Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menilai saat ini bisnis ritel sedang tidak baik-baik saja. Hal itu dilihat dari pertumbuhan retail di Indonesia hanya tumbuh sebesar 3,2 persen hingga kuartal II-2023 (year on year).
"Rata-rata perrumbuhan retail di Indonesia itu 3,2 persen di semester I-2023," kata Roy dalam konferensi pers Rafaksi Minyak goreng, di Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Sementara, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2023 terhadap kuartal II-2022 tumbuh sebesar 5,17 persen (y-on-y).
Advertisement
Dimana, konsumsi rumah tangga menjadi pengerak utama pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023. Konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi periode April 2023 hingga Juni 2023 mencapai 53,31 persen.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tersebut berbanding terbalik dengan pertumbuhan bisnis ritel, yang justru mengalami pelemahan.
"Kondisinya memang sekarang ini ritel sedang tidak baik-baik saja. Yang saya sampaikan sangat kontraproduktif disaat pertumbuhan bagus tapi ritel justru menurun," ujarnya.
Ketidakpastian
Selain itu, bisnis ritel juga masih dihadapkan dengan ketidakpastian dan tantangan. Pasalnya, saat ini masyarakat cenderung tidak membelanjakan uangnya ke sektor ritel. Melainkan, mereka membelanjakan uangnya untuk kebutuhan lain.
"Suasana sekarang masih challenging, semuanya masih melihat situasi dan kondisi, sehingga ada kecenderungan untuk belanja dan simpan dulu uangnya. Kuta tahu pengeluran masyarakat bukan spending money kebutuhan pokok, tapi untuk pendidikan kan sekarang lagi musim sekolah. Ada juga yang menahan belanja supay secure," jelasnya.
Oleh karena itu, Aprindo meminta agar Pemerintah lebih memperhatikan pengusaha ritel. Karena bisnis ritel juga berkontribusi pada perekonomian Indonesia.
"Tentunya dalam hal ini yang mau Aprindo sampaikan bahwa memang pemerintah mesti memperhatikan ritel. Kalau tidak, maka bisnis ritel tidak akan memberikan dampak untuk perekonomian. Kalau ritel bagus maka akan berpengaruh pada perekonomian dan pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh lebih," pungkasnya.Â
Polemik Utang Rafaksi Minyak Goreng Belum Usai, Aprindo Pertanyakan Keseriusan Pemerintah
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mempertanyakan keseriusan Kementerian Perdagangan terkait penyelesaian pembayaran utang rafaksi minyak goreng yang saat ini ternyata masih berjalan di tempat dan hampir dapat diprediksi dibuat dan dibiarkan berlarut larut tanpa adanya kepastian dan kejelasan pembayarannya.
Ketua Umum Aprindo, Roy N Mandey, menyampaikan, dalam pertemuan terakhir (11/5) di Kemendag yang dihadiri oleh Dirjen PDN Kemendag, Isy Karim didampingi Ka.Kebijakan Perdagangan Kemendag-Kasan dan Staf Khusus Mendag.
Dirjen PDN, Isy Karim menyatakan sampai pada 11 Mei 2023, Kemendag masih menunggu proses Legal Opinion ( LO ) dari Kejagung tentang pembayaran rafaksi minyak goreng yang menurut Isy Karim dalam waktu dekat segera didapatkan.
Pernyataan ini memperkuat pernyataan Kemendag yang diwakili oleh Mendag-Zulkifli Hasan pada tgl.15 Maret 2023 saat RDP Komisi VI DPR RI, bahwa di saat itu sedang menunggu LO (legal opinion) dari Kejagung karena Mendag 'ketakutan' dijerat oleh Hukum bila menjalankan pembayaran rafaksi.
Alhasil sampai saat ini belum ada keterangan resmi apapun baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dari Kemendag kepada APRINDO, tentang telah diterima nya hasil LO dari Kejaksaan Agung yang dinyatakan oleh Dirjen PDN Kemendag, Isy Karim kepada awak media bahwa LO telah diterima Kemendag dan Kemendag wajib membayarkan Hutang Rafaksi Migor kepada pelaku usaha produsen Migor dan peritel modern anggota APRINDO.
"Sangat disayangkan kami hanya mendengar bahwa LO Kejagung yang memutuskan untuk Kemendag membayarkan Rafaksi Migor," kata Roy, Senin (12/9/2023).
Menurutnya, setelah secara jelas LO (legal opinion) dari Kejagung dengan perintah bahwa rafaksi minyak goreng harus dibayarkan kepada pelaku usaha (produsen & pertiel modern anggota APRINDO), namun pada saat RDP Komisi VI DPR RI dengan kemendag (7/06) Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan LO Kejagung tentang pembayaran rafaksi tidak cukup substantif sehingga perlu dilakukan klarifikasi Dan pengecekan ulang kepada BPK Dan BPKP.
Â
Advertisement
Perintah Bayar
Aprindo sangat menyayangkan pernyataan Mendag ini padahal sebelumnya dia sudah mengatakan bahwa jika LO sudah keluar dengan perintah bayar, maka akan segera dibayarkan.
Jika memang ada ketidakcocokan data, harusnya dari awal dilakukan klarifikasi antara data verifikator dengan data produsen dan Aprindo untuk apa data diverifikasi oleh BPK/BPKP.
"Jargon kalo bisa dipersulit untuk apa dipermudah sepertinya terjadi dalam kasus rafaksi ini. Kami memprediksi praktek mengulur waktu yang tidak dengan komitmen dan pertanggungjawaban jelas menjadi signal serius atau tidaknya Pemerintah melalui Kemendag hendak menyelesaikan hutang Rafaksi Migor kepada peritel modern APRINDO di seluruh wilayah Indonesia, yang dengan tulus ikhlas dan telah taat menjalankan tugas yang diberikan melalui Permendag 3/2022 dalam menjual Migor 1 (satu) harga apapun type dan kemasan nya bagi masyarakat, di saat harga Migor saat waktu tersebut mahal dan tidak terkendali," jelas Roy.
Â