Sukses

Aprindo Kesal Utang Rafaksi Belum Dibayar Pemerintah, Minyak Goreng Bakal Langka?

Aprindo mengungkapkan, para pengusaha ritel menyepakati rencana pemotongan tagihan kepada distributor atau supplier minyak goreng dari perusahaan ritel kepada distributor minyak goreng.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengungkapkan, para pengusaha ritel menyepakati rencana pemotongan tagihan kepada distributor atau supplier minyak goreng dari perusahaan ritel kepada distributor minyak goreng.

Hal itu akan dilakukan buntut polemik penyelesaian utang rafaksi minyak goreng yang hingga kini tidak dibayarkan pemerintah ke peritel sebesar Rp 344 miliar.

Roy menjelaskan, pemotongan tagihan tersebut sebagai upaya mengganti selisih harga yang belum dibayarkan Kementerian Perdagangan. Karena, pembayaran rafaksi itu melalui produsen.

"Dari perusahaan peritel ya kepada distributor migor. Akan ada pemotongan tagihan. Karena apa? karena ritel lagi rendah, bila penyelesaian rafaksi belum selesai," kata Roy kepada Liputan6.com, Minggu, (20/8/2023).

Tak hanya itu saja, Aprindo juga berencana akan melakukan penghentian pembelian minyak goreng oleh perusahaan peritel kepada distributor, jika penyelesaian rafaksi belum selesai dari perusahaan peritel kepada ditributor minyak goreng.

Polemik Fafaksi Minyak Goreng

Adapun upaya tersebut merupakan hasil jesepakatan dari 31 perusahaan ritel anggota Aprindo. Roy menegaskan, dirinya hanya menyampaikan saja, agar polemik rafaksi minyak goreng segera menemukan titik terang.

“Hasil dari meeting dengan 31 anggota peritel. Jadi poin-poin ini bukan dari Aprindo. Tapi ini kami cuma menyampaikan dari pengusaha ritel,” ujarnya.

Lebih lanjut, Roy menilai, dari upaya yang disepakati itu akan berpengaruh terhadap stok minyak goreng yang dijual di ritel. Artinya, kemungkinan minyak goreng akan kembali langka khususnya di ritel.

“Misalnya memotong tagihan, pasti akan ada ketidaksetujuan dari pihak produsen. Pastikan ada aspek masalah bisa aja produsen menghentikan pasokan. Nah kalau pasokan dihentikan, ada nggak minyak goreng di toko?” pungkasnya.

2 dari 3 halaman

Pengusaha Ngeluh Bisnis Ritel Sedang Tak Baik-Baik Saja, Ada Apa?

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menilai saat ini bisnis ritel sedang tidak baik-baik saja. Hal itu dilihat dari pertumbuhan retail di Indonesia hanya tumbuh sebesar 3,2 persen hingga kuartal II-2023 (year on year).

"Rata-rata perrumbuhan retail di Indonesia itu 3,2 persen di semester I-2023," kata Roy dalam konferensi pers Rafaksi Minyak goreng, di Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Sementara, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2023 terhadap kuartal II-2022 tumbuh sebesar 5,17 persen (y-on-y).

Dimana, konsumsi rumah tangga menjadi pengerak utama pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023. Konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi periode April 2023 hingga Juni 2023 mencapai 53,31 persen.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tersebut berbanding terbalik dengan pertumbuhan bisnis ritel, yang justru mengalami pelemahan.

"Kondisinya memang sekarang ini ritel sedang tidak baik-baik saja. Yang saya sampaikan sangat kontraproduktif disaat pertumbuhan bagus tapi ritel justru menurun," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Ketidakpastian

Selain itu, bisnis ritel juga masih dihadapkan dengan ketidakpastian dan tantangan. Pasalnya, saat ini masyarakat cenderung tidak membelanjakan uangnya ke sektor ritel. Melainkan, mereka membelanjakan uangnya untuk kebutuhan lain.

"Suasana sekarang masih challenging, semuanya masih melihat situasi dan kondisi, sehingga ada kecenderungan untuk belanja dan simpan dulu uangnya. Kuta tahu pengeluran masyarakat bukan spending money kebutuhan pokok, tapi untuk pendidikan kan sekarang lagi musim sekolah. Ada juga yang menahan belanja supay secure," jelasnya.

Oleh karena itu, Aprindo meminta agar Pemerintah lebih memperhatikan pengusaha ritel. Karena bisnis ritel juga berkontribusi pada perekonomian Indonesia.

"Tentunya dalam hal ini yang mau Aprindo sampaikan bahwa memang pemerintah mesti memperhatikan ritel. Kalau tidak, maka bisnis ritel tidak akan memberikan dampak untuk perekonomian. Kalau ritel bagus maka akan berpengaruh pada perekonomian dan pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh lebih," pungkasnya.