Sukses

Transaksi Mata Uang Lokal dengan Negara Tetangga Tembus USD USD 3,2 Miliar

Bank Indonesia (BI) mencatat selama semester I-2023 total nilai transaksi mata uang lokal atau local currency transaction (LCT) ekuivalen mencapai USD 3,2 miliar.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat selama semester I-2023 total nilai transaksi mata uang lokal atau local currency transaction (LCT) ekuivalen mencapai USD 3,2 miliar. 

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti, mengatakan nilai transaksi LCT tersebut meningkat signifikan jika dibandingkan dengan data yang sampaikan BI sebelumnya. 

Bahkan, BI optimis realisasi penggunaan transaksi mata uang lokal atau local currency transaction (LCT) tahun 2023 bisa melampaui tahun 2022 yang mencapai USD 4,1 miliar

"Pada tahun lalu, secara keseluruhan mencapai ekuivalen USD 4,1 miliar. Sedangkan hingga Juni 2023 sudah USD 3,2 miliar. Saya yakin ini akan melampaui di tahun 2022," kata Destry dalam konferensi pers RDG Juli, Selasa (25/7/2023).

Adapun hingga kini Indonesia telah menjalin kerja sama terkait LCT dengan empat negara, yakni Malaysia, Thailand, Jepang, dan China.

Namun, dari kerjasama tersebut yang paling mendominasi adalah kerjasama dengan Malaysia. Total nilai transaksinya USD 1,2 miliar pada semester I-2023.

"Ini cukup mendominasi. Karena mencakup 38 persen dari total nilai transaksi LCT," ujar Destry.

Posisi transaksi LCT selanjutnya disusul dengan Jepang, nilai transaksinya mencapai 23 persen. Lalu Thailand sebesar 20 persen, dan sisanya China.

Lebih lanjut, Destry menyampaikan per Juni 2023 fasilitas LCT sudah digunakan oleh 2.014 pengusaha mulai dari usaha kecil hingga besar. Jumlah itu jauh lebih besar jika dibandingkan tahun lalu mencapai 1.741 pengusaha. "Kami optimistis akan bertambah terus karena sosialisasi yang dilakukan makin baik dan intens," pungkasnya.

2 dari 3 halaman

Dampak KTT ASEAN 2023 untuk Ekonomi: Sepakat Pakai Mata Uang Lokal Bakal Picu Rupiah Stabil

Hasil kesepakatan dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) atau KTT ASEAN yang berlangsung pada 10-11 Mei di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur akan berdampak positif untuk ekonomi dalam jangka panjang.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, dari hasil kesepakatan dalam pertemuan KTT ASEAN meski tidak mengingat dalam ASEAN Leaderships tetapi kalau dijalankan positif untuk jangka panjang.

Bhima mencontohkan hal itu terkait meningkatkan pembayaran lintas, upaya mendorong mata uang lokal, digitalisasi, menjaga stabilitaas kawasan ASEAN. Bhima menilai, hal tersebut jika dijalankan berdampak positif untuk ekonomi dalam jangka panjang.

“Kalau dijalankan efek perdagangan inter ASEAN akan mengalami kenaikan. Kemudian kawasan ASEAN jauh lebih stabil di tengah gejolak yang ditimbulkan kawasan Eropa dan Amerika Serikat,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (12/5/2023).

Ia menambahkan, hal lebih penting lagi, kawasan ASEAN punya daya tarik yang disebut episentrum basis manufaktur, jasa dan basis peningkatan nilai tambah yang berdampak jangka panjang sehingga diharapkan dapat dilaksanakan pemerintah Indonesia.

Adapun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan Pemimpin Negara ASEAN telah sepakati penguatan Konektivitas Pembayaran Regional atau Regional Payment Connectivity (RPC). Selain itu, Pemimpin Negara ASEAN juga sepakat transaksi mata uang lokal masing-masing negara atau Local Currency Transaction (LCT).

Jokowi menuturkan, kedua kesepakatan tersebut bertujuan membangun visi di antara pemimpin Negara ASEAN untuk mengembangkan sektor keuangan yang stabil sebagai fondasi untuk integrasi ekonomi kawasan.

“Implementasi transaksi mata uang lokal dan konektivitas pembayaran digital antar negara sepakat untuk diperkuat, ini sejalan tujuan sentral lintas ASEAN agar ASEAN semakin kuat dan semakin mandiri,” kata Jokowi dalam keterangan tertulis Bank Indonesia.

 

3 dari 3 halaman

Rupiah Bakal Stabil

Menanggapi hal itu, Bhima menilai langkah tersebut positif untuk ekonomi karena membuat rupiah lebih stabil dan perdagangan antar negara ASEAN lebih tinggi volumenya.

“Karena ketergantungan selama ini terhadap dolar AS sangat berisiko terutama di saat kebijakan moneter the Fed agresif dan terjadi pelemahan ekonomi Amerika Serikat,” ujar dia.

Selain itu, ia menuturkan, setiap perdagangan Indonesia terutama ke negara ASEAN harus dikonversi ke dolar Amerika Serikat baru ke mata uang lokal sehingga tidak efisien.

Dampak Jangka Pendek

Meski demikian, dalam jangka pendek, dampak KTT ASEAN 2023, Bhima menilai tidak sebesar G20. “Scope relatif kecil ASEAN. Dan side event tak semarak seperti IMF dan World Bank karena itu efek yang ditimbulkan ke pariwisata relatif kecil tetapi lebih penting hasil kesepakatannya,” ujar dia.