Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan bahwa ekonomi pasar berkembang menanggung beban dolar AS terkuat dalam dua dekade pada tahun 2022, kenaikan yang memukul mereka dengan arus keluar modal, harga impor yang lebih tinggi, dan kondisi keuangan yang lebih ketat.
Mengutip US News, Kamis (20/2/2023) dalam Laporan Sektor Eksternal tahunan IMF, menunjukkan bahwa lonjakan USD tahun lalu memiliki dampak yang lebih besar pada pasar negara berkembang daripada di negara maju yang lebih kecil, sebagian karena nilai tukar kelompok yang lebih fleksibel.
Baca Juga
Untuk setiap 10 persen apresiasi USD yang terkait dengan kekuatan pasar keuangan global, ekonomi pasar berkembang menghadapi penurunan output produk domestik bruto (PDB) sebesar 1,9 persen dalam satu tahun, hambatan yang diperkirakan akan bertahan selama 2,5 tahun mendatang, ungkap IMF.
Advertisement
Penelitian yang sama menunjukkan dampaknya jauh lebih rendah di negara maju, dengan pengurangan output memuncak pada 0,6 persen setelah satu kuartal dan efeknya sebagian besar hilang dalam setahun.
IMF juga mengungkapkan, nilai tukar riil efektif USD naik 8,3 persen pada tahun 2022 ke level terkuat dalam dua dekade, di tengah serangkaian kenaikan suku bunga The Fed untuk mengekang inflasi dan harga komoditas global yang tinggi didorong oleh perang Rusia Ukraina.
"Pasar dan ekonomi berkembang dengan kerentanan yang sudah ada sebelumnya seperti inflasi tinggi, dan posisi eksternal yang tidak selaras mengalami tekanan depresiasi yang lebih besar, sementara ekonomi pengekspor komoditas mendapat manfaat dari kenaikan harga komoditas,"Â beber IMF.
Selain itu, sejumlah ekonomi pasar berkembang juga mengalami ketersediaan kredit yang memburuk, arus masuk modal yang berkurang, kebijakan moneter yang lebih ketat, dan penurunan pasar saham yang lebih besar.
Di negara maju, sementara itu, nilai tukar USD yang lebih fleksibel mampu menyerap sebagian dampak melalui depresiasi, sementara kebijakan moneter yang lebih akomodatif juga membantu - asalkan ada ekspektasi inflasi yang kuat.
Pertumbuhan Lebih Cepat
"Ekspektasi inflasi yang lebih kuat membantu dengan memberikan lebih banyak kebebasan dalam menanggapi kebijakan moneter. Setelah depresiasi, suatu negara dapat menjalankan kebijakan moneter yang lebih longgar jika ekspektasinya berlabuh. Hasilnya adalah penurunan awal yang lebih dangkal dalam output riil," kata penulis laporan IMF dalam sebuah postingan blog.
"Tetapi pada gilirannya, ekonomi pasar berkembang dengan rezim nilai tukar yang lebih fleksibel cenderung menikmati pemulihan ekonomi yang lebih cepat karena depresiasi nilai tukar langsung yang cukup besar," tulisnya.
Advertisement
Rekomendasi untuk Negara Berkembang
IMF merekomendasikan agar negara-negara pasar berkembang bergerak menuju nilai tukar yang fleksibel, dengan mengembangkan pasar keuangan domestik yang mengurangi sensitivitas pinjaman terhadap nilai tukar, dan berkomitmen untuk meningkatkan kerangka fiskal dan moneter, termasuk kemandirian bank sentral, untuk membantu menjangkarkan ekspektasi inflasi.
Laporan Sektor Eksternal menunjukkan, staf IMF menilai bahwa USDÂ dinilai terlalu tinggi pada tahun 2022 sebesar 3,5 persen hingga 14,6 persen, dengan titik tengah 9 persen.
Pada April 2022, IMF mengatakan nilai dolar adalah 0,5 persen di bawah rata-rata tahun 2022.
IMF juga mengatakan bahwa euro dinilai terlalu tinggi di beberapa negara zona euro, sekitar 10Â persen di Italia dan Finlandia, sementara itu bernilai lebih rendah di negara lain, sebesar 8 persen di Jerman.