Liputan6.com, Jakarta Sustainability report atau laporan keberlanjutan adalah laporan yang dikeluarkan perusahaan untuk membantu organisasi dalam mengukur, memahami, dan mengkomunikasikan kinerja ekonomi, lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan untuk pihak investor.
Sebelumnya, laporan keberlanjutan belum menjadi laporan yang penting ataupun wajib dipersiapkan oleh setiap perusahaan, namun seiring perkembangan zaman dan tuntutan pertanggungjawaban dari pemangku kepentingan dan regulator, laporan ini mulai banyak menjadi perhatian bahkan sampai menjadi hal yang wajib ada.
Baca Juga
Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Peraturan OJK Nomor 51/2017 mengenai Keuangan Kerbelanjutan mewajibkan Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik untuk menyampaikan Laporan Keberlanjutannya.
Advertisement
Ditambah dengan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh OJK yaitu SEOJK Nomor 16/2021 mengenai Pedoman Teknis Penyusunan Laporan Tahunan dan Laporan Keberlanjutan bagi Emiten dan Perusahaan Publik yang semakin menekankan mengenai penyampaian Laporan Keberlanjutan.
“Terbitnya IFRS S1 dan IFRS S2 merupakan terobosan besar terkait dengan standar laporan keuangan keberlanjutan bagi entitas bisnis, investor, dan pasar modal di seluruh dunia," ujar CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (7/8/2023).
"Penerbitan IFRS S1 dan IFRS S2 oleh ISSB akan membantu meningkatkan kepercayaan dan keyakinan dalam pengungkapan perusahaan terkait keputusan investasi dan alokasi modal yang lebih baik, dimana untuk pertama kalinya ada standar keberlanjutan yang lebih komprehensif, dapat dijadikan sebagai acuan dan bisa digunakan secara global," lanjut dia.
Ketika perkembangan laporan keberlanjutan secara global semakin meningkat, banyak perusahaan baik yang beroperasi secara global maupun yang hanya beroperasi di Indonesia telah mulai menambahkan laporan keberlanjutan dalam (atau secara terpisah) dari laporan tahunan mereka. Dalam perkembangannya, sejumlah kerangka keberlanjutan pun banyak bermunculan dengan parameter penilaian yang berbeda-beda.
Banyaknya kerangka keberlanjutan yang dijadikan referensi bagi pembuat laporan keuangan dan non-keuangan membuat laporan keberlanjutan bersifat terfragmentasi (fragmented) dan sangat overloaded (Ho 2020; Bose 2020).
Survei
Pada bulan September 2020, IFRS Foundations telah menyebarkan survei pada 750 lebih perusahaan guna dapat memperoleh komentar lintas kelompok pemangku kepentingan, geografi, dan pengaturan ekonomi dalam memberikan masukan mengenai harmonisasi.
Hasil survei menunjukkan adanya desakan dan permintaan untuk standar global guna meningkatkan konsistensi dan keterbandingan Laporan Keberlanjutan tersebut dengan hanya menggunakan 1 (satu) kerangka yang dapat digunakan secara wajib bagi perusahaan-perusahaan yang berada di tingkat global termasuk di Indonesia.
Diharapkan dukungan luas IFRS Foundation dapat berperan secara aktif dalam meregulasi informasi keuangan terkait keberlanjutan (sustainability related financial information), dimulai dengan pengaturan mengenai perubahan iklim (climate-related disclosures) terlebih dahulu.
Pada tanggal 26 Juni 2023, Dewan Standar Keberlanjutan Internasional (ISSB) telah mengeluarkan 2 (dua) dua standar pelaporan yang diharapkan nantinya akan diadopsi oleh jurisdiksi yaitu diterbitkannya IFRS S1 – General Requirements for Disclosure of Sustainability- Related Financial Information dan FRS S2 - Climate-Related Disclosures.
Secara umum, IFRS S1 nantinya akan mengatur bagaimana entitas mempersiapkan dan mengungkapkan informasi material tentang seluruh risiko dan peluang terkait keberlanjutan yang dihadapi baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. IFRS S2 sendiri nantinya akan menetapkan pengungkapan informasi mengenai risiko dan peluang terkait iklim dan dirancang untuk digunakan dengan IFRS S1.
Advertisement
Prinsip Keberlanjutan
Johanna Gani mengatakan secara umum, sudah banyak perusahaan Indonesia yang ingin mulai menerapkan prinsip keberlanjutan namun masih banyak mengalami kesulitan karena kondisi saat ini di mana setiap organisasi mempunyai kerangka (frameworks) pengukuran yang berbeda-beda dan banyaknya pertanyaan tentang apa saja yang dapat dan seharusnya dilaporkan dalam laporan keberlanjutan tersebut.
Dengan adanya standar ISSB ini, diharapkan dapat membantu perusahaan melaporkan laporan keberlanjutan mereka secara akuntabel, dapat diverifikasi, berguna bagi pengambilan keputusan penggunanya, dan sesuai dengan standar global.
“Penyusunan laporan keberlanjutan menjadi suatu hal yang penting, di mana kinerja perusahaan dapat dinilai langsung oleh regulator, masyarakat, organisasi lingkungan, media massa hingga investor, yang tentunya dapat meningkatkan reputasi dan kredibilitas suatu perusahaan.
Selain itu, laporan ini juga dapat menjadi pedoman pengambilan keputusan dan tolak ukur prinsip keberlanjutan terkait dengan hukum, norma, serta standar kinerja perusahaan," tambah Johanna.
“Menyadari betapa pentingnya laporan keberlanjutan pada saat ini dan ke depannya, Grant Thornton Indonesia menetapkan komitmen keberlanjutan pada organisasi kami dan memasukkannya ke dalam laporan keberlanjutan yang kami susun. Selain itu tentunya Grant Thornton Indonesia juga siap membantu perusahaan-perusahaan dalam menetapkan strategi dan manajemen keberlanjutan serta membantu menyiapkan maupun meninjau laporan keberlanjutan mereka,” tutup Johanna.