tahun 2023, di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (14/7/2023).

 

3 dari 4 halaman

Tren Ekspor

Menurut catatannya, ekspor RI ke Afrika mencapai USD 6,18 miliar pada 2022 lalu. Kemudian ekspor ke Timur Tengah bisa mencapai USD 10,23 miliar. Serta, ekspor ke wilayah Asia Selatan tercatat sebesar USD 32,01 miliar.

Angka-angka ini diproyeksi terus meningkat kedepannya. Mengingat adanya sejumlah potensi perdagangan antara Indonesia dan negara di tiga wilayah tadi.

"Di kawasan Asia Selatan misalnya, memiliki penduduk lebih dari 1,8 miliar dan PDB USD 4,43 triliun. Sementara Afrika dengan penduduk 1 miliar miliki PDB USD 2,98 triliun dan Timur Tengah yang meskipun jumlah pendudukannya sedikit namun memiliki PDB yang sangat besar USD 4,97 triliun," paparnya.

 

4 dari 4 halaman

Tantangan

Pada kesempatan itu, Hari meneranhkan, ketidakpaatian ekonomi global tercermin dari melemahnya proyeksi pertumbuhan ekonomi. Tahun ini, diperkirakan hany sekitar 2,8 persen.

Meski begitu, tingkat inflasi bisa diprediksi mengalami penurunan menjadi 7 persen dari sebelumnya 8,7 persen di 2022 lalu.

"Dalam kondisi global dan nasional yang dipenuhi berbagai tantangan, tugas menjaga dan meningkatkan kinerja perdagangan menjadi semakin kompleks," kata dia.

"Jadi ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi oleh kita antara lain ancaman resesi dan stagflasi kemudian ada inflasi serta potensi food and energy crisis, meningkatnya penggunaan trade restriction dan trade remedies di berbagai negata untuk menghadapi ancaman krisis, kemusian meningkatnya itu multi dimensi, penurunan harga komoditas dunia dan terkait isu decarbonisation dan green trade," paparnya.