Liputan6.com, Singapura - Singapura berhubungan erat dengan otoritas India untuk meminta pengecualian dari larangan ekspor beras non-basmati. Hal itu disampaikan Singapore Food Agency (SFA) atau Badan Pangan Singapura pada Jumat, 28 Juli 2023.
Dikutip dari Channel News Asia, Jumat (28/7/2023), India termasuk pengekspor beras terbesar di dunia melarang beberapa penjualan beras ke luar negeri mulai Kamis. Kementerian Pangan India mengatakan, larangan ekspor beras putih non-basmati yang sumbang sekitar seperempat dari total ekspornya.
Baca Juga
Pemerintah India menyatakan langkah larangan ekspor itu untuk memastikan ketersediaan yang memadai dan mencegah kenaikan harga di pasar domestik.
Advertisement
SFA menyatakan, beras non-basmati dari India sumbang sekitar 17 persen dari beras impor Singapura. Pada 2022, India sumbang sekitar 40 persen dari beras impor Singapura. Selain itu, impor beras lebih dari 30 negara.
“SFA bekerja sama dengan importir untuk meningkatkan impor berbagai jenis beras dari berbagai sumber. Singapura juga berhubungan dekat dengan otoritas India untuk meminta pengecualiaan dari larangan tersebut,” tulis SFA.
“India telah menyumbang lebih dari 40 persen untuk beras global sehingga keputusan itu dapat berisiko memperburuk kerawanan pangan di negara-negara yang sangat bergantung pada impor beras,” ujar firma analisis Gro Intelligence.
Adapun negara-negara yang diprediksi terkena larangan itu termasuk negara Afrika, Turki, Suriah dan Pakistan. “Semuanya sudah berjuang dengan inflasi harga yang tinggi,” demikian disampaikan Gro Intelligence.
Kementerian Pangan India menyebutkan, permintaan global untuk ekspor beras putih non-basmati melonjak 35 persen year on year pada kuartal II. Kenaikan itu terjadi bahkan setelah pemerintah India melarang pengiriman beras pecah dan mengenakan pajak ekspor 20 persen untuk beras putih pada September.
Langkah Pemerintah Singapura
Dengan Singapore’s Rice Stockpile Scheme, importir beras harus memiliki persediaan penyangga yang setara dengan dua kali impor bulanannya. “Ini membantu memastikan pasokan beras yang cukup di pasar,” tulis SFA.
SFA menyatakan, pihaknya meninjau buffer inventaris secara teratur dan siap bekerja sama dengan industri jika diperlukan penyesuaian.
“Namun demikian, kami perkirakan gangguan pasokan dan sementara pemerintah akan melakukan apa yang kami bisa untuk meminimalkan dampaknya. Kami tidak akan dapat sepenuhnya mengurangi gangguan pada pasokan makanan kami,” tulis SFA.
SFA menyatakan, pasokan beras Singapura secara keseluruhan saat ini stabil dan cukup jika semua hanya membeli apa yang dibutuhkan.
“Konsumen juga didorong untuk fleksibel dan beradaptasi dengan beralih ke varietas beras lain, atau sumber karbohidrat lain jika terjadi gangguan,” tulis SFA.
Advertisement
India Larang Ekspor Beras, Siap-Siap Harga Makin Menggila
Sebelumnya, India mengumumkan larangan ekspor beras putih non-basmati yang mulai berlaku pada Kamis 20 Juli 2023. Langkah yang dijalankan India ini dalam upaya mengendalikan harga pangan terutama beras yang tinggi di dalam negeri.
Kementerian Urusan Konsumen India mengatakan larangan tersebut akan membantu memastikan ketersediaan beras putih non-basmati di wilayahnya, serta menahan kenaikan harga beras di pasar domestik.
Mengutip CNBC International, Jumat (21/7/2023) analis mengatakan bahwa larangan ekspor dikhawatirkan membuat harga beras yang sudah tinggi semakin naik.
"(Pasokan) beras global akan mengetat secara drastis... karena negara ini adalah produsen makanan pokok kedua terbesar di dunia," kata Eve Barre, ekonom ASEAN di perusahaan asuransi kredit perdagangan Coface.
Barre mengatakan Bangladesh dan Nepal akan paling terdampak oleh larangan ekspor tersebut, karena kedua negara tersebut adalah tujuan ekspor utama beras dari India.
Firma analitik pertanian Gro Intelligence dalam laporannya juga menyebut, larangan ekspor beras India dikhawatirkan dapat memperburuk kerawanan pangan bagi negara-negara yang sangat bergantung pada beras.
"Tujuan teratas untuk beras India termasuk Bangladesh, China, Benin, dan Nepal. Negara-negara Afrika lainnya juga mengimpor beras India dalam jumlah besar," ulis analis Gro Intelligence.
Menurut Kementerian Urusan Konsumen Idnia, beras putih non-basmati menyumbang sekitar 25 persen ekspor beras India.
Namun, importir yang terkena dampak masih bisa beralih ke pemasok alternatif di wilayah tersebut, seperti Thailand dan Vietnam, menurut ekonom senior Bank DBS Radhika Rao.
"Selain pengurangan pasokan beras global, reaksi panik dan spekulasi di pasar berasglobal akan memperburuk kenaikan harga," ungkap Barre dari Coface.
Inflasi Beras Melonjak
Sebelumnya, harga beras sudah naik di level tertinggi satu dekade, sebagian karena pasokan yang lebih ketat ketika bahan pokok menjadi alternatif, saat harga biji-bijian utama lainnya melonjak setelah perang Rusia Ukraina.
Harga gandum melonjak pekan ini setelah Rusia menarik diri dari kesepakatan biji-bijian Laut Hitam. Perjanjian tersebut berusaha untuk mencegah krisis pangan global dengan mengizinkan Ukraina untuk terus mengekspor.
"Inflasi beras telah meningkat dari rata-rata 6 persen year-on-year tahun lalu menjadi hampir 12 persen pada Juni 2023,” kata Rao dari DBS.
Beras kasar berjangka naik 1 persen lebih tinggi menjadi USD 15,8 per berat seratus (ctw) setelah pengumuman larangan ekspor India.
Dilaporkan, India menghadapi kenaikan harga sayur, buah, dan biji-bijian yang tinggi.
Harga tomat di negara itu sudah melonjak lebih dari 300 persendalam beberapa pekan terakhir karena cuaca buruk. Sebuah jajak pendapat memperkirakan inflasi negara di kawasan Asia Selatan itu kemungkinan mencapai 4,58 persen year on year karena melonjaknya harga pangan.
Analis senior Rabobank Oscar Tjakra memperkirakan harga beras global akan terus meningkat karena pangsa India di pasar global. Tjakra memperkirakan harga bahkan bisa melampaui tertinggi kuartal kedua ketika beras kasar mencapai level USD 18 per cwt.
Advertisement