Sukses

USD Menguat 7 Agustus 2023, Rupiah Loyo Meski Data Ekonomi Tumbuh Positif

Rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 15.170- Rp. 15.230 pada perdagangan besok.

Liputan6.com, Jakarta Indeks dolar Amerika Serikat atau USD melanjutkan penguatan di awal pekan pada Senin, 7 Agustus 2023.

"Dolar dalam posisi defensif pada hari Senin setelah laporan pekerjaan AS yang beragam memberikan sedikit keyakinan arah dan karena fokus pasar beralih ke data inflasi dari dua ekonomi terbesar dunia yang akan dirilis minggu ini," kata Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan tertulis pada Senin (7/8/2023).

Ibrahim menyoroti data perekonomian AS yang menambahkan pekerjaan lebih sedikit dari yang diharapkan pada Juli 2023, tetapi mencatat kenaikan upah yang solid dan penurunan tingkat pengangguran.

"Sementara dolar jatuh ke level terendah satu minggu terhadap sekeranjang mata uang setelah data, kerugiannya dibatasi karena laporan tersebut menunjuk ke pasar tenaga kerja yang masih ketat, menunjukkan Federal Reserve mungkin perlu mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama," ungkapnya.

Sentimen China

Di China, pejabat negara itu mengungkapkan dalam sebuah konferensi pers bahwa perencana negara bahwa likuiditas dalam sistem perbankan akan dijaga cukup, meskipun investor dibiarkan menginginkan lebih banyak di tengah lambatnya peluncuran dukungan Beijing untuk menghidupkan kembali ekonominya.

Adapun bank sentral Jepang, Bank of Japan memperdebatkan prospek pertumbuhan inflasi berkelanjutan pada pertemuan Juli mereka.

Dilaporkan, salah satu anggota dewan mengatakan upah dan harga dapat terus meningkat pada kecepatan yang "tidak terlihat di masa lalu," menurut ringkasan pendapat yang dirilis pada Senin (7/8).

Sementara itu, Rupiah ditutup melemah 15 point dalam penutupan pasar sore ini, walaupun sebelumnya sempat menguat 10 point dilevel Rp. 15.185 dari penutupan sebelumnya di level Rp. 15.170.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp. 15.170- Rp. 15.230," jelas Ibrahim. Pelemahan ini terjadi ketika Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,17 persen (YoY) di kuartal kedua  2023. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ekonomi RI Kuartal II Menunjukkan Kemajuan

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal kedua 2023 mencapai 5,17 persen (YoY).

Angka tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama 2023 sebesar 5,03 persen yoy.

Sedangkan secara kuartal ke kuartal (QtoQ) terjadi pertumbuhan sebesar 3,86 persen. Pada kuartal kedua 2023 tercatat Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar Rp 5.226,7 triliun dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) sebesar Rp 3.075,7 triliun.

Ibrahim mengatakan, optimisme pertumbuhan ekonomi tersebut tercermin dari sisi pengeluaran, di mana seluruh komponen mencatat pertumbuhan positif, termasuk belanja pemerintah yang mengalami kontraksi selama empat triwulan berturut-turut di tahun 2022.

"Walaupun di tengah perekonomian global yang diperkirakan melambat dan menurunnya harga komoditas ekspor unggulan. Perekonomian Indonesia secara meyakinkan tumbuh 5,17 persen," paparnya.

Selain itu, konsumsi rumah tangga, dengan besaran lebih dari separuh perekonomian Indonesia, tumbuh 4,54 persen yoy di triwulan pertama 2023, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.

3 dari 3 halaman

Sederet Petumbuhan yang Masih Melambat

Di sisi lain, pertumbuhan investasi melambat di triwulan pertama 2023, dengan pertumbuhan hanya 2,11 persen yoy, atau menurun dari 3,33 persen yoy di triwulan sebelumnya.

Namun, perbankan domestik menunjukkan indikator yang relatif kuat ditopang oleh likuiditas yang cukup memadai dan kualitas aset yang baik. Pada April 2023, rasio NPL (non performing loan) masih stabil di level 2,53 persen.

Sementara itu, pada Juli 2023, inflasi tercatat sebesar 3,08 persen yoy, turun ke level terendahnya dalam 16 bulan terakhir seiring dengan tekanan inflasi yang surut lebih cepat dari yang diperkirakan.

Di sisi lain, surplus neraca perdagangan terus menurun sejak tahun lalu dan sekarang hanya tercatat sebesar USD7,8 miliar di triwulan kedua 2023 akibat normalisasi harga komoditas global.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini