Liputan6.com, Jakarta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprediksi, penerimaan negara dari sektor hulu migas tahun ini akan berada di bawah target yang ditetapkan dalam APBN 2023.
Penyebabnya, lantaran harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) 2023 yang merosot jauh dibanding 2022 silam.
Baca Juga
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Khairi melaporkan, harga minyak mentah Indonesia pada semester I tahun ini jauh di bawah target APBN 2023 yang ditetapkan sebesar USD 90 per barel.
Advertisement
"ICP kalau kita cermati di sepanjang tahun 2022 kemarin mencapai USD 97 per barel. Sepanjang semester I ini hanya USD 75,24 (per barel)," ujar Kurnia di Kantor SKK Migas, Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Faktor kedua yang sangat berpengaruh yakni lifting dari minyak dan gas. Realisasi lifting minyak di 6 bulan pertama tahun ini mencapai 615,5 ribu barel per hari (BPH). Itu naik 0,16 persen dibandingkan capaian semester I 2022 sebesar 614,5 ribu BPH.
Namun, itu masih di bawah target realisasi lifting minyak semester I 2023 sebesar 618,7 BPH, atau setara 99,5 persen dari target.
Sementara realisasi produksi gas selama semester pertama tahun ini sebesar 5.308 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Turun 0,3 persen dibandingkan dengan semester I tahun lalu yang mampu 5.326 MMscfd.
"Memang untuk minyak bisa dikatakan sedikit meningkat dibandingkan semester I 2022. Cuman untuk gas tercatat masih lebih rendah," imbuh Kurnia.
Kurnia menilai, kondisi tersebut tentu akan jadi tantangan untuk mencapai outlook di sepanjang 2023. Pasalnya, dengan target penerimaan negara sebesar USD 15,9 miliar di sepanjang 2023 dari sektor hulu migas, realisasi per semester I 2023 masih di kisaran USD 6,8 miliar,
"Kita perkirakan akan ada sedikit penurunan di realisasinya nanti (hingga akhir 2023). Mungkin tidak akan full mencapai USD 15,9 billion, mungkin hanya maksimum USD 13 billion," kata dia.
Â
Â
Â