Sukses

Petani Diminta Setop Pakai Pupuk Kimia Ugal-ugalan, Ini Dampaknya 

Residu pestisida dan residu pupuk kimia yang berlebihan akan semakin berbahaya, jika tertinggal atau terdapat pada produk pertanian yang berakibat munculnya penyakit degeneratif dan kanker.

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan pupuk anorganik atau kimia di Indonesia terus meningkat tanpa terkendali. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memicu sejumlah masalah besar. Selain penurunan kualitas tanah, pencemaran lingkungan, hingga ancaman bagi kesehatan manusia dapat terjadi.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian  (Kementan) Dedi Nursyamsi, Fakta di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia saat ini sudah tidak tak terkendali. 

Hasil temuan bahwa banyak petani mengunakan pupuk urea yang melebihi takaran. Seharusnya dalam satu hektar lahan cukup 2,5 kuintal pupuk kimia, justru malah sampai satu ton.

Bahkan banyak petani memakai pupuk kimia dalam level sangat ekstrem yaitu tujuh sampai 10 jenis kimia seperti pestisida, insektisida, dan bakterisida secara bersamaan. Ini dilakukan untuk mengusir hama di lahan pertanian mereka.

"10 jenis ini dioplos dan disemprotkan ke tanamannya. Ini saya menemukan sendiri di lapangan, bukan katanya, katanya," ujar Dedi seperti dikutip, Sabtu (22/7/2023).

Dengan menggunakan campuran dari berbagai jenis bahan kimia, lanjut Dedi, petani merasa puas. Sebab hama atau serangga yang menyerang tanaman mereka langsung mati. Berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus pun bisa teratasi. 

"Tapi bukan hanya patogen atau serangga dan hama saja yang klepek-klepek mati begitu disemprot, mikroba penyubur tanah pun ikut mati, mikroorganisme dan makro organisme yang dibutuhkan untuk menjaga ekosistem juga mati," kata Dedi.

 

2 dari 4 halaman

Resistensi Organik Klorin

Potensi lainnya yang dapat membahayakan adalah resistensi organik klorin yang terdapat dalam kandungan pupuk kimia tersebut. Klorin dalam jumlah yang melebihi batas ambang wajar memiliki daya racun yang luar biasa dan dapat tersimpan di dalam tanah maupun air.

"Tidak ada mikroba yang mampu menghancurkan organ klorin. Residu organ klorin bisa bertahan 100 tahun bahkan 1000 tahun yang akan datang dengan daya toxic yang tetap, tidak berubah," ujar Dedi.

Apabila klorin yang meresap ke dalam tanah akan membuat mikroba penyubur tanah menjadi mati. Bakteri pelarut dan dekomposer juga akan mati. Akibatnya, tanah menjadi tandus, kering-kerontang. 

Selain itu, klorin yang mudah larut dalam air pun bisa ikut hanyut bersama air hujan kemudian masuk ke dalam perairan seperti sungai, danau, kolam, dan air sumur atau sumber air tanah lainnya.

"Kalau sudah begini, zooplankton mati, fitoplankton mati. Ikan-ikan mati, udang mati. Perairan kita pun mati," bebernya. 

3 dari 4 halaman

Bikin Kanker

Tak hanya itu, residu pestisida dan residu pupuk kimia yang berlebihan akan semakin berbahaya, jika tertinggal atau terdapat pada produk pertanian yang berakibat munculnya penyakit degeneratif dan kanker.  

Oleh karena itu, penggunaan pupuk ramah lingkungan harus digalakkan. Karena pembuatan pupuk ini menggunakan sumber hayati dan tidak banyak menghasilkan efek samping terhadap tanah maupun lingkungan. 

"Gunakan pupuk secara berimbang. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan juga tidak akan meningkatkan produksi, meskipun tanamannya terlihat hijau royo-royo. Tapi bijinya, buahnya, itu tidak (bertambah). Ya hanya hijaunya itu," kata Dedi.

Dedi mengakui masih banyak kendala yang dihadapi para petani dalam penggunaan pupuk organik. Selain kurangnya penguasaan teknologi pembuatan pupuk organik, petani juga masih dihadapi inkonsistensi kualitas pupuk organik di berbagai daerah. 

Pupuk organik yang sukses mendongkrak produksi tanaman di satu lahan, belum tentu bisa memberikan dampak yang sama apabila diterapkan di lahan berbeda. 

"Tapi bahan baku pupuk organik sangat banyak tersedia di lingkungan sekitar petani.

 

4 dari 4 halaman

Biomassa

Di lahan intensif, cukup jerami kembalikan ke dalam tanah. Biomassa juga banyak yang berpotensi menjadi pestisida alami, seperti sereh, jahe, kunyit itu bisa menjadi pestisida nabati," kata Dedi.

Menurutnya, untuk kembali menyadarkan dan mengubah mindset petani akan pertanian ramah lingkungan, maka perlu didukung dengan peningkatan kompetensi dan kapasitas para petani dan penyuluh melalui pelatihan, salah satunya Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh. 

Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh saat ini merupakan agenda intelektual yang secara konsisten diselenggarakan oleh Badan PPSDM Pertanian, dan saat ini telah mencapai Volume ke-7.

"Kita ciptakan kemandirian petani untuk menciptakan pestisida nabati dan pupuk organik sendiri. Teknologi sendiri sebenarnya sudah ada dan dikuasai petani bahkan penyuluh. Tinggal bagaimana menggerakkan untuk kembali ke pertanian ramah lingkungan," ajaknya.

Video Terkini