Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) secara terbuka mengkritik keputusan Uni Eropa untuk mengadopsi Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa atau Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR).
Memang, undang-undang tersebut kemungkinan akan menghambat perdagangan produk-produk tertentu dari Indonesia, yaitu kelapa sawit, kopi, kakao, kayu dan karet, termasuk ternak dan turunannya.
Ia yakin kebijakan yang disertai perlindungan lingkungan akan merugikan jutaan petani skala kecil di Indonesia. Undang-undang tersebut berpotensi diskriminatif, katanya, terutama dalam menentukan kelompok negara mana yang dianggap berisiko tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan produk yang dibuat dari bahan baku ini dimasukkan dalam daftar hitam.
Advertisement
"Kebijakan antideforestasi Uni Eropa berpotensi menghambat perdagangan dan merugikan petani kita. Meliputi sekitar 8 juta petani kecil," katanya dalam dalam FoodAgri CNCB Indonesia, 'Melawan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa', Selasa (1/8/2023).
"Kami akan meminta klarifikasi kepada Uni Eropa terkait kebijakan antideforestasi yang juga multiinterprestasi," sambungnya.
Perundingan
Untuk itu, kata dia, salah satu langkah yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk merundingkan masalah ini adalah merundingkan rencana kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia - Uni Eropa (I-EU CEPA).
Kemudian, sudah terkumpul 14 negara menandatangani tanda keberatan sehingga, bisa menentutkan apakah hal ini diskriminatif ke The World Trade Organization (WTO).
"Di forum multilateral kita aktif menyuarakan dan mengangkat isu ini dengan anggota WTO lainnya, Malaysia. Sebelumnya kita sudah menginisiasi surat keberatan dengan 14 negara. Target kita memperoleh sebanyak-banyaknya dukungan untuk Indonesia. Indonesia juga memiliki hak ke WTO," katanya.
Kemudian, Menurut Zulhas pentingnya kesadaran juga pemahaman masalah ini sangat penting. Perjuangan di forum internasional harus juga berimbang. kemendag juga konsisten dalam mengkomunikasikan kontribusi Indonesia terhadap perubahan iklim dan Kemendag siap mendukung upaya tersebut.
"Kesadaran dan pemahaman yang baik atas isu ini sangat penting. Perjuangan kita di forum internasional perlu diimbangi. Kita juga konsisten menyampaikan kontribusi Indonesia dalam perubahan iklim dan Kemendag siap mendukung upaya-upaya tersebut," pungkas Zulhas.
Indonesia Bisa Rugi Rp 104 Triliun Gara-Gara UU Anti Deforestasi Eropa
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan potensi kerugian Indonesia akibat implementasi akibat Undang-Undang anti deforestasi Eropa atau European Union Deforestation-Free Regulations (EUDR) mencapai USD 7 miliar atau setara dengan Rp 104 triliun (kurs 14.957 per USD)
Airlangga menjelaskan kebijakan EDUR ini menyasar pada tujuh komoditas yang harus terjamin bebas dari deforestasi, yakni kelapa sawit, karet, kopi, kedelai, kakao, daging sapi, dan kayu serta produk turunannya.
"Potensi kerugian bisa sampai USD 7 miliar tapi kalau mereka bisa menerapkan standar, jadi kita bisa ada kesepakatan itu tetap bisa berjalan," kata Airlangga saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Airlangga menjelaskan bahwa implementasi EUDR akan menyulitkan 15-17 juta petani small holders karena komoditas tersebut harus diverifikasi berdasarkan uji kelayakan lahan (due dilligence).
EUDR juga mewajibkan penerapan "geolocation" lahan kelapa sawit yang akan mengklasifikasikan negara tersebut dalam 3 kategori yakni berisiko rendah, berisiko sedang, dan berisiko tinggi.
Di sisi lain, eksportasi komoditas perkebunan Indonesia telah memenuhi standar global produksi yang berkelanjutan, contohnya standar RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) pada produk kelapa sawit dan turunannya, serta Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk kayu dan turunannya.
Ia menilai standar tersebut dapat diadopsi dalam implementasi kebijakan EUDR, sehingga tidak lagi diperlukan kewajiban geolocation plot.
Advertisement
Risiko Tinggi
Jika negara tersebut diklasifikasikan sebagai tinggi risiko (high risk), 8 persen dari produk yang diekspor harus lulus verifikasi bebas deforestasi, kemudian 6 persen jika risiko standar (standards risk) dan 4 persen untuk risiko rendah.
"Dalam berbagai kasus tentu mereka perlu verifikasi dan itu ada ongkosnya. Siapa yang menanggung?," kata Airlangga.
Indonesia pun sudah mengusulkan adanya joint mission bersama Malaysia untuk membentuk satuan tugas (task force) guna melakukan pembahasan dan mengkaji agar kebijakan EUDR tidak diskriminatif terhadap pemangku kepentingan dan petani small holders.
Adapun kerangka kebijakan EUDR telah lama dirundingkan di parlemen Eropa, namun baru diundangkan pada April 2023.
EUDR baru resmi berlaku pada 16 Mei 2023, namun Uni Eropa memberikan masa transisi bagi perusahaan besar untuk mengimplementasikan aturan baru itu dalam waktu 18 bulan, sementara perusahaan kecil mendapatkan fase transisi 24 bulan.