Liputan6.com, Jakarta - China diperkirakan berisiko menghadapi efek domino dari keluarnya Rusia dari kesepakatan ekspor gandum dan biji bijian di Laut Hitam.
Dikenal sebagai salah satu sekutu strategis Rusia dan negara ekonomi terbesar kedua di dunia, China adalah penerima utama produk pertanian Ukraina.
Baca Juga
Kesepakatan Gandum Laut Hitam meredakan blokade angkatan laut Rusia di kawasan itu. Laut Hitam sendiri menampung hampir 33 juta metrik ton gandum, jelai, jagung, dan tepung bunga matahari dari Ukraina.
Advertisement
Sejak dimulainya kesepakatan tersebut pada Juli 2022, pelabuhan China telah menyambut 8 juta metrik ton produk pertanian dari Ukraina, menurut data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) .
"China adalah pembeli terbesar biji-bijian Ukraina dan dengan gagalnya Inisiatif Biji bijian Laut Hitam, tekanan terhadap Beijing akan menjadi ekstrim dalam hal inflasi harga pangan," kata David Riedel, pendiri Riedel Research Group, dikutip dari CNBC International, Jumat (4/8/2023).
"Mereka mungkin telah menimbun sedikit menjelang batalnya perjanjian itu, tetapi itu adalah penimbunan berminggu-minggu, bukan berbulan-bulan,”ujarnya.
"Saya akan sangat prihatin dengan inflasi harga pangan di China," tambah Riedel.
Zhang Jun, perwakilan China untuk PBB, mengatakan kesepakatan biji-bijian Laut Hitam memiliki dampak positif dalam menjaga keamanan pangan global. Dia pun menyerukan dimulainya kembali ekspor pertanian Ukraina serta produk pupuk Rusia.
"China berharap semua pihak terkait akan mengintensifkan dialog dan konsultasi dan bertemu satu sama lain di tengah jalan, ujar Zhang dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB yang dipimpin Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken.
Pelabuhan Laut Hitam menanpung berbagai bahan makanan biji bijian yang mencakup jagung sebesar 16,9 juta ton, 8,9 juta ton gandum, 1,9 juta ton tepung bunga matahari, 1,7 juta ton minyak bunga matahari, 1,3 juta ton jelai, 1 juta ton rapeseed, dan 802 ribu ton kedelai.
Daftar Negara Pengimpor Biji bijian Terbanyak dari Laut Hitam
China : 24 persen
Spanyol : 18 persen
Turki: 10 persen
Italia: 6 persen
Belanda: 6 persen
Mesir: 5 persen
Bangladesh: 3 persen
Israel: 3 persen
Tunisia: 2 persen
Portugal: 2 persen.
Advertisement
Harga Gandum Cs Meroket Usai Rusia Tarik Diri dari Perjanjian Ekspor
Meski inflasi di berbagai negara sudah menunjukkan penurunan, ketegangan geopolitik masih mendorong kenaikan bahan makanan, salah satunya gandum.
Melansir CNN Business, Kamis (20/7/2023) harga gandum secara global melonjak hampir 9 persen pada hari Rabu (19/7), dan berada di jalur untuk mencapai level tertinggi dalam tiga pekan mendatang.
Hal ini dikarenakan ketegangan di Eropa meningkat menyusul keputusan Rusia untuk menarik diri dari kesepakatan penting yang memungkinkan ekspor biji-bijian dari Ukraina.
Selain harga gandum, harga jagung berjangka juga naik hampir 2 persen lebih tinggi karena para pedagang khawatir akan krisis pasokan makanan pokok yang akan datang.
Di sisi lain, kesepakatan itu "penting" untuk menurunkan harga pangan di seluruh dunia, yang melonjak setelah perang Rusia Ukraina pecah pada Februari tahun 2022 lalu.
"Keputusan Rusia untuk menangguhkan partisipasi dalam Black Sea Grain Initiative akan memperburuk kerawanan pangan dan membahayakan jutaan orang yang rentan di seluruh dunia," kata Adam Hodge, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS.
Ketegangan antara Rusia dan Ukraina juga meningkat pada hari Rabu (19/7), membatasi kemungkinan kesepakatan untuk mengekspor komoditas penting melintasi Laut Hitam untuk dimulai kembali.
Sebagai informasi, kesepakatan Laut Hitam – awalnya ditengahi oleh Turki dan PBB tahun yang lalu, memastikan jalur yang aman bagi kapal yang membawa biji-bijian dari pelabuhan Ukraina.
Namun, kesepakatan itu akan berakhir hari ini (tengah malam waktu setempat di Istanbul, Kyiv dan Moskow).
Sejauh ini, kesepakatan tersebut memungkinkan ekspor hampir 33 juta metrik ton makanan melalui pelabuhan Ukraina, menurut data PBB.
Rusia Putuskan Tidak Perbarui Kesepakatan Laut Hitam
Sebelumnya, kesepakatan Laut Hitam telah diperbarui tiga kali, tetapi Rusia telah berulang kali mengatakan akan menarik diri, dengan alasan terhambat dalam mengekspor produknya sendiri.
Selama akhir pekan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengindikasikan bahwa dia tidak akan memperbarui pakta tersebut, dengan mengatakan bahwa tujuan utamanya - untuk memasok biji-bijian ke negara-negara yang membutuhkan - "belum terealisasi".
Gagalnya kesepakatan itu kemungkinan akan berdampak jauh di luar wilayah tersebut.
Sebelum perang, Ukraina merupakan pengekspor gandum terbesar kelima secara global, terhitung 10 persen dari ekspor, menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan.
Advertisement