Sukses

SKK Migas Kejar Eksplorasi Demi Target 1 Juta Barel per Hari dan 12 Miliar Standar Kaki Kubik per Hari

Kegiatan eksplorasi lapangan migas jadi upaya yang harus dilakukan sejak saat ini untuk mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari (mbopd) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (bscfd).

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan produksi 1 juta barel minyak per hari (mbopd) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (bscfd). Salah satu yang digenjot adalah sisi eksplorasi untuk menemukan cadangan baru.

Tenaga Ahli Kepala SKK Migas Luky Yusgiantoro menerangkan, kegiatan eksplorasi lapangan migas jadi upaya yang harus dilakukan sejak saat ini. Mengingat, butuh waktu untuk memulai produksi dan meningkatkannya.

"Yang kita ingin galakkan juga pada tahun-tahun berikutnya juga adalah kegiatan eksplorasi migas dan tentunya kita mengharapkan dapat menumbuhkan giant field," kata dia dalam diskusi daring DRTalk, Selasa (15/8/2023).

"Mengingat bahwa pengembangan lapangan migas itu tidak cepat itu akan membutuhkan waktu yang panjang, sehingga eksplorasi ini untuk menemukan cadangan menjadi sangat penting," sambungnya.

Langkah ini jadi bagian program yang dijalankan SKK Migas bersama dengan pemegang Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Upaya utamanya adalah meningkatkan nilai produksi dari lapangan-lapangan yang sudah berproduksi.

"Utamanya adalah, sebagai contoh bagaimana meng-improve asset value. Nilai-nilai yang aset-aset yang saat ini sudah berjalan di hulu migas dan ini kita perlu improve sehingga dapat mengoptimalkan produksi migas," ungkapnya.

Kemudian, SKK migas dengan KKKS untuk menjamakkan yang tadinya resources menjadi produksi. Tujuannya untuk mengembangkan kegiatan di sektor hulu migas.

"Serta juga pengembangan enchance oil recovery melalui chemical ataupun melalui CO2 yang saat ini masih dalam tahap pilot project dengan harapan recovery dari produksi migas itu dapat ditingkatkan," jelasnya.

 

2 dari 4 halaman

Prioritas ke Dalam Negeri

Diberitakan sebelumnya, Energi yang bersumber dari hidrokarbon, khususnya gas bumi atau gas alam masih memegang peranan penting sebagai penopang ketahanan energi nasional seiring masa transisi energi.

Bahkan ditegaskan pasokan gas bumi akan tetap difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Terkait gas, termasuk LNG (liquefied natural gas), sektor hulu migas berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dulu," kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto.

Hingga target NZE tercapai di 2060, Indonesia sedang berada dalam masa transisi menuju penggunaan energi bersih dengan mencanangkan target Net Zero Emission (NZE) di 2060. Sejalan dengan hal itu, porsi energi "bersih" dalam bauran energi nasional terus meningkat.

Meski demikian, penggunaan energi yang bersumber dari energi fosil, seperti minyak dan gas bumi (migas) akan tetap digunakan.

Merujuk pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), gas bumi diamanatkan untuk digunakan secara optimum. Hal ini dikarenakan gas bumi dipandang sebagai sumber energi fosil yang relatif lebih bersih dibanding minyak bumi.

Dalam target bauran energi 2015-2050, persentase pemanfaatan gas bumi ditetapkan paling sedikit 22 persen di 2025 dan minimal 24 persen di 2050.

Menilik porsi alokasi gas bumi yang semakin besar serta kebutuhan energi yang kian meningkat seiring peningkatan pertumbuhan ekonomi, Indonesia harus bisa memenuhi kebutuhan gas di sektor domestik.

Berdasarkan proyeksi yang tertuang dalam RUEN, kebutuhan gas di 2025 diperkirakan mencapai 44,8 million ton oil equivalent (MTOE). Di 2050, volume kebutuhan gas diperkirakan naik menjadi 113,9 MTOE.

Guna mencukupi kebutuhan tersebut, dibutuhkan pasokan gas bumi sebesar 89,5 MTOE atau setara 9.786,7 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) di 2025 dan 242,9 MTOE atau setara 27.013,1 MMSCFD di 2050.

Agar pasokan energi yang bersumber dari gas bumi tetap terjamin, RUEN mengamanatkan pengurangan porsi ekspor gas bumi menjadi kurang dari 20 persen di 2025 dan penghentian ekspor gas bumi paling lambat di 2026.

Amanat itu dijalankan dengan menjamin penyerapan produksi gas dalam negeri untuk industri yang terintegrasi hulu-hilir, transportasi, dan sektor lainnya.

Sejauh ini, gas bumi yang diproduksikan oleh lapangan-lapangan migas di Indonesia sudah terserap sebesar 65 persen untuk sektor domestik.

 

3 dari 4 halaman

Butuh Eksplorasi

Selain memperbesar porsi alokasi gas bagi domestik, investasi di hulu migas untuk menemukan cadangan gas baru juga perlu ditingkatkan. Dari segi cadangan, potensi gas bumi Indonesia masih cukup menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Mei 2023, cadangan gas alam Indonesia mencapai 54,83 TCF.

Apabila proyek-proyek pengembangan lapangan gas berjalan sesuai rencana, Indonesia diperkirakan mampu mencukupi kebutuhan gas domestik.

"Setelah 2030, kemampuan dukungan industri hulu migas untuk pemenuhan kebutuhan gas domestik menjadi semakin kuat seiring dengan selesainya Proyek Abadi Masela yang dijadwalkan onstream di 2029," kata Dwi.

 

4 dari 4 halaman

Ada Peluang

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi, mengungkapkan, produksi gas dari lapangan-lapangan migas di Indonesia masih sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan oleh pasar dalam negeri, termasuk sektor industri yang memiliki peranan besar dalam menggerakkan roda perekonomian.

Jaminan ketersediaan pasokan gas bagi industri, terutama industri pengolahan, menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh investor sebelum menanamkan modal di suatu daerah atau kawasan di Indonesia. "Kami akan terus mendorong industri dalam negeri untuk bisa memanfaatkan gas kita," kata Kurnia.

Hanya saja, masih ada beberapa tantangan agar produksi gas nasional bisa terserap secara optimal oleh sektor domestik.

Penguatan infrastruktur yang mampu mendukung pemrosesan, distribusi dan penerimaan gas ke pasar domestik masih dibutuhkan.