Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membidik waktu singkat untuk Indoneisa bisa menjadi anggota dari The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Setidaknya dia mematok waktu 3,5 tahun untuk seluruh prosesnya selesai.
Menko Airlangga mengisahkan, pengalaman Chili yang terakhir masuk jadi anggota OECD. Waktu yang dibutuhkan negara di Amerika Latin itu adalah 7 tahun. Dia berharap Indonesia cukup menempuh setengah dari waktu yang dihabiskan Chili.
Baca Juga
"(Waktu) Chile dibagi dua, 3,5 tahun," ujarnya usai bertemu perwakilan negara anggota OECD di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
200 Standar Dipenuhi
Waktu yang dibutuhkan ini mengingat ada sekitar 200 standar yang perlu dipenuhi oleh Indonesia sebagai syarat untuk masuk OECD. Dia yakin, suksesnya Indonesia menggelar KTT G20 dan mampu keluar dari krisis pandemi Covid-19 bisa jadi modal kuat.
Advertisement
"Tadi disampaikan ada 200 standar yg harus siharmonisasi dna neberapa negara yg terakhir chile porsesnya 7 tahun," ujarnya.
"Tentu Indoensia harap kita bisa proses lebih cepat karena Indoensia sudah menunjukkan berbagai tantangan kita bisa selesaikan. Apakah itu di KTT G20 apakah di Indonesia mempersiapkan perjanjian multilateral seperti RCEP, dan berbagai bilateral agreement dan multilateral agreement yang lain," paparnya.
Namun, syarat ini baru bisa dipenuhi jika OECD sudah menerima proposal pengajuan yang diberikan Indonesia. Diketahui, OECD sendiri disebut telah memberi lampu hijau ke Indonesia untuk gabung. Rencananya, keputusan diterima atau tidaknya minat Indonesia akan diputuskan pada September mendatang.
Masuk OECD, Indonesia Perlu Tiru Korea Selatan
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai, Indonesia perlu mencontoh Korea Selatan untuk menjadi negara anggota dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Direktur Riset INDEF Berly Martawardaya menceritakan, Korea Selatan sukses masuk OECD pada era 1990an berkat kerja keras eks menteri keuangannya yang naik jadi perdana menteri di periode berikutnya.
"Itu tahun 90an, dan Korea Selatan secara geopolitik lebih bergantung pada barat dan Amerika Serikat. Korea tahun 90an masih negara berkembang. Walaupun cukup makmur, tapi jauh dibandingkan sekarang," kata Berly dalam sesi diskusi daring INDEF, Selasa (15/8/2023).
Berikutnya, Berly mengatakan, Korea Selatan juga membuat standar untuk merealisasikan capital market globalization. Salah satunya dengan merubah Undang-Undang (UU) soal ketenagakerjaan.
"Bahkan sebelum diterima, Menkeu menulis surat menjanjikan UU tenaga kerja akan diubah. Itu kan di Indonesia agak sensitif. Kalau sampai seperti ini akan banyak teriakan," ungkapnya.
"Jadi policy-nya harus allign atau sudah mengikuti standar OECD. Korea saja yang disiplin tinggi perlu effort yang panjang dan perlu mengubah undang-undang. Kita juga harus siap," kata Berly.
Â
Advertisement
Pemerintah Harus Terbuka
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah terbuka atas ketentuan atau syarat dari OECD agar Indonesia bisa ikut bergabung di dalamnya.
"Tentunya di masa depan kalau sudah jadi anggota kita ikut pelan-pelan dalam menyusunnya. Kita harus ikut aturan yang sudah ada. Kita harap pemerintah blak-blakan lah apa yang diminta, apa syaratnya masuk OECD," tuturnya..
"Jangan hanya bangga kita ada di dalam proses membership. Kalau memang bagus kita dorong sama-sama. Tapi kita harus menolak apa yang berlebihan dan merugikan Indonesia," kata Berly.Â