Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada pembukaan perdagangan Jumat ini. Penguatan rupiah ini dipengaruhi faktor domestik, yaitu penguatan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia.
Pada Jumat (4/8/2023), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat 0,16 persen atau 25 poin menjadi 15.161 per dolar AS dari sebelumnya 15.186 per dolar AS.
Baca Juga
“Index PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2023 meningkat menjadi 53,3 dari 52,5 (pada Juni 2023),” ujar Analis Bank Woori Saudara BWS Rully Nova dikutip dari Antara.
Advertisement
Dari faktor eksternal, sentimen datang dari optimisme kebijakan stimulus ekonomi oleh pemerintah China.
“Pemerintah China akan meningkatkan likuiditas perekonomiannya pada sektor infrastruktur melalui swasta,” ucapnya.
Menurut Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra, penguatan rupiah dipengaruhi data klaim tunjangan AS yang tidak lebih bagus dari ekspektasi pasar, yakni 227 ribu atau sesuai ekspektasi.
Selain itu, konsolidasi di pasar menjelang data penting AS nanti malam, yaitu data Nonfarm Payrolls, tingkat pengangguran, dan data pertumbuhan upah rata-rata per jam AS untuk Juli 2023 diprediksi lebih rendah dari data bulan sebelumnya.
“Sentimen pasar kelihatan masih negatif terhadap aset berisiko pagi ini. Jadi, ada kemungkinan rupiah berbalik melemah lagi terhadap dolar AS,” kata Ariston.
Dolar tergelincir
Dolar tergelincir dari puncak empat minggu pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah data pasar tenaga kerja AS gagal mengesankan sehari sebelum laporan pekerjaan utama, dan karena imbal hasil obligasi pemerintah naik tetapi melemah pada akhir perdagangan.
Produktivitas nonpertanian naik menjadi 3,7 persen secara tahunan, membantu mengekang pertumbuhan biaya tenaga kerja dan membantu prospek inflasi AS yang membaik. Namun, produktivitas tenaga kerja telah tumbuh pada tingkat 1,4 persen sejak kuartal keempat tahun 2019, jauh di bawah rata-rata jangka panjang sejak 1947 sebesar 2,1 persen.
Data lain menunjukkan jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran naik sedikit minggu lalu, sementara PHK turun ke level terendah 11 bulan pada Juli di tengah ketatnya pasar tenaga kerja.
Waspada, Rupiah Diramal Ambrol di Semester II 2023
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan melemah pada semester II-2023. Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan asumsi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yakni Rp 14.800 per USD.
"Rupiah agak melemah dibandingkan asumsi," kata Sri Mulyani dalam raker bersama Badan Anggaran DPR RI, Pembahasan Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN TA 2023, di DPR, Jakarta, Senin (10/7/2023).
Berdasarkan catatan Sri Mulyani, hingga semester I-2023 rata-rata rupiah berada di level Rp 15.071/USD. Kemudian, nilai tukar rupiah pada semester II-2023 diperkirakan bisa melemah ke level Rp 14.950-15.400/USD.
"Keseluruhan tahun nilai tukar rupiah ada di kisaran Rp 15.000/USD hingga Rp 15.250/USD," tambahnya.
Menkeu menjelaskan, pelemahan nilai tukar dipengaruhi oleh situasi global yang penuh dengan ketidakpastian. Alhasil nilai tukar rupiah pun mengalami tekanan.
Advertisement
Rupiah Masih Menguat
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti, menyatakan nilai tukar rupiah masih menguat 3,84 persen secara tahunan periode 2022 hingga Juni 2023.
Bahkan, nilai tukar rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang lain seperti rupee India, peso Filipina dan baht Thailand. Kendati demikian, Bank Indonesia optimis bahwa nilai tukar rupiah masih ada peluang untuk terus menguat.
"Ke depan BI melihat ruang apresiasi nilai tukar rupiah masih ada, di tengah surplus transaksi berjalan dan kami perkirakan masuknya aliran modal asing seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang masih menarik," pungkas Destry.