Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global di 2023 dari 2,8 persen menjadi 3 persen.
Prospek ekonomi dunia IMF untuk tahun depan tidak berubah, tetapi organisasi tersebut memperingatkan bahwa masih banyak tantangan yang membayangi perekomonian dunia, terutama inflasi dan utang.
Baca Juga
Kepala divisi Studi Ekonomi Dunia di Departemen Riset IMF, Daniel Leigh mengungkapkan bahwa telah terjadi pertumbuhan yang "berbeda" antara ekonomi maju dan berkembang.
Advertisement
"Ekonomi maju adalah yang memimpin perlambatan. 93 persen negara maju pertumbuhannya lebih lambat tahun ini dibandingkan tahun depan," kata Daniel Leigh, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (28/7/2023).
"Kami mengalami penurunan pertumbuhan dari 2,7 menjadi 1,5 persen untuk ekonomi maju. Beberapa di antaranya, seperti Jerman, malah mengalami pertumbuhan negatif," bebernya.
Sebaliknya, pasar negara berkembang memiliki pertumbuhan yang lebih stabil yang diperkirakan akan menembus 4 persen tahun depan.
Inflasi global
Sementara inflasi global, turun lebih cepat dari yang diperkirakan, dari 8,7 persen pada 2022 menjadi 6,8 persen tahun ini.
IMF telah merevisi proyeksi inflasinya sedikit menurun untuk memperhitungkan China, yang merupakan seperlima dari ekonomi dunia, dan yang tingkat inflasinya di bawah target, ungkap Leigh.
Ia menambahkan, penurunan inflasi akan berlanjut pada tahun depan, namun baru mendekati level target pada tahun 2025 atau 2026.
"Ada beberapa kasus dalam sejarah di mana bank sentral memberhentikan pertarungan terlalu cepat, hanya untuk melihat ekspektasi semacam normalisasi di atas level target, dan kemudian jauh lebih sulit untuk melawannya nanti," jelasnya.
"Inflasi bisa lebih berat dari yang diharapkan, dan kemudian kita harus memiliki tingkat pengetatan, pendinginan pasar perumahan dan pertumbuhan yang melambat, bahkan lebih dari yang kita harapkan," imbuh Leigh.
Beban Utang
Leigh juga menyoroti bagiaman utang di berbagai negara menjadi sumber perhatian, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah.
"Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dan suku bunga yang lebih tinggi berarti bahwa beberapa dari mereka – sebenarnya lebih dari setengah – hampir gagal bayar atau sudah dalam krisis utang," ungkapnya.
Leigh mengatakan bahwa di Asia, utang dan leverage perusahaan sudah meningkat sebelum pandemi.
"Tetapi sekarang dengan pertumbuhan yang lebih lambat dan tingkat yang lebih tinggi, hal itu menjadi semakin terkonsentrasi di sektor-sektor di mana perusahaan (memiliki) risiko kebangkrutan yang tinggi. Jadi ini merupakan kerentanan," kata Leigh.
Sektor perbankan di Asia dikapitalisasi dengan baik, jadi jika mereka mengambil kerugian dari perusahaan-perusahaan ini yang berpotensi gagal bayar, mereka seharusnya dapat menyerapnya, kata Leigh. Namun, pengawas keuangan tetap harus waspada.
Â
Advertisement
Ekonomi Global Diramal IMF Bakal Tumbuh Segini di 2023
Dana Moneter Internasional menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, berubah sedikit lebih positif meskipun China masih menghadapi momentum perlambatan.
Melansir CNBC International, Rabu (26/7/2023) IMF dalam laporan World Economic Outlook terbarunya menaikkan prediksi pertumbuhan ekonomi global 2023 sebesar 0,2 poin persentase menjadi 3 persen.
Ini menandai kenaikan dari proyeksi pertumbuhan 2,8 persen pada bulan April 2023. Sementara itu, IMF mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2024 mendatang sebesar 3 persen.
Dari sisi inflasi, badan tersebut juga memperkirakan perbaikan dari tahun lalu.
Inflasi utama global diproyeksikan mencapai 6,8 persen tahun ini, turun dari 8,7 persen pada 2022. Namun, laju inflasi inti, yang tidak termasuk barang-barang volatil, diprediksi akan lebih lambat menjadi 6 persen tahun ini, dari 6,5 persen tahun lalu.
"Ekonomi global terus pulih secara bertahap dari pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina. Dalam waktu dekat, tanda-tanda kemajuan tidak dapat disangkal," kata Pierre-Olivier Gourinchas, kepala ekonom IMF, dalam sebuah postingan blog.
"Namun banyak tantangan yang masih membayangi cakrawala, dan masih terlalu dini untuk merayakannya," tambahnya.
IMFÂ menyoroti kekhawatiran dengan kondisi kredit yang lebih ketat, tabungan rumah tangga yang terkuras di AS dan pemulihan ekonomi yang lebih dangkal dari perkiraan di China imbas lockdown Covid-19.
"Di Amerika Serikat, kelebihan tabungan dari transfer terkait pandemi, yang membantu rumah tangga mengatasi krisis biaya hidup dan kondisi kredit yang lebih ketat, semuanya habis. Di China, pemulihan setelah pembukaan kembali ekonominya menunjukkan tanda-tanda kehilangan tenaga di tengah berlanjutnya kekhawatiran tentang sektor properti, dengan implikasi terhadap ekonomi global," jelas Gourinchas.
Ekonomi Jerman Diprediksi Akan Melanjutkan Kontraksi
Di antara ekonomi utama negara Eropa, Jerman menjadi satu-satunya di mana IMF memangkas ekspektasi pertumbuhannya untuk tahun ini.
IMF melihat ekonomi Jerman akan berkontraksi sebesar 0,3Â persen tahun ini, yang merupakan pengurangan 0,2 poin persentase dari perkiraan bulan April.
Hal ini disebabkan output manufaktur yang lebih lemah dan kinerja pertumbuhan yang lebih rendah selama kuartal pertama tahun ini, jelas IMF.
Data yang dirilis pada hari Senin menunjukkan aktivitas bisnis menyusut lebih cepat dari yang diperkirakan pada bulan Juli di seluruh zona euro.
Di Jerman, data menunjukkan kontraksi ekonomi dengan tingkat produksi manufaktur turun selama tiga bulan berturut-turut dan pada laju tercepat sejak Mei 2020.
"Ini adalah awal yang buruk untuk kuartal ketiga bagi ekonomi Jerman, dengan laju PMI turun ke arah kontraksi. Penurunan terus dipimpin oleh sektor manufaktur, sedangkan perlambatan pertumbuhan sektor jasa yang dimulai bulan lalu telah diperpanjang hingga Juli," kata Cyrus de la Rubia, kepala ekonom di Bank Komersial Hamburg, tentang rilis data tersebut.
Advertisement