Sukses

CEO Saudi Aramco Amin Nasser Diangkat Jadi Dewan Direksi BlackRock

BlackRock menjelaskan, langkah tersebut mencerminkan penekanan perusahaan pada Timur Tengah sebagai bagian dari strategi jangka panjangnya.

Liputan6.com, Jakarta - Manajer aset terbesar di dunia, BlackRock mengumumkan bahwa pihaknya telah mengangkat CEO Saudi Aramco, Amin Nasser untuk bergabung dengan dewan direksi.

BlackRock menjelaskan, langkah tersebut mencerminkan penekanan perusahaan pada Timur Tengah sebagai bagian dari strategi jangka panjangnya. 

"Karier Amin yang terkenal di Aramco, selama lebih dari empat dekade, memberinya perspektif unik tentang banyak masalah utama yang dihadapi perusahaan dan klien kami," kata ketua dan CEO BlackRock Larry Fink, dikutip dari CNBC International, Selasa (18/7/2023).

"Pengalaman kepemimpinannya, pemahamannya tentang industri energi global dan pendorong pergeseran menuju ekonomi rendah karbon, serta pengetahuannya tentang kawasan Timur Tengah, semuanya akan berkontribusi secara berarti pada dialog BlackRock Board," tambah Fink.

Nasser telah memegang posisi teratas di perusahaan minyak terbesar di dunia sejak tahun 2015. Dia mengawasi pencatatan publik perusahaan Aramco pada 2019.

Kemudian pada tahun 2021, Aramco mengumumkan proposalnya untuk mencapai emisi gas nol bersih pada 2050.

BlackRock sendiri telah berada di garis depan penerapan pedoman dan strategi tata kelola lingkungan, sosial dan perusahaan industri keuangan.

Di sisi lain, BlackRock telah mendapat kecaman karena investasinya di industri bahan bakar fosil, menjadi sasaran politik dengan kritik dari Partai Demokrat dan Republik AS terhadap kebijakan ESG-nya.

BlackRock memiliki lebih dari USD 8 triliun atau setara Rp 119,9 kuadriliun aset klien yang dikelola pada tahun 2022.

2 dari 3 halaman

Penjelasan BlackRock soal Kritik Terhadap Kebijakannya

Fink sebelumnya mengatakan bahwa manajer aset seperti BlackRock bukanlah "polisi lingkungan", tetapi merupakan kewajiban fidusia perusahaan untuk memberi investor akses ke informasi terbaik dan terlengkap untuk membuat keputusan investasi mereka, dan itu termasuk data iklim.

"Seperti yang telah saya katakan secara konsisten selama bertahun-tahun sekarang, adalah tugas pemerintah untuk membuat kebijakan dan memberlakukan undang-undang, dan bukan untuk perusahaan, termasuk manajer aset, menjadi polisi lingkungan," tulis Fink dalam surat tahunannya.

3 dari 3 halaman

Sejarah Singkat Blackrock, Perusahaan Manajemen Aset Terbesar di Dunia

BlackRock merupakan sebuah perusahaan manajemen aset terbesar di dunia.

Banyak klien yang dikelola oleh BlackRock mulai dari korporasi yang besar, perusahaan ventura, hedge fund, perusahaan keluarga, bahkan sampai dana pensiun untuk berbagai jenis aset.

Produk-produk seperti Amazon, Google, Microsoft, Netflix, Starbucks, Tesla, Disney, dan banyak lagi produk lainnya dikelola dananya oleh perusahaan tersebut.

Selama 30 tahun terakhir, BlackRock berkembang dari delapan orang menjadi perusahaan terbesar di dunia dan dipercaya dalam mengelola banyak aset dan manajer investasi lainnya. BlackRock menjadi sebuah platform yang berkomitmen untuk terus memberikan nilai jangka panjang bagi kliennya serta pemegang sahamnya.

Dilansir dari situs resmi BlackRock, perusahaan ini dimulai pada 1988 di mana saat itu hanya dimulai oleh delapan orang dalam satu ruangan yang mempunyai tekad dalam mengutamakan kebutuhan serta kepentingan dari kliennya.

Pendiri dari BlackRock yakin bahwa mereka dapat mengelola aset dengan cara yang lebih baik kepada klien mereka dan memberikan manfaat serta semangat kepada mereka dalam memahami serta mengelola risiko.

BlackRock sendiri dipimpin oleh Laurence Douglas Fink yaitu lelaki kelahiran 2 November 1952 yang mempunyai julukan “King of Wall Street” hingga julukan “Manusia 10 triliun dollar”.

Laurence atau akrab disapa Larry Fink telah menjadi founder sekaligus CEO BlackRock. Ia merupakan anak dari seorang pemilik toko sepatu dan guru bahasa Inggris, ia berkuliah di Universitas California dengan gelar sarjana Ilmu Politik.

Pada 1974, ia juga berkuliah di UCLA Anderson Graduate School of Management di bidang Real Estate. Kemudian, pada 1976 ia juga bergabung dengan First Boston yaitu bank investasi.

Dalam bank tersebut, Larry mempunyai jenjang karier yang sangat gemilang dan membuat namanya menjadi legenda. Meskipun begitu, pada 1986 Larry harus jatuh dari nama, citra, hingga kariernya menjadi hancur karena prediksinya yang salah atas tingkat suku bunga dan membuat perusahaan merugi.