Sukses

Menko Airlangga Buka GIIAS 2023, Targetkan Jual Mobil Rp 15 Triliun

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan transaksi penjualan mobil dalam ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2023 di atas Rp14,3 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan transaksi penjualan mobil dalam ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show atau GIIAS 2023 di atas Rp 15 triliun. Target ini melampaui realisasi tahun sebelumnya dalam ajang serupa yang menacpai Rp 14,3 triliun.

"Kita berharap transaksi (GIIAS 2023) bisa tinggi dari tahun lalu sampai di atas Rp14,3 triliun. Itu saya rasa tahun ini juga minimal targetnya lebih baik," ujarnya saat membuka ajang Pameran GIIAS 2023 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Kamis (10/8/2023).

Airlangga menyampaikan, target tinggi ini ditopang oleh kondisi perekonomian Indonesia yang terus menunjukkan perbaikan pasca pandemi Covid-19. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang mencapai 5,17 persen secara year on year (yoy).

"Pertumbuhan ekonomi ini selama 7 Kuartal berturut-turut di atas 5 persen. Jadi, kita punya kemampuan untuk resiliensi yang kuat," ucap Airlangga.

Industri Manufaktur

Pun, lanjut Airlangga, Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat di level 53,3 pada Juli 2023 atau berada dalam zona ekspansif. Capaian PMI ini mengindikasikan industri manufaktur di Indonesia dalam kondisi baik seiring meningkatnya permintaan baru di pasar.

"(PMI) Manufaktur Malaysia di bawah 50, Vietnam 48,7, Thailand 50,7, Jepang saja 49,6, dan Amerika Serikat 49," beber Airlangga.

Airlangga meminta, GIIAS 2023 juga menjadi pendorong bagi penjualan mobil listrik. Hal ini demi mendukung target pemerintah mewujudkan net zero emission pada 2045 mendatang.

"(GIIAS) ini merupakan hal yang baik untuk kita mendorong penurunan karbon dengan kendaraan listrik," ujar Airlangga mengakhiri.

2 dari 3 halaman

Tak Cuma Kendaraan Listrik, Mobil Hybrid Layak Dapat Tambahan Insentif

Mobil hybrid atau hybrid electric vehicle (HEV) layak diberikan tambahan insentif, lantaran mampu mengurangi emisi karbon hingga 49%, berdasarkan perhitungan emisi dari tangki bensin ke knalpot. Artinya, pengurangan emisi dua mobil hybrid setara dengan satu mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) yang mencapai 100%.

Adapun jenis insentif yang bisa diberikan ke HEV antara lain pengurangan pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Saat ini, PKB dan BBNKB HEV sama seperti mobil bermesin pembakaran internal (internal combustion engine/ICE) yakni 12,5% dan 1,75%, sehingga totalnya mencapai 14,25%, sedangkan tarif PPnBM mencapai 6%, sesuai PP 74 tahun 2021. Bandingkan dengan BEV yang diganjar PPnBM, PKB, dan BBNKB 0%. Selain itu, BEV mendapatkan diskon pajak pertambahan nilai (PPN) 10% menjadi 1% dari tarif normal 11%.

Tarif PKB dan BBNKB HEV diusulkan dipangkas menjadi masing-masing 7,5% dan 1,31%, sehingga totalnya mencapai 8,81%. Adapun PPnBM HEV diusulkan diturunkan ke 0% atau minimal sama seperti LCGC sebesar 3%.

Rentetan insentif itu diyakini bisa memangkas harga HEV 8-11%. Artinya, harga HEV yang kini masih Rp 450 jutaan bisa diturunkan menjadi Rp 400 jutaan. Bahkan, harga bisa di bawah Rp 400 juta, jika HEV juga diberikan insentif penurunan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% seperti BEV.

Banjir insentif HEV diyakini dapat mendongkrak penjualan HEV menjadi 104 ribu unit pada 2025. Dengan volume sebesar ini, Indonesia dapat mulai melokalisasi komponen HEV, seperti baterai, sehingga ke depannya bisa menjadi basis produksi HEV untuk pasar dunia.

 

3 dari 3 halaman

Tambahan Insentif

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengkaji pemberian tambahan insentif HEV di luar PPnBM 6%. Konsep Kemenperin, yang menjadi dasar pemberian insentif adalah emisi karbon yang dikeluarkan HEV. Semakin rendah emisi, mobil hybrid layak diberikan insentif, kendati bentuknya belum dirumuskan.

Pengamat Otomotif Riyanto menuturkan, saat ini, menjual satu BEV lebih sulit ketimbang dua HEV. Oleh sebab itu, penjualan HEV perlu didorong, lantaran emisi dua mobil jenis ini sama seperti satu BEV.

“Saat ini, BEV mendapatkan insentif BBN dan PKB. Saya kira ini bisa dipertimbangkan juga ke hybrid, karena bisa mengurangi emisi sampai 50%. Jadi, mobil hybrid layak mendapatkan tambahan insentif,” kata Riyanto dalam diskusi bertema Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia yang digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Menurut dia, mobil hybrid pas digunakan di era transisi menuju netralitas karbon pada 2060. Alasannya, harga BEV saat ini mahal, berkisar Rp 600-700 jutaan, sehingga pasarnya tipis. Memang ada BEV di bawah Rp 300 juta. Akan tetapi, mobil ini bukan untuk pembeli pertama, melainkan pembeli kedua dan ketiga.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com