Liputan6.com, Jakarta Indonesian Petroleum Association (IPA) membenarkan pernyataan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), yang menyebut sejumlah alat pengeboran (rig) di industri sektor hulu minyak dan gas (migas) tidak laik pakai.
Vice President Indonesian Petroleum Association (IPA) Ronald Gunawan mengungkapkan, kondisi ini terjadi akibat pandemi Covid-19 sejak periode 2020. Kala itu, kegiatan di hulu migas menurun drastis dan membuat rig jadi terbelengkalai.
Baca Juga
"Yang dibilang SKK migas 1.000 persen betul. Tapi ini kan impact waktu covid kemarin. Mulai 2020 kan kegiatan menurun secara drastis," ujar Ronald di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Advertisement
"Akibatnya banyak rig darat maupun laut yang cold stack (harus disimpan), bawa balik karena sudah tidak dipakai lagi. Itu kan banyak perusahaan yang stop drilling. Jadi rig itu tidak terpakai," sambungnya.
Ronald mengatakan, kegiatan pemeliharaan atau maintenance rig pun otomatis terhenti. Sehingga ketika industri hulu migas mulai terdongrak lagi di 2022, tidak turut diimbangi oleh ketersediaan rig yang memadai.
"Akibatnya, 2022 mulai starting lagi drilling segala macam. Itu kan perlu waktu rig-nya, perlu di-order lagi materialnya. Tidak semuanya datang dalam 1 bulan, kadang datang 3-4 bulan. Akibatnya supply and demand problem. Itu yang kita hadapi," terangnya.
Menurut dia, situasi ini tidak hanya dirasakan di Indonesia saja, tapi juga para pelaku industri hulu migas dari negara Timur Tengah juga. Khususnya untuk alat pengeboran di lepas pantai (rig offshore) yang secara permintaan besar.
"Rig offshore itu sekarang susah dicari, terbatas. Di Middle East, di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, mereka kan butuh banyak rig. Jadi rig marketnya tinggi. Sehingga hukum supply demand berjalan," ungkapnya.
"Rig darat juga sama. Tapi kenaikannya belum setinggi laut. Karena dia punya supply demand masih oke. Naik, tapi tidak separah rig offshore," pungkas Ronald.
Investasi Migas Jadi Modal Utama Tinggalkan Energi Fosil, Kok Bisa?
Sebelumnya, pelaku industri minyak dan gas atau migas kini tetap bersiap menghadapi proses transisi energi. Pun begitu, mereka tidak serta merta akan meninggalkan sektor industri migas yang masih jadi pusat perputaran uang.
Rumusan itu disiapkan dalam dokumen kajian (white paper) yang bakal jadi bahan pada Indonesian Petroleum Association Convention & Exhibition 2023 (IPA Convex 2023). White paper ini merupakan usulan dari para pelaku industri migas bagi tercapainya investasi migas yang diinginkan.
Executive Director IPA Marjolijn Wajong mengatakan, white paper dalam IPA Convex 2023 akan bertumpu pada dua isu. Pertama, bagaimana caranya memperbesar investasi migas untuk mencapai keamanan energi, meskipun energi fosil ke depan akan ditinggalkan.
"Karena kita bilang kita mau punya energy security yang aman. Sambil Indonesia siapkan energi yang lebih bersih, investasi kan harus naik. Kita kan sekarang impor, itu akan memberatkan negara. Dengan energy security, kita harus tambah migas, sehingga investasi akan nambah," ujarnya di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Isu kedua, kata Marjolijn, pelaku industri migas dalam IPA Convex 2023 akan mendiskusikan masalah transisi energi, khususnya pelaksanaan penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS) pada wilayah kerja hulu migas.
"Dalam white paper, kita ingin tambahkan yang tidak hanya di dalam (wilayah kerja), tapi di luar. Ini isu yang tidak mudah. Aduh, keluar uang lagi, jadi berat. Di situ kami akan bahas gimana CCS/CCUS ini yang di luar bisa dilihat sebagai salah satu business opportunity. Kita punya kelebihan, punya reservoir," ungkapnya.
Advertisement
Sinergi Pemangku Kepentingan
Senada, Ketua Panitia Convex IPA 2022 Krishna Ismaputra sepakat, untuk menaikkan produksi, Indonesia punya potensi yang harus diubah jadi sesuatu untuk diproduksi.
"Pada saat kita bicara peningkatan produksi, kata kuncinya investasi. Kita tak bisa menaikkan produksi tanpa investasi untuk eksplorasi dan eksploitasi," kata Krishna.
Krishna menyampaikan, white paper ini tujuannya untuk menyamakan persepsi antar pemangku kepentingan di sektor hulu migas. Tinggal mencari solusi untuk kemudian dieksekusi.
"Maka next-nya adalah, ayo kita carikan solusinya seperti apa. Setelah list solusinya, kita FGD-kan lagi. Setelah dapatkan semua itu, kita lakukan rumusan," kata Krishna.
 Â