Liputan6.com, Jakarta Dunia tengah dihantui perubahan iklim. Dampak dari fenomena alam ini tidak main-main seperti hasil panen yang tidak menentu karena gangguan cuaca El Nino dan La Nina hingga tenggelamnya beberapa daerah di pesisir.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta mengatakan, dampak perubahan iklim ke ekonomi sangat besar. berdasarkan hitungannya, nilai kerugian ekonomi yang ditanggung Indonesia akibat perubahan iklim mencapai Rp 112 triliun hanya untuk tahun ini saja. Nilai kerugian ini setara 0,5 persen dari PDB.
Baca Juga
"(Nilai kerugian) ini lebih tinggi daripada potensi 2022 dan 2021 di mana masing-masing sebesar Rp 109 triliun dan Rp 106 triliun," ujar Filianingsih dalam acara UMKM Go Green di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (29/7/2023).
Advertisement
Filianingsih mencontohkan salah satu contoh nyata akibat dari perubahan iklim yang terjadi di Indonesia. Yakni, meningkatnya permukaan air laut sekitar 0,8 sampai 1,2 cm per tahun yang mengancam kelangsungan hidup masyarakat pesisir.
"Sementara sekitar 64 persen penduduk (Indonesia) tinggal di wilayah pesisir," tegasnya.
Selain itu, perubahan iklim juga mengakibatkan pada tren kenaikan suhu di Indonesia. BMKG mencatat, rata-rata kenaikan suhu mencapai 0,03 derajat celcius per tahun dalam kurun waktu 1981-2018.
"Lembaga riset Swiss dalam laporannya di tahun 2021, memperkirakan bahwa kerugian yang disebabkan oleh cuaca ekstrim dapat mencapai 10 persen dari PDB global di tahun 2050," ungkapnya.
Dia mengajak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk melakukan transformasi bisnis yang lebih ramah lingkungan. Menurutnya, UMKM memiliki kontribusi penting dalam mengatasi perubahan iklim.
"UMKM memiliki kontribusi penting dalam bersama-sama mengatasi isu perubahan iklim," ucapnya.
BI sendiri telah menyiapkan program model bisnis UMKM hijau. Antara lain meningkatkan penerapan praktek ramah lingkungan dan zero waste, meningkatkan penerapan ekonomi sirkular, meningkatkan akses pembiayaan, hingga mewujudkan ekonomi yang lebih efisien.
Negara Anggota G20 Didesak Lebih Tegas dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
Presiden-Tertunjuk COP28 Dr. Sultan Al-Jaber dan Sekretaris Eksekutif dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Simon Stiell, mendesak negara anggota G20 untuk mengambil langkah tegas terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Dengan 125 hari yang tersisa, para pemimpin ini telah menyetujui sebuah pernyataan bersama di sela-sela pertemuan tingkat Menteri G20 di Chennai.
Para ilmuwan telah menuntut adanya hasil mitigasi yang kuat pada COP28 yang mampu mendorong pengurangan emisi karbon yang signifikan dan menunjukkan peningkatan dari COP yang sebelumnya.
"Kami meminta negara G20 untuk memimpin berdasarkan basis keilmuan dan kesetaraan agar dapat membuka jalan untuk hasil yang kuat dan kredibel sehingga memberikan dasar bagi negara-negara berkembang dalam melakukan transisi,” kata para pemimpin dalam pernyataan tersebut.
Dikatakan pula perlu secara bersama-sama mengambil langkah penting untuk mempercepat penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara perlahan dan bertanggung jawab, sehingga dapat memiliki sistem energi yang bebas dari bahan bakar fosil pada pertengahan abad ini dan secara paralel membuka akses untuk semua sekaligus mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
Ditegaskan pula kembali pentingnya melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global dan menggandakan tingkat peningkatan efisiensi energi di seluruh sektor pada tahun 2030.
Meskipun diskusi pada G20 Energy Ministrial telah mempertimbangkan transisi energi dan menyelaraskan arah tujuan dengan Paris Goals, hasilnya belum cukup jelas untuk mengubah sistem energi global, meningkatkan sumber energi bersih dan terbarukan, dan secara bertanggung jawab mengurangi bahan bakar fosil.
“Kami berharap seluruh kemajuan yang dicapai oleh G20 dapat mendorong hasil yang kuat pada COP28 di bawah Global Stocktake serta mampu memanfaatkan Program Just Transition Work yang ditetapkan pada COP27 untuk memastikan bahwa transisi ini adil, tidak membiarkan siapapun tertinggal, dan mendukung tantangan pembangunan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam melakukan transisi ini,” ungkap pernyataan itu.
Advertisement
Desakan Isu Lain
Para pemimpin juga mendesak negara-negara G20 untuk meningkatkan urgensi dalam mendefinisikan Global Goal on Adaptation (GGA) dan melakukan operasionalisasi terhadap dana kerugian dan kerusakan agar berada ditahap setara, untuk memastikan bahwa kepentingan manusia dalam menghadapi perubahan iklim menjadi fokus utama dari keputusan yang diambil. Adaptasi finansial harus lebih diutamakan.
“G20 harus mempertegas komitmennya dalam mencapai operasionalisasi pendanaan serta aransemen terkait dana kerugian dan kerusakan. Mereka yang ada di garda terdepan perubahan iklim membutuhkan dukungan kita saat ini, bukan dalam 5 tahun yang akan datang. Ini adalah tolak ukur ambisi kita bersama,” kata mereka.
Mereka juga meminta G20 untuk menunjukkan bahwa G20 dapat mendukung mereka yang paling rentan terhadap iklim, termasuk negara kurang berkembang dan negara berkembang pulau kecil.