Liputan6.com, Jakarta Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) negatif di kuartal II 2023, setelah 7 bulan beruntun mengalami surplus. Namun, Bank Indonesia meyakini capaian itu tidak akan membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Wahyu Agung Nugroho mengatakan, level defisit transaksi berjalan saat ini masih sangat rendah, jauh di bawah batas aman.
"Enggak (akan membuat rupiah melemah), ini defisit biasa aja sebetulnya dan masih rendah ya defisitnya. Masih jauh di bawah katakanlah defisit CAD yang aman,," kata Wahyu di sela-sela acara Asean Fest 2023 di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Ekonomi Kuat
Menurut Wahyu, meskipun CAD per triwulan kedua lalu defisit, namun perekonomian domestik cenderung tidak terganggu. Begitu pun nilai tukar rupiah, tidak sampai terperosok.
Advertisement
"Jadi masih jauh dan ini sesuai aja dengan aktivitas ekonomi yang semakin membaik, sehingga ada dampaknya. Rupiah juga Alhamdulillah menguat kan," imbuhnya.
Level Aman
Untuk diketahui, level aman defisit transaksi berjalan berada di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Adapun CAD per kuartal II 2023 masih sekitar 0,5 persen dari PDB, atau senilai USD 1,9 miliar.
Sementara kurs rupiah pada Selasa (22/8/2023) pagi justru menguat 0,03 persen atau 5 poin menjadi Rp 15.320 per dolar AS, dari sebelumnya Rp 15.325 per dolar AS.
Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini mengikuti penguatan nilai tukar mata uang regional dan pergerakan positif indeks saham Asia pagi hari ini.
"Secara keseluruhan, tekanan dolar AS terhadap rupiah tinggi karena tingkat imbal hasil obligasi Pemerintah AS terus naik," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara.
Advertisement
Saham Asia Menguat, Rupiah Ikut Perkasa Lawan Dolar AS
Nilai tukar rupiah pada Selasa pagi menguat 0,03 persen atau 5 poin menjadi 15.320 per dolar AS dari sebelumnya 15.325 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat mengikuti penguatan nilai tukar mata uang regional dan pergerakan positif indeks saham Asia pagi ini.
“Secara keseluruhan, tekanan dolar AS terhadap rupiah tinggi karena tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS terus naik,” ujar pengamat pasar uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara, Selasa (22/8/2023).Tingkat imbal hasil 10 tahun justru naik ke level yang belum pernah disentuh sejak 2007. Kenaikan yield AS ini dinilai berkaitan dengan ekspektasi pasar, bahwa The Fed mungkin masih mempertahankan suku bunga tinggi AS karena data inflasi AS yang belum menyentuh target 2 persen.
“Oleh karena itu, rupiah mungkin dibuka menguat, tapi bisa berakhir melemah karena faktor yield AS tersebut,” ungkap Ariston.
Potensi Rupiah
Dia memperkirakan potensi pelemahan rupiah ke arah 15.350 per dolar AS dengan potensi support di kisaran 15.280 per dolar AS.
Dolar AS bergerak sedikit lebih rendah terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena investor menunggu data Purchasing Managers' Index (PMI) Standard & Poor's (S&P) pada Rabu (23/8/2023) dan Simposium Ekonomi Jackson Hole pada 24-26 Agustus 2023.
Simposium Ekonomi Jackson Hole akan dihadiri oleh Ketua Federal Reserve Jerome Powell dan Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde yang diharapkan memberikan petunjuk untuk panduan lebih lanjut tentang kebijakan moneter soal suku bunga mereka.
Advertisement