Liputan6.com, Jakarta Kasus dugaan korupsi di tambang nikel Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) terdapat perkembangan. Hal ini setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan dua tersangka baru.
Kedua tersangka itu yakni, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM berinisial SM dan Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian ESDM berinisial EVT. Keduanya diduga terlibat kasus izin usaha pertambangan (IUP).
Baca Juga
SM dan EVT langsung menjalani penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Advertisement
Kata Ketut, hasil penyidikan menyatakan SM dan EVT telah memproses penerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) untuk 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel milik PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa juta metrik ton ore nikel pada RKAB beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo. Namun, itu tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan.
"Padahal, perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit/cadangan nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangannya (IUP-nya), sehingga dokumen RKAB tersebut (dokumen terbang) dijual kepada PT Lawu Agung Mining yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Antam," ucap Ketut seperti ditulis, Selasa (25/7/2023).
"Seolah-olah nikel tersebut berasal dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain yang mengakibatkan kekayaan negara berupa ore nikel milik negara, PT Antam dijual dan dinikmati hasilnya oleh pemilik PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa pihak lain," sambungnya.
Kasus dugaan korupsi IUP di Blok Mandiodo ini diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 5,7 triliun. Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung seluruhya telah menetapkan tujuh pihak sebagai tersangka.
KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pejabat Daerah yang Bermain Nikel
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tengah mengusut kasus dugaan korupsi dalam sektor pertambangan nikel. Dugaan rasuah tersebut diduga melibatkan pejabat daerah.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebut pengusutan kasus tersebut sudah naik ke tingkat penyelidikan.
"Sudah dilidik (penyelidikan). Rapat pimpinan sudah diputus (naik) lidik," ujar Pahala di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023).
Pahala menyebut keputusan naik ke tingkat penyelidikan ini bermula dari pemeriksaan harta kekayaan pejabat daerah tersebut. Hanya saja, pejabat dimaksud sudah beberapa kali dipanggil tim pencegahan KPK namun tak hadir.
"Terkait LHKPN-nya ada daerah-daerah yang nikel. Pasti daerah nikel, kalian cari saja daerah nikel yang sudah dipanggil KPK, dua kali saya panggil enggak dateng, akhirnya yang ketiga dateng tapi sudah rapat pimpinan udh diputus lidik," kata Pahala.
Sayangnya, Pahala enggan membeberkan identitas pejabat daerah tersebut. Pahala menyebut tak banyak daerah di Indonesia yang menghasilkan nikel.
"Pejabat daerah provinsi yang ada nikelnya kan engga banyak. Kalian coba cari tahu saja," ucap Pahala.
Advertisement
Tambang Nikel Tersebar di 7 Provinsi
Merujuk informasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia memiliki seluas 520.877,07 hektar (ha) tambang nikel yang tersebar di tujuh provinsi. Yakni, provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Pahala menyebut pejabat daerah itu terditeksi KPK kerap menyalahgunakan wewenang berkaitan dengan tambang nikel. Bahkan, menurut Pahala, pejabat daerah itu juga menerima fee terkait pertambangan nikel.
"Kita ada informasi saja ini sering-sering ada main buat nikel. Ada penerimaan-penerimaan," kata Pahala.