Sukses

India Resmi Larang Ekspor Beras, Bapanas: Indonesia Tak Masalah

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) Arief Prasetyo Adi buka suara menanggapi kebijakan larangan eskpor beras dari India.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) Arief Prasetyo Adi buka suara menanggapi kebijakan larangan eskpor beras dari India. Menurutnya, Indonesia tak bergantung pada pemenuhan stok beras dari India.

Informasi, India resmi melarang kegiatan ekspor beras non-basmati dari negaranya per 20 Juli 2023 lalu. Menurut Arief, kebijakan ini tak lantas berpengaruh kepada penyediaan cadangan beras pemerintah (CBP).

Dia menerangkan, dalam pemenuhan CBP, diprioritaskan bersumber dari dalam negeri. Meski ada penugasan untuk impor sebanyak 2 juta ton beras, tapi itu tak diambil dari India. Bahkan menurutnya, justru pemerintah India yang menawarkan dilakukannya trade balancing dengan Indonesia.

"Trade balance India itu dengan Indonesia kalahnya besar, sehingga teman-teman dari India ini mengharapkan kita itu Importasinya salah satunya dari India, jadi memang mereka sendiri yang meminta pemerintah Indonesia untuk menyeimbangkan atau trade balance karena ekspor CPO kita jauh lebih besar," kata dia dalam keterangannya, Minggu (22/7/2023).

Arief mengatakan pemerintah telah mempersiapkan berbagai langkah untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras. Utamanya dalam memastikan stok CBP bisa dipenuhi lebih dulu dari produksi dalam negeri.

"Kita akan pastikan bahwa Indonesia memiliki stok yang cukup, hitungannya carry over dari 2022 ke 2023 itu ada sekitar 4 juta ton, kemudian dari amatan KSA (Kerangka Sampel Area) kita punya produksi lebih dari 2,8 juta ton amatan bulan Mei, jadi kita optimis beras aman," ungkapnya.

Persiapan El Nino

Selain itu, sebagai respons menghadapi el nino, dia mengungkap Presiden Joko Widodo telah meminta jajaran kabinetnya untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Mulai dari upaya deteksi dini, teknologi modifikasi cuaca, hingga penyiapan waduk dan sumur bor.

"Salah satu arahan Presiden, Menteri Pertanian diminta untuk mempercepat tanam dan mempersiapkan produksi pangan, serta penyaluran pupuk, sedangkan NFA diminta mengkalkulasi berapa kebutuhan dan dipenuhinya dari mana," terang Arief.

 

2 dari 4 halaman

Stok Beras Bulog

Perlu diketahui, target produksi beras dalam negeri mencapai 30 juta ton. Saat ini stok Bulog berada di angka 735.000 ton ditambah realisasi importasi sekitar 500.000 ton karena masih dilakukan penyerapan dari dalam negeri dan impor dilakukan hanya untuk balancing.

Pemanfaatan CBP dalam tiga bulan terakhir untuk bantuan pangan beras sebesar 640.000 ton ditambah Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) 600.000 ton, telah memberikan andil positif dalam pengendalian inflasi. Untuk itu akan dilakukan intervensi lagi pada tiga bulan mendatang kepada 21,353 juta KPM, masing-masing sebanyak 10kg.

"Presiden juga memerintahkan, melalui penugasan dari NFA kepada Perum Bulog untuk menyerap 2,4 juta ton sehingga balance stok Bulog yang dibawa ke 2024 itu nantinya sebesar 1,2 juta ton," paparnya.

 

3 dari 4 halaman

Harga Gabah

Saat ini Badan Pangan Nasional telah menyesuaikan harga gabah dan beras sekitar 20 persen untuk menjaga keseimbangan baru. Arief berharap melalui penyesuaian Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) tersebut, keberlangsungan industri perberasan nasional bisa terus terjaga stabil baik di tingkat petani, penggilingan, hingga pedagang.

Harga gabah kering panen (GKP) yang sebelumnya Rp 4.200 menjadi Rp 5.000/kg dan beras premium di wilayah sentra produksi dari Rp 12.800 menjadi Rp 13.900/kg.

"Bahwa komponen-komponen yang berpengaruh pada produksi seperti biaya sewa lahan, pupuk, hari orang kerja, dan BBM itu naik sehingga memang harus kami sesuaikan," ujarnya.

"Perintah Bapak Presiden Harga itu harus wajar di tingkat produsen, pedagang, dan konsumen. Tidak boleh harga di hulu terlalu rendah dan harga di hilir tidak boleh terlalu tinggi," imbuhnya.

 

4 dari 4 halaman

India Setop Ekspor Beras

Diberitakan sebelumnya, India mengumumkan larangan ekspor beras putih non-basmati yang mulai berlaku pada Kamis 20 Juli 2023. Langkah yang dijalankan India ini dalam upaya mengendalikan harga pangan terutama beras yang tinggi di dalam negeri.

Kementerian Urusan Konsumen India mengatakan larangan tersebut akan membantu memastikan ketersediaan beras putih non-basmati di wilayahnya, serta menahan kenaikan harga beras di pasar domestik.

Mengutip CNBC International, Jumat (21/7/2023) analis mengatakan bahwa larangan ekspor dikhawatirkan membuat harga beras yang sudah tinggi semakin naik.

"(Pasokan) beras global akan mengetat secara drastis... karena negara ini adalah produsen makanan pokok kedua terbesar di dunia," kata Eve Barre, ekonom ASEAN di perusahaan asuransi kredit perdagangan Coface.

Barre mengatakan Bangladesh dan Nepal akan paling terdampak oleh larangan ekspor tersebut, karena kedua negara tersebut adalah tujuan ekspor utama beras dari India.

Firma analitik pertanian Gro Intelligence dalam laporannya juga menyebut, larangan ekspor beras India dikhawatirkan dapat memperburuk kerawanan pangan bagi negara-negara yang sangat bergantung pada beras.

"Tujuan teratas untuk beras India termasuk Bangladesh, China, Benin, dan Nepal. Negara-negara Afrika lainnya juga mengimpor beras India dalam jumlah besar," ulis analis Gro Intelligence.

Menurut Kementerian Urusan Konsumen Idnia, beras putih non-basmati menyumbang sekitar 25 persen ekspor beras India.

Namun, importir yang terkena dampak masih bisa beralih ke pemasok alternatif di wilayah tersebut, seperti Thailand dan Vietnam, menurut ekonom senior Bank DBS Radhika Rao.

"Selain pengurangan pasokan beras global, reaksi panik dan spekulasi di pasar berasglobal akan memperburuk kenaikan harga," ungkap Barre dari Coface.

Video Terkini