Liputan6.com, Jakarta - Penarikan Rusia dari kesepakatan ekspor biji-bijian dari Laut Hitam diperkirakan akan mendorong kenaikan harga pangan di kawasan Asia.
"30 persen impor jagung China berasal dari Ukraina, dan digunakan untuk makanan, minyak goreng, dan pakan ternak," kata Oksana Lesniak, kepala Biro Asia-Pasifik Center for Global Studies Strategy XXI di Kyiv, dikutip dari Al Jazeera, Jumat (21/7/2023).
Baca Juga
Senada, Pavlo Martyshev, seorang peneliti di enter for Food and Land Use Research di Sekolah Ekonomi Kyiv, mengatakan bahwa Asia, termasuk China, akan terdampak daripada wilayah seperti Afrika untuk mengatasi runtuhnya kesepakatan.
Advertisement
"Berakhirnya kesepakatan biji-bijian akan berdampak pada ketahanan pangan di Asia karena kenaikan harga biji-bijian dan minyak sayur, serta minyak nabati. Ini bisa mendorong inflasi pangan di wilayah tersebut," ungkap Martyshev.
"Namun, perlu dicatat bahwa tidak akan ada kekurangan produk pangan secara fisik. Negara-negara Asia mampu secara finansial, sehingga mereka akan memiliki persediaan makanan yang cukup," tambahnya.
Martyshev menjelaskan, kebijakan China untuk mendiversifikasi impornya, termasuk perjanjian tahun 2022 yang ditandatangani dengan Brasil untuk mengimpor jagung akan memastikan ketahanan pangan, karena Brasil saat ini mengalami panen yang sangat tinggi.
Di bawah kesepakatan Laut Hitam, Asia menerima 46 persen pengiriman biji-bijian dan bahan makanan lainnya, sementara Eropa Barat dan Afrika masing-masing menerima 40 persen dan 12 persen.
China telah menjadi penerima ekspor terbesar, menurut angka PBB, mengambil 7,7 juta ton atau hampir seperempat dari total. Impor China termasuk 5,6 juta ton jagung, 1,8 juta ton tepung biji bunga matahari, 370.000 ton minyak bunga matahari, dan 340.000 ton jelai.
Harga Bijian bijian Global Diperkirakan Naik
Tetapi harga biji-bijian global diperkirakan akan tetap naik dalam beberapa bulan mendatang karena batalnya kesepakatan dan faktor lain seperti cuaca yang luar biasa akibat perubahan iklim.
"Saat ini, dampaknya tidak terlihat karena negara-negara di belahan bumi utara sedang memanen tanaman baru, sehingga akan ada cukup biji-bijian untuk semua orang," jelas Martyshev.
"Selain itu, diharapkan akan ada rekor produksi biji-bijian di dunia pada tahun 2023. Perlu dicatat bahwa panen besar saat ini adalah kebetulan, terutama karena kondisi cuaca yang relatif menguntungkan. Saat ini, panen besar menutupi masalah krisis pangan," katanya.
Meskipun menjadi penerima manfaat dari kesepakatan biji-bijian Laut Hitam dan Rusia, China belum dapat membujuk negara itu untuk kembali ke kesepakatan tersebut.
"China seharusnya digambarkan dalam kesepakatan biji-bijian ini sebagai negara besar dan berpengaruh yang dapat menjamin sesuatu (persediaan makanan) untuk negara-negara Afrika," kata Mark Savchuk, kepala komite pengawas National Anti-Corruption Bureau of Ukraine.
Advertisement
ASEAN Tak Akan Hadapi Dampak Besar dari Penarikan Rusia di Kesepakatan Laut Hitam
Yose Rizal Damuri, direktur eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Jakarta, mengatakan dampak di Asia Tenggara, di mana mie berbahan dasar gandum mencapai 10-15 persen bahan pokok, tidak akan besar karena negara-negara telah mengurangi impor dari Ukraina setelah Rusia melancarkan invasi pada Februari tahun lalu.
"(Dampak tidak langsung) itu mungkin lebih signifikan daripada dampak langsung, terutama dengan siklus cuaca El Nino yang dapat mengganggu panen di Asia Tenggara," kata Damuri.
Dia menambahkan, jika kondisi cuaca yang tidak menguntungkan mempengaruhi rantai pasok komoditas pangan lainnya, Asia Tenggara masih berpotensi mengalami inflasi yang lebih tinggi.
"Hal itu sekali lagi tergantung pada bagaimana (kesepakatan biji-bijian Laut Hitam) memengaruhi rantai pasokan pangan global," jelasnya.